Oleh: Mahrita Julia Hapsari, M. Pd*
(Praktisi Pendidikan)
Diputar.. Dijilat.. Trus Dicelupin. Siapa yang tidak kenal dengan slogan iklan tersebut. Biskuit dengan dua keping bundar berwarna hitam dan krim lembut di tengahnya, menjadi kudapan asyik saat santai. Ya, siapa yang tak kenal dengan biskuit Oreo dengan varian rasa yang memanjakan para penikmatnya.
Baru-baru ini, ada Oreo dengan wujud baru dan tambahan nama yang membuat harganya menjadi fantastis. Oreo Supreme, keping bundarnya tak berwarna hitam, melainkan merah. Dan nama Supreme diambil dari nama brand streetwears Amerika yang terkenal.
Sebungkus Oreo Supreme isi tiga keping dibandrol dengan harga Rp500.000 di marketplace. Artinya, satu kepingnya seharga Rp170.000. Dan satu dus harganya mencapai Rp97 juta (kumparan.com, 14’05/2020).
Benar-benar menguras kantong. Dan benar-benar tak masuk logika.
Walaupun harganya “selangit”, masih tetap dicari dan dibeli konsumen. Bahkan, ada pembeli yang rela mengeluarkan uang sebesar 1.250 dollar AS atau setara 18,6 juta untuk 12 keping biskuit Supreme Oreo (surya.co.id, 15/05/2020).
Mengapa bisa semahal itu? Padahal ingredients si merah ini tak jauh berbeda dengan si hitam (oreo biasa). Yang berbeda hanya warna dan kemasannya. Tepung, gula, coklat, pewarna makanan, susu, dicampur jadi satu, kok bisa harganya selangit?
Ada beberapa hal yang membuat harganya tak masuk akal.
Pertama, sesuai hukum ekonomi, ketika jumlah barang sedikit tetapi jumlah permintaan konsumen banyak, maka harga akan naik. Supreme memang sengaja memproduksi oreo merah dalam jumlah sedikit.
Tapi, harga yang sangat keterlaluan itu tak mungkin terjadi secara alamiah. Karena pada dasarnya, selera orang berbeda-beda. Media telah menggiring opini agar semua orang meminati oreo supreme.
Inilah perihal yang kedua, pengaruh kuatnya media informasi.
Ketiga, ada nilai selain fungsi barang tersebut. Paradigma ini lekat pada sistem ekonomi kapitalisme. Dari sinilah kapitalisme dapat mengejawantahkan prinsip ekonominya, dengan usaha secukupnya akan mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya.
Dikembangkanlah nilai gengsi, nge-tren, gaul, ketika memiliki suatu barang atau memakan makanan dan minuman tertentu. Nilai-nilai ini yang membuat harga barang menjadi di luar nalar. Contohnya Oreo Supreme tadi. Apalagi dipromosikan oleh para youtuber terkenal seluruh dunia. Lalu merasa wajiblah bagi yang mengaku hypeabest dan gaul untuk mengikutinya.
Kapitalisme memanfaatkan gharizah baqa yang ada pada fitrah manusia. Karena ideologi ini memang hadir untuk menjamin kebebasan individu dalam melayani hawa nafsunya. Termasuk nafsu mempertahankan diri dengan cara show up dan eksis kapanpun dimanapun.
Hal yang wajib dilakukan demi memuaskan hawa nafsu sebebas-bebasnya adalah dengan mengeliminasi akal. Coba jika mereka menggunakan akal, pasti akan membeli kebutuhan pokok dengan uang 500.000 daripada beli tiga keping Oreo.
Lelah sangat jika menjadikan hawa nafsu sebagai tuntunan. Memenuhi hawa nafsu sama dengan mereguk air laut, semakin diminum semakin haus. Dan manusia akan jatuh ke derajat hewan, bahkan lebih sesat lagi.
Coba lihat binatang, tak ada yang pamer jika sudah mendapat makanannya, justru dia sembunyi-sembunyi untuk memakannya. Manusia, ada yang selalu unggah aktifitas memamah baiknya.
Seperti tak mau peduli dengan perasaan orang lain yang mungkin kelaparan atau tak mampu membeli seperti yang dimakannya. Sungguh tak punya hati. Apalagi di masa pandemi saat ini. Ketika jutaan orang mendadak miskin dan terancam kelaparan.
Untuk mengembalikan hati dan akal manusia, maka perlu sistem yang masuk akal dan sesuai dengan fitrah manusia. Sistem itu adalah sistem Islam yang menerapkan syariat Allah secara kaffah. Sistem yang memerintahkan manusia untuk senantiasa menggunakan akal, termasuk beriman kepada Allah.
Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur’an surah An-Nisa ayat 135: “Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran.” Dan dalam surah Shad ayat 26: “Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ia akan menyesatkanmu dari jalan Allah.” Dan masih banyak lagi ayat Allah yang melarang kita mengikuti hawa nafsu.
Sebagai muslim, sudah semestinya kita mengikuti petunjuk Allah dan mengambil Al-Qur’an sebagai pedoman. Karena apa yang kita lakukan di dunia akan berpengaruh pada kehidupan abadi kita, akhirat.
Surah Al-Zalzalah ayat 7 dan 8 patut menjadi renungan bagi kita: “Sekecil apapun perbuatan baik yang kita lakukan, Allah akan perlihatkan balasannya. Dan sekecil apapun perbuatan buruk yang kita lakukan, Allah akan beri balasannya.”
Memperkuat keimanan adalah cara kita untuk tidak memperturutkan hawa nafsu. Namun kita juga memerlukan lingkungan yang kondusif untuk menjaga iman. Lingkungan yang senantiasa mengajak kepada kebaikan (Islam) dan amar ma’ruf nahiy munkar. Dan yang terpenting, kita memerlukan sistem yang menerapkan aturan Allah hingga mampu menjaga akal sehat dan keimanan kita, sekaligus menjadikan masyarakat yang Islami.
Jadi, tak ada ceritanya di sistem Islam, anak manusia sempat berbuat unfaedah macam membeli Oreo Supreme. Karena keimanannya senantiasa terjaga oleh masyarakat dan negara. Negara takkan memfasilitasi hawa nafsu manusia, sebaliknya justru mengajak manusia senantiasa dalam ketakwaan. Rindukah kalian dengan negara yang demikian? Jika rindu, mari berbenah, belajar Islam kaffah, mengamalkan dan mendakwahkannya. Wallahu a’lam.
(ameera/arrahmah.com)