JAKARTA (Arrahmah.com) – Presiden AS Barrack Obama yang dijadwalkan berkunjung ke Indonesia pada November 2009 mendatang, bakal diminta untuk mempengaruhi kebijakan teknologi komunikasi informasi yang diusung pemerintahan Susilo Bambang Yudhono jilid kedua.
Obama akan diminta khusus untuk beraudiensi di hadapan Presiden RI yang baru oleh institusi Indonesia Group Against Digital Divide (IGADD) yang diusung Habibie Center.
“November nanti, kami juga akan meminta Obama untuk mengajak Mark Zuckerberg, pendiri Facebook, untuk menjelaskan kepada SBY 2.0 tentang pentingnya pembangunan infrastruktur broadband di Indonesia,” kata Prof Craig Warren Smith, Co-Chairman IGADD dalam jumpa pers di gedung Habibie Center, Kemang, Jakarta, Senin (13/7).
Craig bersama Ilham Habibie, pada kesempatan ini, menjelaskan pentingnya pembangunan infrastruktur broadband dalam hal meningkatkan ekonomi di era teknologi informasi komunikasi saat ini.
“Kami harap, pemerintah yang baru punya pola pikir yang cepat dan komprehensif. Sebab, jaringan broadband kita kalah jauh dengan negara lain. Jangankan di Eropa atau Amerika, di Asia saja kita sangat jauh ketinggalan,” keluh Ilham, yang juga Co-Chairman IGADD.
Jelas hal ini sangat kontras jika melihat grafik penggunaan internet di Indonesia. “Jika dilihat dari trafik pengakses Facebook, Yahoo, dan Opera Mobile, misalnya, Indonesia termasuk paling tinggi. Ini artinya Indonesia haus akan bandwidth besar,” tambah Salman Zafar, Head of Strategy Businesss Development Nokia Siemens Network Indonesia.
Jangan Orang Politik
Untuk membangun jaringan broadband yang merata di seluruh Indonesia, tidak semudah membalikan telapak tangan. Itu sebabnya, IGADD berharap, pemerintahan yang baru memiliki kompetensi dan kapabilitas yang cukup, khususnya yang akan memangku jabatan baru sebagai menteri yang mengepalai Depkominfo.
“Saya sangat setuju bila orang-orang yang memangku jabatan di pemerintahan nantinya adalah orang-orang teknis yang mengerti tentang teknologi dan perkembangannya, termasuk broadband, bukan orang politik mengingat hal ini sifatnya sangat kompleks,” kata Ilham.
Untuk membantu pemerintah memajukan broadband, IGADD pun mulai melakukan kajian strategis yang melibatkan Universitas California dan Institut Teknologi Bandung. Kajian itu untuk studi kasus pembelajaran kesuksesan broadband di Amerika untuk diadopsi di Indonesia.
“Kajian broadband harus memenuhi tiga kriteria, yakni useable, affordable, dan empowering. Artinya, broadband yang ada nantinya harus bermanfaat dan.membuat masyarakat punya nilai tambah ekonomis,” lanjut Ilham.
Sementara, Craig yang juga merupakan penulis studi ‘Meaningful Broadband Report’, berharap broadband dapat dimanfaatkan untuk menaikan level ekonomi masyarakat yang berpendapatan US$ 100 per bulan. “Kami yakin dengan broadband bisa mengantar mereka ke dunia wirausaha yang dapat mendongkrak mereka ke level ekonomi menengah,” pungkasnya. (dtk/arrahmah.com)