Oleh: Abdullah al-Mustofa
Anggota Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Kediri, Jawa Timur
(Arrahmah.com) – Abu Jahal la’natulllah ketika mendengar bacaan ayat-ayat Al-Qur’an karena kesombongannya tidak mau beriman dan pura-pura tidak mendengarnya, tapi ketika mengetahui sedikit saja ayat-ayat Al-Qur’an dari teman-temannya maka mereka menjadikannya sebagai bahan olok-olok. Ketika Abu Jahal mengetahui ayat tentang pohon Zaqqum (makanan penghuni neraka) (QS. 44: 43-44) dia mengolok-olok ayat-ayat ini dengan meminta kurma dan keju, seraya berkata kepada teman-temannya, “Makanlah buah zaqqum ini, yang diancamkan Muhammad kepadamu itu tidak lain adalah makanan yang manisnya seperti madu.”
Ketika mengetahui ayat tentang sembilan belas malaikat penjaga neraka Saqor (QS. 74: 30) dia berkata, “Kalau penjaganya hanya sembilan belas, maka aku sendiri akan melemparkan mereka itu.” Ayat berikut ini menjelaskan sifatnya yang demikian itu.
وَإِذَا عَلِمَ مِنْ آَيَاتِنَا شَيْئًا اتَّخَذَهَا هُزُوًا أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ
Dan apabila dia mengetahui sedikit tentang ayat-ayat Kami, maka ayat-ayat itu dijadikan olok-olok. Merekalah yang memperoleh azab yang menghinakan. (QS. Al-Jaatsiyah [45]: 9)
Selain kedua kalimat penistaan itu masih banyak kalimat penistaan serupa yang dilontarkan orang-orang kafir Quraisy – yang banyak mengingkari ayat-ayat Al-Qur’an, berdusta dan berdosa – terhadap Al-Qur’an. Al-Qur’an juga menjelaskan penistaan mereka terhadap Al-Qur’an sebagaimana yang disebutkan dalam ayat ini:
وَإِذْ قَالُوا اللَّهُمَّ إِنْ كَانَ هَذَا هُوَ الْحَقَّ مِنْ عِنْدِكَ فَأَمْطِرْ عَلَيْنَا حِجَارَةً مِنَ السَّمَاءِ أَوِ ائْتِنَا بِعَذَابٍ أَلِيمٍ
Dan (ingatlah) ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata: “Ya Allah, jika (Al-Qur’an) ini benar-benar (wahyu) dari Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih”. (QS. An-Anfaal [8]: 32)
Ayat di atas menerangkan mereka bukanlah sekadar menista Al-Qur’an, tapi lebih dari itu, mereka berani menista Allah Ta’ala dengan menantang Allah Ta’ala untuk menurunkan azab. Selain dari itu mereka juga melontarkan kata-kata keji terhadap Rasulullah Saw. dan Al-Qur’an sebagaimana diterangkan di bawah ini. Menista Rasulullah Saw. dan Al-Qur’an meskipun tidak ditujukan kepada Allah Ta’ala tetap sama saja dengan menista Allah Ta’ala
Kata-kata keji terhadap Rasulullah Saw. dan Al-Qur’an
مُسْتَكْبِرِينَ بِهِ سَامِرًا تَهْجُرُونَ
dengan menyombongkan diri terhadap (Al-Qur’an itu) dan mengucapkan perkataan-perkataan keji terhadapnya di waktu kamu bercakap-cakap di malam hari. (QS. Al-Mu’minuun [23]: 67)
Ayat di atas merupakan bukti mereka tidak sekadar menista Al-Qur’an, tapi juga mengucapkan perkataan keji terhadap Muhammad Saw. dan Al-Qur’an. Mereka mengata-ngatai Nabi Muhammad Saw. sebagai orang gila, tukang sihir, penyair, tukang tenung dan lain sebagainya.
