JAKARTA (Arrahmah.com) – Kecelakaan KRL commuter line menabrak truk tangki bermuatan BBM Senin kemarin, meninggalkan duka yang mendalam di sisi para korban meninggal dunia maupun luka. Hingga hari ini, 6 meninggal dunia dan 80 luka-luka.
Pada sisi lain ada yang sibuk mencari penyebab kecelakaan yakni polisi dan KNKT (Komisi Nasional Keselamatan Transportasi).
Karena peristiwa itu terjadi persis di pintu perlintasan kereta Pondok Betung, Jakarta Selatan, maka orang yang pertama dimintai kesaksian adalah petugas penjaga pintu perlintasan yakni Pamuji (48). Dia menjalani pemeriksaan intensif oleh penyidik dari Polsek Metro Pesanggrahan, Polres Metro Jakarta Selatan hingga penyidik dari Polda Metro Jaya Senin (9/12/2013).
Polisi hendak mengorek keterangan dari Pamuji soal bagaimana truk tangki milik Pertamina bisa ditabrak KRL jurusan Serpong – Tanah Abang di jalur perlintasan yang ia jaga.
Pamuji menegaskan dirinya sudah bertindak sesuai prosedur. Setelah KRL jurusan Serpong – Tanah Abang bernomor 1131 berangkat dari Stasiun Pondok Ranji, ia sebagai penjaga palang pintu kereta telah memberitahu dan menyalakan sirine perlintasan, diikuti dengan turunnya palang pintu.
Dia sempat berlari keluar pos penjagaannya saat menyaksikan truk tangki Pertamina “nyelonong” masuk ke perlintasan walaupun sirine penanda kereta lewat sudah dinyalakan. Ia makin panik ketika menyaksikan truk tanki bernomor Polisi B-9265-SEH berhenti di tengah jalur.
Dirinya juga langsung berlari menghampiri truk itu sembari mengibar-ngibarkan bendera merah dan mengarahkan truk untuk mundur.
Namun lantaran truk yang dikemudikan Chosimin (44) dan dikeneki Mudjiono (44) itu sudah masuk terlalu jauh dia pun meminta sang supir truk untuk terus melaju, ia arahkan bendera merah itu ke arah Tanah Kusir.
“Saya tidak tahu itu mesin mobil mati atau tidak, yang pasti mobil itu berhenti di tengah jalur. Lalu kereta datang,” katanya, lansir Tribunnews.
Dengan kecepatan sekitar 70 kilometer perjam ular besi yang sarat penumpang itu menghantam truk tersebut, hingga menyebabkan bahan bakar yang dibawa truk itu meledak dengan suara yang memekakan telinga.
Sulasmi (40), istri Pamuji saat ditemui di Mapolsek Metro Pesanggrahan, Senin (09/12/2013) mengatakan pemeriksaan oleh petugas Kepolisian bukan lah hal yang baru. Dia maklum profesi suaminya berkaitan dengan keselamatan nyawa orang.
Pada tahun 1997 lalu kecelakaan sempat terjadi di pintu perlintasan yang dijaga Pamuji. Seorang pengendara sepedamotor tewas setelah dihajar KRL yang melintas dengan kecepatan tinggi. Pamuji pun dianggap bertanggung jawab. Keluaga korban pun melaporkan Pamuji.
Sulasmi mengingat di persidangan suaminya itu dianggap bersalah. Ganjaran untuk Pamuji adalah hukuman penjara selama satu tahun di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta Timur.
“Pengendara sepedamotor itu menerobos palang pintu, tapi keluarganya (korban) tidak mau mengerti,” katanya.
Setelah menjalani hukuman penjara Pamuji pun kembali berdinas di PT.Kereta Api Indonesia sebagai penjaga pintu perlintasan. Hingga kini kata Lasmi suaminya itu masih berstatus Pegawai Negri Sipil (PNS).
Sekarang setelah sekitar 16 tahun berlalu, Pamuji kembali terpaksa berurusan dengan polisi. Kecelakaan di jalur yang ia jaga setidaknya telah menyebabkan lima orang meninggal, dan sekitar 60 orang lainnya terluka.
“Mudah-mudahan suami saya tidak bersalah,” tutur Sulasmi.
Pamuji dan banyak orang sepertinya yang bertugas sebagai penjaga pintu perlintasan kereta, orang kecil bergaji pas-pasan, sering disalahkan saat ada kasus kecelakaan kereta di area kerjanya. (azm/arrahmah.com)