(Arrahmah.com) – Jika orang kafir bersikap Islamophobia, beraliansi dengan orang munafik untuk menghancurkan Islam, itu hal yang wajar. Tetapi jika orang Islam sendiri menghancurkan Islam, maka dampak buruknya jauh lebih berbahaya dari perang dan propaganda yang dilancarkan oleh orang kafir.
Kita sering menyaksikan kaum Muslimin melakukan suatu perbuatan, tanpa disadari bukannya meninggikan Islam, malah sebaliknya menghancurkan Islam. Musykilah seperti ini telah disinyalir dalam Al Qur’an:
“Ketika orang-orang yang tidak mau berhijrah ke Madinah menghadapi sakaratul maut, mereka didatangi para malaikat. Para malaikat bertanya kepada orang-orang itu: “Mengapa kalian tidak mau berhijrah?” Mereka menjawab: “Kami dahulu adalah orang-orang yang tertindas di negeri Makkah.” Para malaikat berkata: “Bukankah bumi Allah sangat luas, sehingga kalian dapat berhijrah ke tempat itu?” Tempat tinggal mereka di akhirat adalah Jahanam, tempat tinggal yang sangat buruk. (QS An-Nisaa’ (4) : 97)
Sababun nuzul ayat ini terkait dengan orang-orang Islam di Mekah yang tidak mau ikut berhijrah ke Madinah bersama Nabi Saw dan para sahabatnya; padahal mereka mampu melakukannya. Sikap penolakan ini dinyatakan Al Qur’an sebagai sikap menzhalimi diri sendiri.
Hijrah dari wilayah yang tidak memberi kebebasan untuk menjalankan agama ke tempat lain yang dapat menjamin keamanan dan ketenteraman menjalankan Islam, seperti tersebut dalam ayat ini termasuk kewajiban yang besar, sedang meninggalkannya adalah dosa besar dan haram dilakukan seorang Muslim.
Konteks ayat ini menyangkut sebagian kecil orang Islam yang menolak ikut berhijrah karena khawatir nasib keluarga dan bisnis mereka apabila ditinggal pergi ke Madinah. Mereka tidak yakin, segala kenikmatan yang dimiliki di Mekah akan diperoleh di tempat yang baru. Mereka yang lebih mementingkan sanak keluarga, bisnis, dan segala pertimbangan duniawi, daripada melaksanakan perintah Allah untuk berhijrah bersama Nabi Shallalahu alaihi wa sallam, termasuk orang yang menzhalimi dirinya sendiri, karena itu diancam masuk neraka.
Dalam kondisi umat Islam tertindas di Mekah, dimusuhi, disiksa bahkan diusir, ada orang Islam yang tidak mau berkorban di jalan Allah, dan memilih berteman dengan orang kafir Mekah demi keselamatan diri, keluarga, dan bisnisnya. Sikap seperti inilah, tanpa mereka sadari dampaknya akan menghancurkan Islam, dan memperlemah kekuatan umat Islam. Dan terbukti kelak, ketika umat Islam berperang dengan kafir Quraisy, mereka yang menolak ikut hijrah ini, dipaksa oleh orang-orang kafir ikut bersama mereka pergi ke perang Badar. Mereka ikut berperang dalam barisan orang kafir melawan sesama Muslim. Dan di antara mereka ada yang terbunuh dalam peperangan itu.
Sementara mereka yang masih hidup, malah menambah banyak jumlah orang kafir untuk melawan kaum muslimin. Sehingga mereka kehilangan kesempatan beramal shalih, tidak bisa berjihad bersama Rasul-Nya, dan tidak bisa membela Islam dan tidak juga membantu sesama muslim melawan musuh-musuh kafir. Dalam pandangan Islam, hal semacam itu adalah kerugian yang sangat besar.
Sikap orang Islam yang tidak mau berkorban untuk kepentingan Islam, dan lebih mengutamakan jabatan, kekuasaan, bisnis, dan kesejahteraan sanak saudaranya, terutama disaat orang-orang kafir menindas serta memarjinalkan orang Islam, itulah orang yang menzhalimi dirinya sendiri. Sekalipun sikap ini tidak menjerumuskannya ke tingkat kafir pada Islam, tapi nasib buruknya di akhirat sudah menanti, yaitu dimasukkan neraka jahannam. Ketika menghadapi sakaratul maut, ancaman neraka ini sudah dibisikkan oleh makaikat.
Muslim sontoloyo
Adanya orang Islam yang lebih mengutamakan keselamatan duniawi daripada agamanya, merasa berat meninggalkan kesibukan dunianya daripada memperjuangkan agama Allah, inilah mentalitas Muslim sontoloyo.
Di zaman kita sekarang, bukan sedikit orang Islam bermental sontoloyo. Mereka ingin beragama dengan enjoi, tidak dibebani kewajiban yang nereka rasa bikin hidup susah. “Beragama itu yang biasa-biasa saja, moderat, toleran, dan tidak radikal ataupun diskriminatif,” kata mereka. Ada juga di antara Muslim sontoloyo ini yang mengatakan, “Kita setuju dengan syariat Islam, tapi jangan dipaksakan.”
