(Arrahmah.com) – Islam telah mengajarkan kita untuk menghormati dan menghargai orang yang lebih tua. Dalam Sunan Abi Dawud dari Abi Musa al-Asy’ari Radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahualaihi wasallam bersabda,
إن من إجلال الله: إكرام ذي الشيبة المسلم، وحامل القرآن غير الغالي فيه، والجافي عنه، وإكرام ذي السلطان المقسط
“Sesungguhnya termasuk pengagungan kepada Allah adalah memuliakan orang yang sudah beruban lagi muslim, memuliakan ahli Qur’an dengan tidak berlebihan dan tidak menyepelekannya, dan memuliakan para pemimpin yang berbuat adil” (HR. Abu Daud no.4843, dihasankan oleh Syu’aib Al Arnauth dalam Takhrij Sunan Abu Daud).
Dalam kitab Aunul Ma’bud disebutkan penjelasan hadis ini, “’memuliakan orang yang sudah beruban lagi muslim’ maksudnya penghormatan terhadap orang yang lebih tua dalam Islam dilakukan dengan cara memuliakannya dalam setiap majelis, memperlakukannya dengan lemah lembut, bersimpati padanya, dan (perbuatan baik) semisalnya. Semua perilaku ini termasuk pengagungan kepada Allah karena kemuliannya (orang tua tersebut -pent.) di sisi Allah.”
Adapun dalam Sunan at-Tirmidzi dari Anas bin Malik Radhiallahuanhu berkata, “Seorang lelaki tua datang kepada Nabi Shallallahu alaihi wasallam lantas orang-orang memperlambat untuk memperluas jalan untuknya, maka Nabi Shallallahu alaihi wasallam bersabda,
ليس منا من لم يرحم صغيرنا،ويوقّر كبيرنا
‘Bukan termasuk dari golongan kami orang yang tidak menyayangi anak kecil kami dan tidak menghormati orang tua (orang dewasa) kami’” (HR. At Tirmidzi no.1921. Dihasankan oleh Syu’aib Al Arnauth dalam Takhrij Syarhus Sunnah [3452]).
Apabila orang tua tersebut tidak memiliki adab dan muru’ah, tidak berhak untuk dimuliakan dengan model pemuliaan kepada orang tua saleh yang akhlaknya baik. Namun demikian, tetap wajib bagi kita untuk menjaga kehormatannya sebagai orang yang lebih tua, memperlakukannya dengan baik serta berlemah lembut kepadanya.
Begitu juga apabila orang tua tersebut justru berpaling menuju kefasikan dan perbuatan keji, atau melakukan kezaliman di muka bumi, maka ia tidak berhak mendapatkan kemuliaan.
Sebagaimana disebutkan dalam kitab Husnu At-Tanabbuh Lima Waroda Fi At-Tasyabbuh, “Maksud dari ‘al-kabir‘ disini bukan lah orang-orang yang hidup bermewah-mewah atau para pemberontak yang zalim. Namun (al-kabir) merupakan para ulama yang mengamalkan ilmunya, pemimpin yang adil, orang-orang saleh, dan orang-orang tua (lanjut usia) dari kaum muslimin.”
Wallahu a’lam.
Artikel Muslim.or.id
(*/Arrahmah.com)