PARIS (Arrahmah.com) – Sebuah kelompok hak asasi manusia milik Muslim Prancis pada Senin (26/10/2020) mengumumkan rencana untuk memperluas kegiatannya di luar negeri di tengah kekhawatiran akan keamanannya dan pernyataan kontroversial baru-baru ini oleh para pejabat tentang Islam.
“Sebagai sebuah organisasi, kami tidak lagi merasa kami dapat melakukan pekerjaan kami di lingkungan yang aman, karena nyawa kami terancam dan pemerintah menetapkan kami sebagai musuh,” kata organisasi Collective Against Islamophobia in France (CCIF) dalam sebuah pernyataan.
Kelompok itu mengatakan bahwa mereka telah menjadi sasaran pesan kebencian, ancaman kematian, dan penghinaan selama seminggu terakhir setelah pemerintah Prancis mengumumkan ingin membubarkan organisasi tersebut.
“Menggunakan berita palsu dari sayap kanan, beberapa tokoh politik dalam rombongan presiden Macron bahkan telah mencoba untuk menyematkan serangan Jumat lalu terhadap organisasi yang mengecam Islamofobia tersebut, seolah-olah secara konseptual tidak mungkin untuk menangani terorisme dan bentuk rasisme kontemporer, termasuk Islamofobia,” kata pernyataan itu, sebagaimana dilansir Anadolu Agency.
“Karena alasan ini, apa pun hasil dari upaya pemerintah untuk membubarkan CCIF, kami telah memutuskan untuk memperluas kegiatan kami secara internasional, untuk memastikan kelangsungan operasi kami dan melindungi tim kami,” imbuh pernyatan tersebut.
Otoritas Prancis baru-baru ini meluncurkan gelombang besar investigasi terhadap organisasi Muslim di negara itu menyusul pembunuhan seorang guru di Paris.
Samuel Paty (47), yang mengajar sejarah dan geografi di Bois-d’Aulne College di Conflans-Sainte-Honorine, dibunuh oleh Abdullakh Anzorov, 18 tahun asal Chechnya. Tersangka kemudian ditembak mati oleh polisi.
Guru tersebut, dalam salah satu kelasnya yang membahas tentang kebebasan berekspresi, telah menunjukkan karikatur Nabi Muhammad di hadapan murid-muridnya.
Para pemimpin komunitas menyatakan keprihatinan mereka bahwa serangan baru-baru ini akan kembali menstigmatisasi Muslim Prancis dan mengobarkan sentimen Islamofobia.
Pemerintah telah mengumumkan minggu lalu bahwa mereka menyelidiki 51 asosiasi Muslim Prancis, termasuk Collective Against Islamophobia di Prancis.
Menteri Dalam Negeri Darmanin mengklaim bahwa elemen-elemen organisasi tersebut telah menyebabkan para pejabat menganggapnya “musuh negara”.
Awal bulan ini, Presiden Prancis Emmanuel Macron menggambarkan Islam sebagai agama “dalam krisis” dan mengumumkan rencana untuk membuat undang-undang yang lebih keras untuk menangani apa yang disebutnya “separatisme Islam” di Prancis.
Masalahnya adalah ideologi yang mengklaim hukumnya sendiri harus lebih unggul dari yang ada di republik, katanya.
Beberapa kelompok dan organisasi masyarakat sipil yang “bertindak melawan hukum dan nilai-nilai negara” mungkin ditutup atau menghadapi audit keuangan yang ketat, ungkap Macron saat membeberkan rencananya. (rafa/arrahmah.com)