TEL AVIV (Arrahmah.id) — Perkelahian antara orang tua korban serangan kelompok perlawanan Palestina Hamas 7 Oktober di Israel dan petugas keamanan di parlemen negara itu, Knesset, menyebabkan dua orang terluka.
Dilansir Jerusalem Post (4/3/2025), perkelahian terjadi setelah keluarga berusaha mengamati debat pada hari Senin (3/3) mengenai pembentukan komisi penyelidikan atas tragedi tersebut, tetapi dilarang memasuki area tempat duduk pengunjung.
Orang tua korban, yang mewakili Dewan Oktober, LSM yang mengadvokasi 1.500 keluarga yang terkena dampak tragedi tersebut, sebelumnya telah mengirim surat kepada Ketua Knesset Amir Ohana untuk meminta akses ke sesi tersebut, yang dijadwalkan dihadiri Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Meskipun demikian, petugas keamanan dan polisi Knesset mencegah keluarga tersebut menaiki tangga menuju bagian pengunjung, dengan alasan terbatasnya tempat duduk.
Situasi meningkat menjadi perkelahian fisik, yang dilaporkan mengakibatkan dua orang mengalami cedera setelah terjatuh selama perkelahian tersebut.
Sebagai bentuk protes, keluarga-keluarga berkumpul di dasar tangga, membaca Kaddish, doa berkabung Yahudi, sambil memajang plakat-plakat yang memuat gambar orang-orang terkasih mereka yang telah meninggal, demikian dilaporkan Post. Kemudian, keluarga-keluarga tersebut diizinkan masuk ke ruang sidang dengan pengawasan ketat.
Selama pidato Netanyahu, mereka dilaporkan berdiri dan membelakanginya, sambil mengangkat foto-foto kerabat mereka yang telah tiada.
Ketua parlemen Ohana awalnya memerintahkan pemindahan mereka tetapi kemudian membatalkan perintah tersebut.
Netanyahu telah menghadapi kritik atas penanganannya terhadap krisis penyanderaan, dengan beberapa keluarga menuduhnya lebih mengutamakan tujuan militer daripada pengembalian tawanan dengan selamat.
Gencatan senjata dengan Hamas dilaksanakan pada pertengahan Januari setelah 15 bulan genosida oleh Israel yang menyebabkan banyak korban dan kerusakan besar di Gaza.
Perjanjian tersebut menguraikan pertukaran sandera dan tahanan secara bertahap, memastikan pengiriman bantuan kemanusiaan, dan diharapkan akan mengarah pada penarikan Israel dari wilayah tersebut.
Pada tahap pertama kesepakatan tersebut, Hamas membebaskan 33 sandera Israel, termasuk jenazah mereka yang meninggal, dengan imbalan sekitar 2.000 tahanan Palestina. Sebanyak 59 sandera masih berada di Gaza, dengan penilaian Israel menunjukkan 24 dari mereka masih hidup.
Pada tanggal 7 Oktober 2023, Hamas melancarkan serangan terhadap Israel, menewaskan sekitar 1.200 orang dan menculik sekitar 250 lainnya. Israel kemudian membunuh lebih dari 48.400 warga Palestina, menurut otoritas kesehatan wilayah tersebut. (hanoum/arrahmah.id)