DAMASKUS (Arrahmah.id) — Pemimpin kelompok perlawanan Suriah Hai’ah Tahrir Syam (HTS), Abu Muhammad al-Jaulani menolak tuduhan ekstremis Iran yang menyamakan HTS dengan Taliban atau Imarah Islam Afghanistan (IIA). Al Jaulani menjelaskan Suriah memiliki mentalitas yang berbeda dengan IIA.
Dilansir The Telegraph (19/12/2024), dia percaya bahwa perempuan harus mendapatkan pendidikan perempuan. Berbeda dengan pandangan IIA yang membatasi akses perempuan Afghanistan untuk memperoleh pendidikan.
“Saya percaya pada pendidikan perempuan,” kata Jaulani saat diwawancara BBC (18/12), “Suriah adalah masyarakat yang beragam dengan gagasan yang beragam, tidak seperti Afghanistan yang lebih bersifat kesukuan. Model Afghanistan tidak dapat diterapkan di sini.”
Ia juga meminta Amerika Serikat (AS) dan sejumlah negara Barat untuk menghapus HTS dari daftar teroris karena tidak menimbulkan ancaman bahaya terhadap negara mereka.
“Kami tidak menargetkan warga sipil atau wilayah sipil,” katanya dalam wawancara dengan BBC (18/12).
Dengan sikap yang santai dan mengenakan baju sipil, Al Jaulani berusaha meyakinkan semua orang yang percaya bahwa HTS belum lepas dari masa lalu yang disebut ekstremis.
Sebelumnya, HTS berhasil menggulingkan kekuasaan Presiden Suriah Bashar al-Assad pada 8 Desember 2024 setelah merebut kota Aleppo, Hama, Homs, hingga Damaskus.
Menurut al-Jaulani, HTS adalah korban kekejaman rezim Assad yang berkuasa sejak tahun 2000.
“Para korban tidak boleh diperlakukan sama seperti para penindas,” ujarnya.
Dalam wawancara itu, al-Jaulani juga menyerukan kepada pemerintah AS dan negara-negara Barat agar mencabut sanksi yang diterapkan terhadap Suriah yang berlaku selama kekuasaan rezim Assad.
Pada tahun 2012, al-Jaulani dikirim oleh Abu Bakar al Baghdadi, pemimpin ISIS, untuk masuk ke medan jihad Suriah dari Irak dengan menggunakan nama Jabhah Nusrah. Namun kemudian, dia dan Jabhah Nusrah menyatakan keluar dan berbaiat pada Al Qaeda pusat 2 tahun kemudian.
Pada tahun 2016, al-Jaulani mengumumkan Jabhah Nusrah memutus hubungan dengan al Qaeda dan berafiliasi dengan sejumlah kelompok perlawanan Suriah membentuk Jabhah Fatah al Syam. Tak lama, afiliasi itu pecah dan al Jaulani kemudian membentuk HTS pada tahun 2017.
Karena rekam jejaknya yang berhubungan dengan ISIS dan al-Qaeda, HTS sempat dimasukkan dalam daftar teroris oleh AS dan negara-negara Barat.
Namun, baru-baru ini setelah HTS menggulingkan rezim Assad, AS, Inggris, dan Rusia mempertimbangkan untuk menghapus HTS dari daftar teroris. (hanoum/arrahmah.id)