Sadangkan perkataan keji mereka terhadap Al-Qur’an adalah “Al-Qur’an bukanlah wahyu Allah Ta’ala, tapi kebohongan yang dibuat-buat Muhammad Saw., dan dalam membuat Al-Qur’an beliau Saw. dibantu oleh sekelompok Ahlul Kitab”. Menurut mereka Muhammad Saw. selalu menemui kelompok itu dan mereka mengajarkan kepadanya kisah-kisah umat-umat terdahulu, kemudian Muhammad Saw. menyusun kisah-kisah itu dalam bahasa Arab yang memiliki susunan redaksi yang baik sebagaimana disebutkan dalam kedua ayat ini:
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ هَذَا إِلَّا إِفْكٌ افْتَرَاهُ وَأَعَانَهُ عَلَيْهِ قَوْمٌ آَخَرُونَ فَقَدْ جَاءُوا ظُلْمًا وَزُورًا
Dan orang-orang kafir berkata: “Al-Qur’an ini tidak lain hanyalah kebohongan yang diada-adakan oleh Muhammad dan dia dibantu oleh kaum yang lain”; maka sesungguhnya mereka telah berbuat suatu kezaliman dan dusta yang besar. (QS. Al-Furqoon [25]: 4)
وَمِنْهُمْ مَنْ يَسْتَمِعُ إِلَيْكَ وَجَعَلْنَا عَلَى قُلُوبِهِمْ أَكِنَّةً أَنْ يَفْقَهُوهُ وَفِي آَذَانِهِمْ وَقْرًا وَإِنْ يَرَوْا كُلَّ آَيَةٍ لَا يُؤْمِنُوا بِهَا حَتَّى إِذَا جَاءُوكَ يُجَادِلُونَكَ يَقُولُ الَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ هَذَا إِلَّا أَسَاطِيرُ الْأَوَّلِينَ
Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkanimu, padahal Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka memahaminya sumbatan di telinganya. Dan jikapun mereka melihat segala tanda, mereka tetap tidak mau beriman kepadanya. Sehingga apabila mereka datang kepadamu untuk membantahmu, orang-orang kafir itu berkata: “Al-Qur’an ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu.” (QS. Al-An-‘aam [6]: 25)
Kebencian kepada Al-Haq
Penistaan mereka terhadap Allah Ta’ala, Rasululluh Saw., para shohabah Ra., orang-orang beriman, serta Al-Qur’an selain karena faktor kesombongan juga karena rasa benci kepada Al-Haq, yakni kebenaran yang datang dari Allah Ta’ala dan terkandung di dalam Al-Qur’an, serta yang diserukan oleh Muhammad Saw.
أَمْ يَقُولُونَ بِهِ جِنَّةٌ بَلْ جَاءَهُمْ بِالْحَقِّ وَأَكْثَرُهُمْ لِلْحَقِّ كَارِهُونَ
Atau mereka berkata:”Padanya ada penyakit gila.” Sebenarnya dia telah membawa kebenaran kepada mereka, dan kebanyakan mereka benci kepada kebenaran itu. (QS. Al-Mu’minuun [23]: 70)
Mencari alasan agar dimaklumi
Ketika sikap dan kata-kata negatif mereka terbongkar dan diketahui publik orang-orang beriman yang membuat kaum Mukmin menanyakan kepada mereka dan mengecam mereka maka mereka membuat-buat alasan agar tindakan mereka dimaklumi dan mereka dimaafkan. Melalui ayat berikut ini Allah Ta’ala menginformasikan bahwa jika Nabi Muhammad Saw. dan kaum beriman – di masa hidup beliau Saw. hingga akhir zaman – menanyakannya pada mereka pasti mereka akan mengemukakan alasan yang mereka buat-buat untuk cuci tangan dan lari dari tanggung jawab. Dalam ayat berikut ini alasan yang mereka ajukan adalah sesungguhnya mereka tidak berniat atau tidak sungguh-sungguh mengolok-olok, mereka hanya ingin bersendau gurau dan bermain-main. Tapi justru jawaban ini yang membuat mereka lebih layak lagi untuk dikecam. .
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآَيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ
Dan jika kamu tanyakan kepada mereka, tentulah mereka akan manjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” (QS. At-Taubah [9]: 65)
Tidak usah minta maaf!
Allah Ta’ala dalam ayat di bawah telah melarang untuk meminta maaf bagi individu dari kalangan orang-orang beriman yang menista agama dan umat Islam.
لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ إِنْ نَعْفُ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ
Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kamu, niscaya Kami akan mengazab golongan disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa. (QS. At-Taubah [9]: 66)
Ayat di atas menerangkan bahwa jika ada seorang Mukmin yang telah berbuat nista tersebut tidak perlu meminta maaf kepada siapa pun, meskipun dia mengajukan alasan dan permintaan maaf tetaplah dia telah melakukan dosa besar, serta telah keluar dari agama Islam (murtad), yang berarti telah menjadi orang kafir. Allah Ta’ala akan mengampuninya jika dia bertobat, dan jika Allah Ta’ala berkehendak.
