WASHINGTON (Arrahmah.com) – Pengamat dan sumber mengatakan kombinasi antara pengalaman kerja di lapangan bersama CIA dengan pertimbangan politik berada di balik pertimbangan Presiden Barack Obama terhadap pencalonan Jenderal David Petraeus menjadi direktur berikutnya dari Central Intelligency Agency (CIA).
Petraeus, jenderal bintang empat berusia 58 tahun yang telah memerintahkan pasukan internasional di Afghanistan, merupakan generasi baru pemimpin militer “berpengalaman” dalam strategi “kontra-pemberontakan” yang bergantung pada koordinasi dan kerjasama dengan CIA, ujar pengamat.
Pengalamannya dan kontak yang kuat di tempat “kebijakan asing” untuk administrasi Obama-Irak, Afghanistan dan Pakistan-memberikan nilai strategis bagi pemimpin operasi CIA di lapangan di negara-negara yang terjajah tersebut.
Obama merombak tim keamanan nasional
“Dia memiliki pemahaman yang unik tentang peran penting CIA-apa yang mereka lakukan dan bagaimana mereka melakukannya,” ujar Frances Townsend, analisis keamanan CNN yang merupakan seorang penasehat keamanan dalam negeri untuk Presiden George W. Bush. “Saya pikir dia punya pemahaman yang baik tentang bagaimana mereka bekerja dan nilai mereka kepada misi militer.”
Bruce Riedel, mantan pejabat CIA yang kini ditempatkan di Institusi Brookings, Saban Center untuk Pusat Kebijakan Timur Tengah menyebut nominasi Petraeus adalah langkah yang baik untuk administrasi dan CIA.
Sebelumnya, Obama telah menunjuk Leon Panetta yang kini menjabat sebagai Direktur CIA untuk menggantikan posisi Robert Gates sebagai Menteri Pertahanan AS. Robert Gates harus hengkang dari posisinya sebagai Menteri Pertahanan AS karena ia memasuki masa pensiunnya setelah selama 5 tahun bertugas di Pentagon.
Seperti disampaikan pejabat pemerintahan AS dan dilansir AFP, Kamis (28/4/2011), Panetta yang merupakan mantan anggota Kongres AS dari wilayah California dan juga bekas Kepala Staf Gedung Putih ini, dinilai akan membawa pengalamannya baik di dalam maupun di luar Washington dalam menjalani pekerjaan barunya.
Salah seorang pejabat AS bahkan menyebut Panetta didukung oleh sebagian besar anggota Senat AS.
Pejabat tersebut juga mengakui bahwa sebenarnya Panetta enggan meninggalkan CIA. Namun akhirnya Panetta memutuskan untuk menerima panggilan Obama tersebut.
“Leon sangat menikmati menjadi Kepala CIA dan itu terlihat pada dirinya. Ini menjadi keputusan sulit baginya untuk meninggalkan CIA,” tutur pejabat tersebut.
Panetta yang berumur 72 tahun ini akan menjadi Menteri Pertahanan pertama yang berasal dari kubu Partai Demokrat. Saat menjabat kelak, Panetta diharap mampu mewujudkan permintaan Obama soal pemotongan anggaran pertahanan sebesar US$ 400 miliar menyusul defisit besar yang diderita AS.
Obama mulai kebingungan mencari cara untuk mencari strategi jitu menghadapi perlawanan Mujahidin di Afghanistan juga di Pakistan. Berbagai cara sudah dilakukan, mulai dari mengganti komandan militer di Afghanistan hingga membuat strategi yang mereka harapkan bisa meraih “hati dan pikiran” rakyat Afghan.
Tapi semua itu tidak menghasilkan apa-apa melainkan kekalahan dan kerugian besar yang mereka alami. Anggaran negara terus dirampok untuk memenuhi kebutuhan perang, sedang Amerika kini dalam kondisi krisis ekonomi, pengangguran meningkat pesat dan jumlah kemiskinan juga terus melonjak.
Lalu, apakah perombakan tim keamanan ini akan menghasilkan apa yang diharapkan Obama? Dapat keluar dari Afghanistan dengan “kemenangan” seperti yang mereka inginkan, bukan rasa malu karena dikalahkan oleh orang-orang yang berasal dari gua, yang tidak menggunakan senjata secanggih senjata-senjata yang digunakan tentara internasional yang bercokol di Afghanistan. (haninmazaya/arrahmah.com)