SURIAH (Arrahmah.com) – Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) pada Jum’at (1/3/2019) mengatakan bahwa mereka telah menemukan “bukti yang akurat” bahwa klorin telah digunakan sebagai senjata di distrik Douma, Ghouta Timur, Suriah pada tahun 2018.
Misi Pencari Fakta (FFM) dari OPCW mengeluarkan laporan terakhir tentang investigasi mengenai “insiden dugaan penggunaan bahan kimia beracun sebagai senjata” pada April tahun lalu.
“FFM telah melakukan kunjungan ke lokasi kejadian untuk mengumpulkan sampel lingkungan, melakukan wawancara saksi dan mengumpulkan data untuk membuktikan dugaan tersebut,” kata OPCW dalam laporan tersebut, sebagaimana dilansir Anadolu Agency.
FFM juga menganalisis sejumlah data yang mereka dapatkan termasuk kesaksian dari saksi mata, hasil analisis sampel lingkungan dan biomedis, analisis toksikologis dan balistik serta informasi digital tambahan dari para saksi, ungkap laporan itu.
“Mengenai dugaan penggunaan bahan kimia beracun sebagai senjata di Douma, evaluasi dan analisis semua informasi yang dikumpulkan oleh FFM sebagaimana disebutkan di atas memberikan alasan yang masuk akal bahwa bahan kimia beracun tersebut telah digunakan sebagai senjata pada 7 April 2018,” kata OPCW.
Laporan tersebut telah dibagikan kepada Negara-negara yang Berwenang dalam Konvensi Senjata Kimia, yang akan segera menerima pengarahan di markas besar OPCW di Den Haag.
Laporan tersebut juga ditransmisikan ke Dewan Keamanan PBB melalui Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres.
Pada Juli 2018, FFM mengeluarkan laporan sementara tentang penyelidikan terkait tuduhan di Douma.
“FFM sebelumnya telah menentukan bahwa penggunaan klorin, belerang dan sarin sebagai senjata kimia telah terjadi dalam peperangan di Suriah.”
OPCW adalah sebuah badan pelaksana untuk Konvensi Senjata Kimia, dengan anggota sebanyak 193 negara. Badan tersebut bertugas untuk mengawasi dan mencegah penggunaan senjata kimia berbahaya secara global.
Perang di Suriah sudah mulai berkecamuk pada awal 2011, ketika rezim Assad merespon para demonstran dengan kekerasan dan kekejaman.
Sejak saat itu, ratusan ribu orang diyakini telah terbunuh dan jutaan lainnya kehilangan tempat tinggal akibat konflik. (Rafa/arrahmah.com)