Ketentuan di atas berlaku bagi orang-orang yang beriman. Bagi mereka tidak terbuka pintu maaf tapi terbuka pintu taubat. Bagi mereka saja tidak perlu meminta maaf kepada siapapun, apatah lagi bagi orang-orang kafir. Bagi orang-orang kafir tidak ada pintu maaf dan pintu taubat. Kecuali bagi mereka yang masuk Islam dan bertaubat tentu terbuka pintu taubat.
Tinggalkan mereka!
Allah Ta’ala dalam ayat-ayat berikut ini memerintah kaum beriman – dengan cara apapun agar tidak terlibat – untuk tidak duduk bersama dengan (dengan kata lain meninggalkan) mereka yang membicarakan ayat-ayat Allah Ta’ala dengan maksud untuk mengolok-olok. Perintah Allah Ta’ala ini mesti ditaati orang-orang beriman agar mereka tidak serupa dengan orang-orang kafir dalam kekafiran dan dengan orang-orang munafik dalam kemunafikan, serta agar tidak dikumpulkan bersama orang-orang kafir dan munafik di neraka Jahanam.
وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ آَيَاتِ اللَّهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلَا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذًا مِثْلُهُمْ إِنَّ اللَّهَ جَامِعُ الْمُنَافِقِينَ وَالْكَافِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعًا
Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al-Qur’an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan, maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya, tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam, (QS. An-Nisaa’ [4]: 140)
وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي آَيَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ وَإِمَّا يُنْسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ فَلَا تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرَى مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaitan menjadikan kamu lupa, maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat. (QS. Al-An’aam [6]: 68)
Akibat yang mereka terima: azab di dunia dan akhirat
Ayat-ayat di bawah ini adalah peringatan bagi siapa saja yang tinggal di mana saja dan kapan saja termasuk kaum Muslim, kafir dan munafiq di zaman modern ini untuk tidak mengingkari dan memperolok-olok ayat-ayat Allah Ta’ala agar tidak mendapatkan azab Allah Ta’ala baik di dunia berupa kebinasaan dan kehinaan maupun di akhirat berupa siksaan di neraka, di mana mereka tidak akan dikeluarkan darinya dan sudah tidak ada lagi kesempatan untuk bertaubat.
ثُمَّ كَانَ عَاقِبَةَ الَّذِينَ أَسَاءُوا السُّوأَى أَنْ كَذَّبُوا بِآَيَاتِ اللَّهِ وَكَانُوا بِهَا يَسْتَهْزِئُونَ
Kemudian, akibat orang-orang yang mengerjakan kejahatan adalah yang lebih buruk, karena mereka mengingkari ayat-ayat Allah dan mereka selalu memperolok-oloknya. (QS. Ar-Ruum [30]: 10)
ذَلِكَ جَزَاؤُهُمْ جَهَنَّمُ بِمَا كَفَرُوا وَاتَّخَذُوا آَيَاتِي وَرُسُلِي هُزُوًا
Demikianlah balasan mereka itu neraka Jahannam, disebabkan kekafiran mereka dan disebabkan mereka menjadikan ayat-ayat-Ku dan rasul-rasul-Ku sebagai olok-olok. (QS. Al-Kahfi [18]: 106)
ذَلِكُمْ بِأَنَّكُمُ اتَّخَذْتُمْ آَيَاتِ اللَّهِ هُزُوًا وَغَرَّتْكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا فَالْيَوْمَ لَا يُخْرَجُونَ مِنْهَا وَلَا هُمْ يُسْتَعْتَبُونَ
Yang demikian itu, karena sesungguhnya kamu menjadikan ayat-ayat Allah sebagai olok-olokan dan kamu telah ditipu oleh kehidupan dunia, maka pada hari ini mereka tidak dikeluarkan dari neraka dan tidak pula mereka diberi kesempatan untuk bertaubat. (QS. Al-Jaatsiyah [45]: 35)
Jangan kalian jadikan mereka sebagai waly!
