JAKARTA (Arrahmah.com) – Dalam konferensi pers usai acara dialog nasional bertema, “Bekerja dan bekerjasama untuk Islam dalam rangka memenangkan kepemimpinan Nasional 2014,” di Tebet Jakarta Selatan Rabu (11/12/2013), Ustadz Bachtiar Nasir mengatakan masih ada kemungkinann titik temu antara kelompok umat Islam pelaku demokrasi dengan anti demokrasi.
Hal ini diungkapkannya saat menjawab pertanyaan wartawan tentang kelompok umat Islam yang anti demokrasi, karena berpandangan bahwa demokrasi syirik akbar, apakah mereka diikutsertakan seperti dalam frame tema dialog nasional, dalam konsep bekerja dan bekerjasama ini? Atau malah ditinggalkan? Karena arus anti demokrasi dari kaum Muslimin ini cukup kuat dan banyak.
Ustadz Bachtiar Nasir (UBN) menjawab dengan berkisah bahwa MIUMI mengaku telah mengumpulkan beberapa ormas Islam yang anti demokrasi seperti Jama’ah Anshorut Tauhid, Hibut Tahrir dan Majelis Mujahidin. Mereka telah berkumpul di MIUMI, yang mereka berpendapat bahwa demokrasi syirik akbar.
UBN menceritakan bahwa saat itu kelompok Islam yang anti demokrasi pada kesimpulan bahwa
“Ya sudah kalau kami (anti demokrasi red), dari kelompok kami yang melakukan itu berarti syirik, tetapi kalau yang melakukan itu di luar kami, kata mereka disebut juhhal, tidak tahu soal demokrasi tidak apa-apa,” ulas UBN.
“Tentu kita menghargai pendapat mereka, karena yang kita lihat dari demokrasi adalah pembahasan kosa kata,” tambah UBN. Sementara yang terjadi di lapangan adalah, tuturnya, tidak sesederhana seperti itu.
Dia juga memaparkan betapa penting ada perwakilan umat Islam di DPR. Dia mengisahkansaat umat Islam hendak berdemo atau ada hal yang dibahas untuk rapat dengar pendapat menyangkut isu umat Islam maka yang dihubungi adalah perwakilan umat Islam di DPR.
“Kita sama-sama tahu di parlemen butuh orang juga. Kita kalau mau demo mau telepon siapa? Hubungi mas Teguh (Teguh Juwarno anggota DPR Fraksi PAN yang saat konpers tampil di depan red), hubungi PKS,” kata UBN.
Lantas UBN yang coba mempersatukan antara kelompok umat Islam ini, menyimpulkan “Kita punya sikap masing-masing, namun kita mempunyai pertemuan yang sama,” katanya.
Lantas dia bertanya sendiri, “Di mana letak pertemuannya?”
“Beri kesempatan kepada yang berjuang di parlemen,” kata UBN
Pasca meminta pendapat dari kelompok umat Islam anti demokrasi dan dan konsolidasi MIUMI, UBN mengatakan,
“Yang di parlemen biarkan bekerja dengan tenang, kita yang di luar juga harus bekerja lebih baik dari yang di parlemen, tapi insya Allah pasti ketemunya sama deh,” ucap UBN.
Demikian pemaparan UBN dalam konferensi pers, tanpa menjelaskan lebih rinci titik pertemuan antara kelompok Islam anti demokrasi dengan pelaku demokrasi.
Air dan minyak
Dalam pentas dakwah Islam Indonesia Ustadz Bachtiar Nasir telah mendedikasikan dirinya untuk dakwah Islam melalui pengajaran pemahaman Al Qur’an pada beberapa lembaga yang dipimpinya. Jika dilihat lembaga-lembaga itu bersifat pendidikan dan keilmuan.
MIUMI (Majelis Intelektual Ulama Muda Indonesia) dan Arrahman Quranic Learning beberapa diantaranya. Dalam rilis AQL disebutkan, “Lembaga dakwah Islam yang dimotori Ustadz Bachriar Nasir, Lc, MM ini, kini telah memiliki jamaah mencapai 10.000 orang , yang tersebar di Jabodetabek, Pulau Jawa, Bali, Sumbawa, Makassar dan Batam.”
Sebuah potensi yang signifikan untuk menggerakkan umat. Plus sekarang ditambah, mengambil sikap seperti jembatan. Resiko yang ditempuhnya sudah diukur tentunya, layaknya jembatan yang mengubungkan dua kampung yang di sekat oleh sungai, dia mulia hanya di injak-injak oleh banyak orang. Semoga siap.
Pengkiyasan yang bisa salah bisa benar, dalam dunia eksakta selamanya minyak tak akan tercampur dengan air. Layaknya peribahasa berminyak air. Namun minyak dan air akan bercampur dengan adanya katalisator atau zat penghubung keduanya, yakni busa atau sabun. Zat yang ada pada sabun itu menjadi jembatan untuk leburnya partikel minyak dan air.
Bicara mungkin atau tidak mungkin, tidak ada yang tidak mungkin terjadi di dunia ini jika Allah Ta’ala kehendaki. Hanya tinggal mau atau tidak mau kelompok Islam anti demokrasi dengan pelaku demokrasi bersatu dengan perbedaan yang cukup tajam itu. (azm/arrahmah.com)