WASHINGTON (Arrahmah.com) – Administrasi Obama menutup akses bagi para jurnalis untuk melakukan peliputan mengenai fasilitas penahanan Guantanamo meskipun sebelumnya ia telah menjanjikan adanya transparansi mengenai penjara yang terkenal karena kekejiannya itu.
Para wartawan, yang sebelumnya diperbolehkan untuk ‘mengintip’ ke dalam penjara saat ada persidangan militer tertutup terhadap para tahanan di sana, tidak lagi diberi otorisasi semacam itu, FOXNews melaporkan pada hari Senin (28/9).
Berargumen mengenai keputusan tersebut, juru bicara Departemen Pertahanan Bryan Whitman mengatakan “Pengalaman selama ini telah membuat saya percaya bahwa hal itu yang adalah cara terbaik yang bisa dilakukan.”
“… keputusan tersebut, berdasarkan pertimbangan berbagai pihak, dari Washington dan Departemen Pertahanan.” Hal ini dilansir dalam jarangan Catherine Herridge.
“… tentu saja itu tidak konsisten dengan transparansi yang telah dinyatakan pemerintah di awal,” ia menambahkan.
Di bawah bendera perang melawan teror, mantan presiden George W. Bush mendirikan fasilitas penahanan di pangkalan angkatan laut AS di Kuba tidak lama setelah insiden 11 September 2001. Sejak itu, penjara tersebut mulai diketahui masyarakat publik internasional karena melakukan penyiksaan pada saat proses interogasi tentang dugaan teror tersangka.
Bahkan Gedung Putih saat ini menunda persidangan militer di Guantanamo, menghilangkan satu-satunya kesempatan wartawan untuk mengakses penjara.
Tak lama setelah pelantikan pada bulan Januari, Obama menandatangani perintah resmi untuk menutup Guantanamo dalam satu tahun, menggambarkan hal itu sebagai sebuah awal yang mengharukan sepanjang dalam sejarah Amerika.
Namun baru-baru ini Gedung Putih dilaporkan memutuskan melawan penutupan, dan mengklaim bahwa Guantanamo memiliki payung hukum yang cukup legal.
Ada lebih dari 220 narapidana yang saat ini ditahan di Guantanamo, yang merupakan salah satu dari sekian banyak tempat penyiksaan kafir Amerika dan diperuntukkan bagi kaum muslim dengan dalih dan tuduhan terkait dengan ‘terorisme’. Tidak sedikit di antara mereka yang harus tetap mendekam di penjara tanpa memiliki kesalahan apa-apa dan tidak diperbolehkan untuk mengambil penasihat hukum. (althaf/prtv/arrahmah.com)