TEL AVIV (Arrahmah.id) – Sebuah gerakan sayap kiri ‘Israel’ pada Rabu (29/5/2024) melaporkan peningkatan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam jumlah warga ‘Israel’ yang menolak untuk bertugas di militer di tengah perang yang sedang berlangsung di Jalur Gaza, Anadolu Agency melaporkan.
Militer ‘Israel’ menjatuhkan hukuman penjara bagi mereka yang menolak wajib militer.
Grup Yesh Gvul membagikan pernyataan di X yang menampilkan kesaksian Sophia Or, salah satu warga ‘Israel’ yang menolak wajib militer.
“Saya siap untuk terus menanggung konsekuensinya dan dipenjarakan jika hal tersebut dapat mencegah terjadinya dehumanisasi secara diam-diam. Saya harus membaca, bahkan dari penjara: mereka adalah manusia! (Palestina),” kata Or yang pernah menjalani hukuman penjara karena menolak wajib militer.
“Ada perbedaan besar antara tentara yang menjalankan misi yang dibenarkan… dan tentara (militer ‘Israel’) yang seluruh aktivitasnya penuh dengan ketidakadilan,” tambahnya.
Didirikan pada 1982, Yesh Gvul adalah gerakan politik yang mendukung refusenik.
Angka yang meningkat
Menurut situs berita ‘Israel’, Zman Yisrael, gerakan tersebut melaporkan peningkatan signifikan dalam jumlah warga sayap kiri ‘Israel’ yang menolak mendaftar wajib militer sebagai protes atas kebijakan pemerintah terhadap warga Palestina.
Yishai Menuchin, juru bicara kelompok tersebut, mengatakan mereka membantu sekitar 40 tentara yang menolak untuk mendaftar di cadangan.
Secara keseluruhan, Yesh Gvul menerima sekitar 100 permintaan bantuan dari individu yang menolak dinas militer.
Kelompok sayap kiri lainnya, Mesarvot, mencatat peningkatan tajam dalam jumlah tentara cadangan yang mencari bantuan, Zman Yisrael melaporkan.
David Zonshein, pendiri gerakan Courage to Refuse, mengatakan bahwa ia menerima permintaan bantuan dari puluhan penolak selama perang Gaza saat ini, terutama dalam beberapa bulan terakhir, yang jumlahnya jauh lebih banyak dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Pada bulan-bulan awal perang, tingginya jumlah wajib militer, sekitar 300.000 orang, menyebabkan peningkatan penolakan, kata situs berita tersebut.
Namun, karena skala pendaftaran cadangan menurun secara signifikan dalam beberapa bulan terakhir, jumlah penolak terus bertambah.
Situs web tersebut mencatat bahwa peningkatan ini disebabkan oleh kompleksitas perang, kejahatan perang, meningkatnya protes terhadap perilaku pemerintah, dan penolakan yang disebabkan oleh ideologi dan kelelahan.
Pada akhir April, sekitar 30 tentara cadangan dari Brigade Pasukan Terjun Payung, yang dipanggil untuk bertugas di Rafah, mengumumkan penolakan mereka untuk bertugas, tambahnya.
Belum ada komentar dari tentara ‘Israel’ mengenai laporan tersebut. (zarahamala/arrahmah.id)