WASHINGTON (Arrahmah.com) – Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, pada hari Kamis (18/8/2011) menyerukan Presiden Suriah, Bashar al-Assad, untuk menghentikan tindakan brutal dari pasukan Suriah untuk menumpas demonstrasi terhadap 41 tahun pemerintahan keluarga Assad.
“Demi rakyat Suriah, saatnya telah tiba bagi Presiden Assad untuk menyingkir,” kata Obama sebagai pengantar dalam pidato pengumuman pemberian sanksi untuk membekukan semua aset pemerintah Suriah di bawah yurisdiksi AS, termasuk menghentikan semua transaksi antara AS dengan pemerintah Assad.
Langkah ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan tekanan pada Assad, yang telah menggunakan militer dan pasukan keamanan untuk menyerang para demonstran yang berusaha mengakhiri empat dekade pemerintahan otoriter Assad dan mendiang ayahnya, Hafez al-Assad.
Sementara Amerika Serikat sebelumnya telah menyerukan Assad untuk memulai reformasi demokratis. Namun pernyataan Obama ini menandai seruan eksplisit pertamanya agar Assad pergi dari kekuasaan. Hal ini pun mencerminkan kesimpulan AS bahwa Assad tidak mampu melakukan reformasi.
Seruan dan sanksi yang ditetapkan AS diikuti oleh langkah serupa dari Inggris, Perancis, dan Jerman – tiga kekuatan Uni Eropa terkemuka. Ketiga negara itu juga menyerukan Assad untuk menyingkir.
AS memberlakukan pelarangan impor minyak bumi atau produk petroleum Suriah – yang merupakan sebagian kecil dari plot impor minyak AS – dan melarang warga negara AS melakukan investasi di Suriah.
Amerika Serikat telah memberlakukan beberapa putaran sanksi terhadap Assad dan para pejabat Suriah serta lembaga keuangan Suriah, tetapi sanksi-sanksi ini diyakini tidak memberikan dampak (ekonomi dan politik) yang signifikan bagi AS.
Amerika Serikat telah lama menuduh Suriah menjadi negara sponsor terorisme, ikut campur dalam urusan Lebanon, mendukung ‘militan’ Palestina, dan melakukan kekerasan terhadap pasukan AS di Irak. (althaf/arrahmah.com)