OSLO (Arrahmah.com) – Taliban Afghanistan mengatakan bahwa pembicaraan resmi pertamanya dengan Barat di tanah Eropa sejak merebut kekuasaan di Afghanistan akan membantu “merombak suasana perang” setelah pemberontakan dua dekade melawan pasukan NATO.
“Imarah Islam telah mengambil langkah-langkah untuk memenuhi tuntutan dunia Barat dan kami berharap dapat memperkuat hubungan kami melalui diplomasi dengan semua negara, termasuk negara-negara Eropa dan Barat pada umumnya,” kata Zabihullah Mujahid kepada AFP, Sabtu (22/1/2022).
Taliban ingin “mengubah suasana perang…menjadi situasi damai”, tambahnya.
Pembicaraan antara Taliban dan pejabat Barat akan dibuka di Oslo pada hari Minggu tentang hak asasi manusia dan bantuan kemanusiaan saat krisis kemiskinan semakin dalam.
Sebuah tim Taliban beranggotakan 15 orang yang dipimpin oleh menteri luar negeri Amir Khan Muttaqi, meninggalkan Kabul pada Sabtu (22/1) dengan sebuah pesawat yang dikirim oleh pemerintah Norwegia.
Perhelatan diplomatik dari Minggu hingga Selasa ini akan menjadi saksi pertemuan antara kelompok yang selalu dituding garis keras tersebut, otoritas Norwegia, dan pejabat dari sejumlah negara sekutu, termasuk Inggris, Uni Eropa, Prancis, Jerman, Italia, dan Amerika Serikat.
Delegasi Taliban juga diperkirakan bertemu warga Afghanistan dari masyarakat sipil, termasuk para pemimpin perempuan dan jurnalis, pada saat kebebasan mereka yang tinggal di Afghanistan semakin dibatasi.
Dialog kunci
“Pertemuan-pertemuan ini tidak mewakili legitimasi atau pengakuan terhadap Taliban,” Menteri Luar Negeri Norwegia Anniken Huitfeldt menegaskan pada Jumat (21/1).
“Tapi kita harus berbicara dengan otoritas de facto di negara ini. Kita tidak bisa membiarkan situasi politik mengarah pada bencana kemanusiaan yang lebih buruk lagi.”
Ali Maisam Nazary, kepala hubungan luar negeri Front Perlawanan Nasional (NRF) – sebuah kelompok oposisi yang menyebut dirinya sebagai benteng terakhir melawan kontrol total Taliban – mengutuk Norwegia atas pembicaraan tersebut.
“Kita semua harus mengangkat suara dan mencegah negara mana pun dari menormalkan kelompok teroris sebagai perwakilan Afghanistan,” Nazary, yang berbasis di Paris, men-tweet pada Jumat (21/1).
Belum ada negara yang mengakui pemerintah Taliban..
Kelompok itu kembali berkuasa pada Agustus ketika pasukan AS dan asing memulai penarikan terakhir mereka dari Afghanistan menyusul kebuntuan di medan perang.
Situasi kemanusiaan di Afghanistan telah memburuk secara drastis sejak pengambilalihan Taliban. Bantuan internasional tiba-tiba terhenti dan Amerika Serikat telah membekukan $9,5 miliar aset bank sentral Afghanistan yang disimpan di luar negeri.
Kelaparan sekarang mengancam 23 juta warga Afghanistan, atau 55 persen dari populasi, menurut PBB, yang mengatakan membutuhkan $5 miliar dari negara-negara donor tahun ini untuk mengatasi krisis kemanusiaan di negara itu. (Althaf/arrahmah.com)