KABUL (Arrahmah.id) — Ahmad Massoud, anak laki-laki pemimpin gerakan perlawanan anti-Taliban, memberi peringatan keras bagi dunia soal kondisi Afghanistan saat ini.
“Taliban saat ini adalah ancaman yang jauh lebih besar untuk dunia ketimbang pada saat 2001,” kata pemimpin berusia 33 tahun yang telah mengikuti jejak sang ayah itu sebagaimana dilansir BBC (15/7/2022).
Ayahnya adalah komandan veteran, Ahmad Shah Massoud, yang dikenal sebagai ‘Singa Panjshir’. Panjshir adalah nama provinsi di utara Kabul di mana keluarganya berasal.
Ahmad Shah Massoud, tewas dalam operasi oleh al-Qaeda dua hari sebelum kelompok ini melancarkan serangan 9/11 di Amerika Serikat pada 2001.
Peristiwa ini terjadi pada periode kekuasaan Taliban yang lalu, ketika kelompok militan di Afghanistan ini memperbolehkan kelompok-kelompok militan lain tinggal di wilayahnya.
Sekarang, putra Sang Singa Panjshir khawatir bahwa sejarah sedang berulang.
Ahmad Massoud berkata, negaranya sekali lagi telah menjadi tempat yang aman bagi belasan kelompok militan, termasuk Islamic State (ISIS) dan Al-Qaeda, yang menginginkan agar ideologi mereka mendunia.
Pemerintahan Afghanistan yang didukung Barat runtuh pada Agustus tahun lalu, disusul dengan penarikan pasukan bersenjata dari luar negeri.
Taliban mengambil alih kembali kekuasaan setelah lebih dari 20 tahun berperang melawan pemberontakan yang menentang mereka.
Dalam wawancara eksklusif dengan BBC, Ahmad Massoud memperingatkan dunia agar tak mengabaikan Afghanistan, dan berkata bahwa negaranya membutuhkan perhatian yang mendesak dan stabilitas politik.
Dia juga mengatakan kelompok-kelompok militan akan memanfaat kekacauan ini untuk menargetkan kepentingan-kepentingan asing.
Mendiang ayahnya, Ahmad Shah Massoud, memberikan peringatan serupa beberapa hari sebelum tragedi 9/11 terjadi. Menurut Ahmad Massoud, peringatan dari ayahnya tidak diindahkan dan sejak itu dunia harus hidup dengan konsekuensinya.
Situasi di Afghanistan sekarang, kata dia, jauh lebih buruk dibandingkan dengan di masa ayahnya.
“Saya sangat berharap dunia dan terutama Eropa memahami betapa seriusnya ancaman dari Afghanistan dan dapat menengahi dengan cara-cara yang berarti, untuk membantu membentuk pemerintahan yang akuntabel dan sah di Afghanistan,” ujarnya.
Ahmad Massoud menjalani setahun pelatihan di Royal Military Academy Sandhurst, tempat di mana Inggris melatih pasukan bersenjatanya. Dia kemudian menamatkan gelar studi peperangan di King’s College London.
Pemimpin muda ini berkata krisis di negaranya harus diselesaikan melalui negosiasi politik, alih-alih perang. Meski begitu, dia melanjutkan, Taliban tidak memberinya pilihan lain kecuali untuk memberontak dan bertarung dengan apa yang dia sebut sebagai “kejahatan terhadap kemanusiaan” oleh Taliban.
Dengan bangkitnya kembali kekuasaan Taliban pada Agustus tahun lalu, Ahmad Massoud kembali ke kampung halamannya di Panjshir dan membentuk Front Perlawanan Nasional.
Massoud kini mengepalai lebih dari 3.000 orang bersenjata. Selama sebelas tahun terakhir, pasukannya telah bertarung melawan Taliban, terutama di lembah-lembah dan pegunungan Panjshir dan di Distrik Andarab yang strategis di Provinsi Baghlan.
Tak seperti perjuangan ayahnya melawan Taliban di akhir 1990-an, tidak ada negara yang sejauh ini secara terbuka memberikan dukungan kepada pasukan Ahmad Massoud yang melawan Taliban.
Bulan lalu, pemerintah Inggris mengeluarkan pernyataan yang berkata, “Inggris tidak mendukung siapa pun, termasuk warga negara Afghan yang berusaha untuk mendapatkan perubahan politik melalui kekerasan, atau aktivitas lain yang memicu kekerasan untuk kepentingan politik, di Afghanistan.” (hanoum/arrahmah.id)