KASHMIR (Arrahmah.com) – Organisasi Kerjasama Islam (OKI) menolak undang-undang baru yang diperkenalkan oleh pemerintah India di Jammu dan Kashmir, dengan mengatakan bahwa undang-undang tersebut dapat mengubah demografi wilayah mayoritas Muslim.
Dalam sebuah pernyataan, yang dikeluarkan Sabtu (4/4/2020) malam dari kantor pusatnya di Jeddah, badan Muslim itu menyatakan keprihatinannya yang mendalam atas adopsi Jammu dan Kashmir Reorganisasi Orde 2020.
“Pengenalan undang-undang baru yang mengatur domisili ini semakin memperumit situasi yang sudah memanas di wilayah yang disengketakan sejak pemindahan sepihak pada 5 Agustus 2019 dari status khusus yang diberikan kepadanya berdasarkan Konstitusi,” kata pernyataan itu.
Undang-undang baru dapat mengubah struktur demografis Jammu dan Kashmir, yang merupakan wilayah yang disengketakan sebagaimana diakui oleh resolusi yang relevan dari Dewan Keamanan PBB, tambah OKI.
Di bawah undang-undang baru, yang diperkenalkan oleh pemerintah India, mereka yang telah tinggal selama 15 tahun di wilayah yang disengketakan berhak untuk menjadi penduduk tetap.
Perkembangan ini mengikuti penghapusan status khusus yang sebelumnya dimiliki oleh Jammu dan kashmir, yang menjadi kawasan yang disengketakan, di New Delhi pada Agustus lalu.
Kashmir, yang berada di wilayah pegunungan Himalaya, dikuasai oleh India dan Pakistan sebagian dan diklaim oleh keduanya secara penuh. Ada bagian kecil Kashmir yang juga dikuasai oleh Cina.
Sejak mereka dipartisi pada tahun 1947, kedua negara telah berperang sebanyak tiga kali yaitu, pada tahun 1948, 1965, dan 1971, dua di antaranya terjadi di Kashmir.
Juga, di gletser Siachen di Kashmir utara, pasukan India dan Pakistan telah berperang sesekali sejak 1984. Gencatan senjata mulai berlaku pada tahun 2003.
Beberapa kelompok Kashmir di Jammu dan Kashmir telah berperang melawan pemerintah India untuk kemerdekaan, atau untuk penyatuan dengan negara tetangga Pakistan.
Menurut beberapa organisasi hak asasi manusia, ribuan orang dilaporkan telah tewas dalam konflik di wilayah tersebut sejak 1989. (rafa/arrahmah.com)