BOSTON (Arrahmah.com) – New York Times (NYT) mempublikasikan sebuah artikel berjudul : “Setelah Boston dan Tsarnaev, Rusia mendesak AS untuk memikirkan kembali tentang Chechnya”, secara khusus artikel tersebut mengatakan bahwa pengamat Rusia berspekulasi mengenai hubungan warga Chechnya di peledakan Boston akan memaksa Amerika Serikat untuk meninjau kembali pandangannya tentang tindakan Kremlin di wilayah Kaukasus.
Di Rusia, seperti di Amerika Serikat, perhatian difokuskan pada apakah pemboman berhubungan dengan politik Chechnya. Kemungkinan koneksi yang dibanguh seperti ini sudah memunculkan pertanyaan tentang apa artinya bagi hubungan Moskow dan Washington.
“Rusia telah lama memperingatkan Amerika bahwa bermain-main dengan berbagai organisasi separatis dan teroris di utara Kaukasus tidak akan mengarah ke sesuatu yang baik,” ujar Sergei Mikheyev, seorang pengamat politik berbicara kepada situs berita Pravda.
Melihat kebelakang, dua kampanye militer Rusia melawan Chechnya di tahun 1990-an, Mikheyev mengklaim “Sudah menjadi rahasia umum bahwa separatis menikmati dukungan dari kekuatan eksternal untuk jangka waktu cukup panjang, termasuk Amerika dan sekutunya dari negara lain”.
Meskipun belum ada bukti bahwa Tsarnaev bersaudara memiliki hubungan dengan kelompok-kelompok yang beroperasi di Chechnya bahkan belum jelas apakah benar mereka yang melakukan pemboman tersebut.
Kremlin mengatakan pada Sabtu (20/4/2013) lalu bahwa Amerika Serikat dan Rusia mungkin akan bekerja sama dalam penyelidikan ledakan Boston jika hubungan para tersangka ke Rusia dikonfirmasi.
Putin yang pertama kali menawarkan bantuan untuk AS pada Selasa (16/4) sehari setelah ledakan Boston di mana ia mengutuk serangan tersebut sebagai kejahatan barbar dan menyatakan pandangan bahwa perang melawan “terorisme” memerlukan koordinasi aktif dari masyarakat global.
Ledakan Boston terjadi pada saat hubungan AS dan Rusia memanas terkait perbedaan mereka terhadap peristiwa yang terjadi di Suriah.
“Saat penyelidikan dua saudara Tsarnaev berlanjut, Kremlin mungkin memilih untuk menekankan hubungan antara ‘ancaman’ Islamis dari Kaukasus dan faksi-faksi Islam dalam perang Suriah yang berjuang untuk menggulingkan Bashar al Assad untuk membenarkan dirinya dan terus memberikan dukungan kepadanya,” tulis New York Times. (haninmazaya/arrahmah.com)