Oleh karena itu, larangan agama tidak digubris, nasib Islam juga tidak dipedulikan. Orang Islam yang menuntut berlakunya syariat Islam di lembaga negara dianggap radikal dan memaksakan kehendak. Lihatlah jutaan umat Islam yang tercatat sebagai PNS, Polisi, TNI, anggota DPR, MPR, DPD. Di antara mereka, memang ada yang rajin ikut pengajian, shalat berjamaah, bahkan mengikuti istighasah, semaan, zikir berjamaah. Jika dimintai infak untuk kemanusiaan mereka tak pelit keluarkan hartanya. Malah ada juga yang setiap saat pergi umrah, menyumbang untuk yatim piatu, pesantren tahfiz dllnya. Tapi hanya sebatas itu.
Apabila diajak lebih serius, berjuang supaya syariat Islam menjadi hukum positif di negeri yang penduduknya mayoritas beragama Islam ini, mereka menolak. Dan cepat-cepat mengatakan, negara kita bukan negara Islam. Tidak perlu formalitas, yang penting substansinya. Kita jangan memaksakan kehendak, karena rakyat Indonesia heterogen.
Seakan kewajiban melaksanakan dan memperjuangkan tegaknya hukum Allah hanya kewajiban orang atau ormas dan parpol tertentu saja. Mereka merasa cukup dengan “Islam yang biasa-biasa” saja. Melaksanakan hukum Allah di lembaga negara dianggap memaksakan kehendak. Tapi melaksanakan demokrasi, sekularisme dengan segala propaganda dan rekayasanya tidak dianggap memaksakan kehendak.
Seperti sikap sebagian Muslim di masa awal Islam yang menolak ikut hijrah ke Madinah. Seperti itu pula mentalitas sebagian besar orang Islam di zaman sekarang. Keberadaan mereka di birokrasi pemerintahan bukannya membantu perjuangan Islam di negeri yang berdasarkan Ketuhanan YME ini, sebaliknya menambah jumlah orang kafir yang menolak berlakunya syariat Islam. Padahal tidak ada dispensasi, setiap Muslim berkewajiban melaksanakan syariat Islam, seperti kewajiban hijrah dari Mekah ke Madinah di zaman NabiShallalahu alaihi wa sallam; kecuali untuk tiga kategori saja.
Firman Allah: ” Adapun kaum mukmin laki-laki, kaum mukmin perempuan dan anak-anak yang lemah, sehingga mereka tidak mampu dan tidak mengetahui jalan untuk pergi berhijrah, mudah-mudahan mereka itu diampuni oleh Allah. Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun kepada para hamba-Nya yang tertindas. (QS An-Nisaa’ (4) :98-99)
Hanya laki-laki, perempuan, dan anak-anak yang lemah saja yang diberi dispensasi (karena udzur syar’i). Sedangkan muslim lainya tetap berkewajiban menegakkan syariat Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat dan negara menurut kemampuannya.
Penolakan orang Islam, baik dia anggota ormas, orpol, birokrat, polisi, TNI, dosen, mahasiswa, terhadap berlakunya syariat Islam, merupakan perbuatan yang dapat menghancurkan serta memperlemah peran Islam untuk memperbaiki masyarakat dan negara. Akibat penolakan ini luar biasa dahsyatnya. Jumlah mayoritas secara kuantitas, tapi minirotas secara kualitas. Bobot dan pengaruhnya sangat kecil dalam menentukan arah negara ini. Jumlah mayoritas tapi selalu kalah suara dalam pilkada, pilgub, pilpres.
Akibat selanjutnya, untuk mencari pemimpin pemerintahan, atau kepala daerah dari kalangan orang Islam yang mau mengatasi problem masyarakat berlandaskan syariat Islam, susahnya bukan kepalang. Kita sering kecele, ketika dipilih jadi pemimpin pusat atau daerah, atau pejabat yang duduk di eksekutif, yudikatif, dan legislatif. Kita menyangka dia orang Islam yang shalih, ternyata dia agen zionis, antek syiah, atau orang yang berpaham komunis, liberal dan sekuler. Sehingga tidak heran, dari kalangan muslim sontoloyo ini tiba-tiba keluar ucapan, “Saya seorang pluralis, menolak berlakunya syariat Islam di lembaga negara. Saya seorang demokratis, tidak setuju syariat Islam menjadi hukum positif di negeri ini”.
Oleh karena itu, keberadaan Muslim sontoloyo di negeri ini, dampak bahayanya tidak kalah dahsyat dibanding orang kafir dalam menghancurkan Islam. Orang Islam menghancurkan Islam, disadari ataupun tidak, sungguh fenomena yang memilukan. Sekalipun sikap Muslim sontoloyo ini tidak sampai mengantarkanya ke tingkat murtad atau kafir, karena mereka masih mengaku mencintai Islam, melaksanakan amaliyah Islami, tapi di akhirat kelak mereka tetap diancam hukuman siksa neraka.
Pilih yang mana, menjadi Muslim sontoloyo atau Muslim yang taat pada Allah dan rasul-Nya, dan rela bekerjasama dalam membela Islam?
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Kaum mukmin laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka mengajak berbuat kebajikan, mencegah kemungkaran, melakukan shalat, mengeluarkan zakat, dan menaati Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu adalah orang-orang yang akan mendapat rahmat dari Allah. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa untuk menolong kaum mukmin lagi Mahabijaksana dalam memberikan pertolongan.” (QS At-Taubah (9) : 71)
Serial Kajian Malam Jum’at, 10 Maret 2016, di Masjid Raya Ar Rasul, Yogyakarta. Narsum: Al Ustadz Muhammad Thalib
Takmir Masjid Raya Ar-Rasul Irfan S Awwas
(*/arrahmah.com)