UGANDA (Arrahmah.com) – Sementara Amerika mati-matian berperang di Irak dan Afghanistan, melakukan ‘perang upah rahasia’ di Pakistan, melakukan serangan di Yaman dan Somalia, membombardir Libya, dan mencari posisi untuk konfrontasi yang lebih luas dengan Iran dan Suriah, ternyata Obama sang penerima Hadiah Nobel Perdamaian Laurette diam-diam, tanpa banyak gembar-gembor telah mengirimkan 100 pasukan salibis AS untuk ‘membantu’ Presiden Uganda Yoweri menghadapi serangan perlawanan Museveni yang mengancam kediktatoran yang telah berjalan selama 25 tahun itu.
Seperti yang terjadi dalam intervensi AS di Libya, AS mengirimkan pasukan untuk menghancurkan ‘pemberontak’ Uganda yang pada dasarnya telah terdaftar sebagai organisasi ‘teroris asing’ oleh Departemen Luar Negeri AS.
Alih-alih menyeret kepala negara Uganda ke Pengadilan Pidana Internasional karena membuat kejahatan kemanusiaan, seperti yang dilakukan dengan Qaddafi di Libya, justru yang menjadi sasaran AS adalah pemimpin ‘pemberontak’ Uganda, Joseph Kony.
Para ‘pemberontak’ Uganda, yang dikenal sebagai Tentara Perlawanan Allah (LRA), yang dituduh melakukan tindak kekejaman keji terhadap musuh-musuh mereka dan penduduk sipil dalam beberapa dekade selama konflik panjang mereka.
Padahal Presiden Uganda Yoweri Museveni baru-baru ini memimpin pembunuhan massal dan pemindahan 20.000 dari rakyatnya sendiri demi perusahaan Inggris yang berusaha untuk membangun perkebunan pohon di lahan mereka.
Bantuan militer AS dan Inggris dan transaksi bisnis dengan pemerintah Uganda telah menjadi rahasia umum di seluruh masa pemerintahan Museveni sebagai presiden.
Setidaknya keputusan Obama mengirim pasukan pada dasarnya merupakan aksi bunuh diri ekonomi dan pasukannya secara sia-sia yang akan memunculkan kekalahan demi kekalahan seperti yang terjadi dalam peperangan melawan para Mujahidien. (rasularasy/arrahmah.com)