Ayat berikut menjelaskan larangan bagi orang-orang beriman untuk menjadikan orang-orang kafir dari golongan Ahlul Kitab dan selainnya yang mempermainkan dan mengolok-olok agama Islam sebagai waly. Kata waly yang mempunyai bentuk jamak awliya’ tidak sekadar memiliki arti teman akrab, pelindung dan penolong, tapi juga memiliki arti penguasa atau pemimpin.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi waly-mu, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir. Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman. (QS. Al-Maaidah [5]: 57)
Pelajaran
Terkait kasus-kasus penistaan terhadap agama dan umat Islam (terutama kepada para pewaris Nabi yakni para ulama) di zaman modern ini baik di Tanah Air maupun di dunia internasional yang dilakukan siapapun juga berdasarkan panduan ayat-ayat tersebut di atas maka dapatlah diambil beberapa pelajaran: Pertama, makar yang dilakukan kaum kafir dan munafik terhadap agama dan umat Islam sejatinya adalah makar Allah Ta’ala untuk membongkar kekafiran, kemunafikan, aib, kedok, serta rencana dan aksi jahat mereka untuk diperlihatkan kepada kaum beriman, serta mengakibatkan berlakunya azab bagi mereka di dunia dan akhirat. Kedua, makar yang mereka lakukan memberikan kesempatan bagi orang-orang beriman untuk membuktikan keimanan mereka dengan berjihad melakukan perlawanan dengan segala bentuknya dengan cara-cara yang bilhikmah. Ketiga, haram hukumnya bagi kaum Mukmin untuk terlibat dalam makar tersebut. Keempat, haram bagi orang-orang beriman untuk menjadikan para pelaku penistaan tersebut sebagai teman akrab, penolong, dan pelindung, apatah lagi sebagai penguasa atau pemimpin bagi mereka. Kelima, tidak perlu melakukan tabayyun dan bersikap tegas kepada mereka sebagaimana diterangkan di bawah ini.
Sikap tegas bagi penista agama dan umat Islam
Kaum Mukmin mesti bersikap tegas kepada siapa saja yang telah dengan jelas melecehkan agama dan umat Islam dengan tidak menggubris serta tidak memaafkan meskipun mereka mengajukan permintaan maaf dan alasan. Kaum Mukmin mesti bersikap tegas kepada mereka karena Allah Ta’ala telah menvonis orang Islam yang telah melakukan penistaan tersebut sebagai pelaku dosa besar dan telah menjadi kafir. Sikap tegas ini telah dicontohkan Rasulullah Saw. yang tidak menggubris dan tidak memaafkan seorang yang telah beriman dan yang telah menista Rasulullah Saw. dan para shohabah Ra. sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini:
Diriwayatkan dari lbnu Umar, Muhammad bin Ka’ab, Zaid bin Aslam dan Qatadah secara ringkas. Ketika dalam peristiwa perang Tabuk ada orang-orang yang berkata, “Belum pernah kami melihat seperti para ahli baca Al-Qur’an ini, orang yang lebih buncit perutnya, lebih dusta lisannya dan lebih pengecut dalam peperangan”. Maksudnya, menunjuk kepada Rasulullah Saw. Dan para sahabat yang ahli baca Al Qur’an. Maka berkatalah Auf bin Malik kepadanya: “Omong kosong yang kamu katakan. Bahkan kamu adalah munafik. Niscaya akan aku beritahukan kepada Rasulullah Saw. “. Lalu pergilah Auf kepada Rasulullah Saw. untuk memberitahukan hal tersebut kepada beliau. Tetapi sebelum ia sampai, telah turun wahyu Allah kepada beliau. Ketika orang itu datang kepada Rasulullah Saw., beliau telah beranjak dari tempatnya dan menaiki untanya. Maka berkatalah dia kepada Rasulullah: “Ya Rasulullah! Sebenarnya kami hanya bersenda-garau dan mengobrol sebagaimana obrolan orang-orang yang bepergian jauh untuk pengisi waktu saja dalam perjalanan kami”. Ibnu Umar berkata, “Sepertinya aku melihat dia berpegangan pada sabuk pelana unta Rasulullah Saw., sedangkan kedua kakinya tersandung-sandung batu sambil berkata: “Sebenarnya kami hanya bersenda-gurau dan bermain-main saja”. Lalu Rasulullah Saw. bersabda kepadanya: “Apakah terhadap Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”
Wallahu a’alam.
(*/arrahmah.com)