RIYADH (Arrahmah.com) – Kewajiban kepada Allah memang di atas segala-galanya. Seperti itulah hal sederhana yang telah ditunjukkan oleh raja baru Arab Saudi, Raja Salman bin Abdul Aziz. Beliau dikabarkan menghentikan sejenak penyambutan “tamu” negara ketika waktu sholat ashar telah tiba. Sang tamu yang kafir itu dibuat melongok karena ditinggal oleh tuan rumahnya, sebagaimana dilansir Risalah pada Rabu (28/1/2015).
Meski tamu tersebut adalah negara yang dianggap terkuat di masa kini dari segi militer dan ekonomi. Toh tak ada secuilpun kehebatan itu di mata Allah. Demikian opini dominan pada banyak media Islam. Namun, beberapa sumber mengatakan, bahwa adzan ashar ternyata telah berlalu sekitar 30 menit saat Raja Salman meninggalkan Obama.
Sumber mengatakan bahwa, “jika kita perhatikan komentar pada video tsb, ternyata terdapat hal yang kontroversial. Salah satunya: ﺍﻟﺴﺎﻋﺔ 51 ﻭ 45 ﻯﻘﻴﻘﺔ ﺑﺘﻮﻗﻴﺖ ﻣﻜﺔ ﺍﺳﻔﻞ ﺍﻟﺸﺎﺷﺔ ﻭ ﺍﺫﺍﻥ ﺍﻟﻌﺼﺮ ﺣﺴﺐ ﺗﻮﻗﻴﺖ ﺍﻟﺮﻳﺎﺽ ﻓﻲ ﺍﻟﺴﺎﻋﺔ 51 ﻭ 12 ﺩﻗﻘﻴﻘﺔ ﻳﻌﻨﻲ ﻣﻀﻰ ﻋﻠﻲ ﺍﻻﺫﺍﻥ ﺍﻛﺜﺮ ﻣﻦ ﻧﺼﻒ ﺳﺎﻋﺔ dan memang tidak terdengar di video (itu) ada adzan tetapi hanya terdengar trompet dan maramis.”
Ia menambahkan bahwa pembuat artikel yang paling awal harus dikritisi. Namun yang tersebar di media adalah berita yang mengatakan “ketika penyambutan ada adzan kemudian sang raja meninggalkan Obama.”
Karena di video tidak ada suara adzan, maka bukan reaksi spontan raja mendengar suara adzan yang menyebabkan kejadian meninggalkan tamu itu. Lagi pula, pada judul video youtube pun hanya menyebutkan bahwa Raja meninggalkan Obama untuk Shalat ketika penyambutan. Demikian pula pada salah satu komen yang menyebutkan adzan sudah berlalu 30 menit dari waktunya.
Yang dikhawatirkan sumber, “hanya pemberitaan berlebih, yang bukan sebenarnya…wallahua’lam,” ujarnya.
Namun demikian, semoga ini menjadi tanda bahwa Kerajaan Islam Arab Saudi semakin berani dan “licik” dalam bermain politik internasional demi keuntungan umat Islam. Sebagaimana yang terakhir adalah mempermainkan harga minyak dunia, sehingga lumayan untuk memukul Rusia dan Iran (sekutu Bashar Assad, tirani Suriah), dan mengurangi kesalahan-kesalahan yang telah mereka perbuat, demikian lansir Risalah, Rabu (18/1)
(adibahasan/arrahmah.com)