Seorang informan untuk unit intelijen Departemen Kepolisian New York (NYPD) telah diperintahkan untuk mengumpan Muslim. Ia menjalani kehidupan ganda, memotret Masjid dan mengumpulkan nama-nama orang yang tidak bersalah yang menghadiri kelompok belajar Islam, menurut pengakuannya kepada AP.
Shamiur Rahman (19), seorang Amerika-Bangladesh yang kini mengecam sendiri tindakannya sebagai seorang informan, mengatakan, polisi menyuruhnya untuk menjalankan strategi yang disebut “membentuk dan menangkap”. Dia mengatakan melibatkan percakapan mengenai Jihad, kemudian menangkap respon yang akan dikirim ke NYPD. Untuk pekerjaannya, ia mendapatkan 1.000 USD setiap bulannya dan surat berkelakuan baik dari polisi setelah serangkaian penangkapan ganja kecil.
“Kami membutuhkan Anda untuk berpura-pura menjadi salah satu dari mereka,” ujar Rahman yang menambahkan bahwa polisi mengatakan “ini teater jalanan”.
Rahman mengatakan ia yakin kini pekerjaannya sebagai informan melawan Muslim di New York telah merugikan konstitusi. Setelah ia menungkapkan kepada teman-temannya mengenai pekerjaannyauntuk polisi-dan setelah ia mengatakan kepada polisi bahwa ia telah dikontak oleh AP-ia tidak lagi menerima pesan teks dari atasan NYPD nya, “steve” dan nomer teleponnya telah tidak aktif.
Rahman menunjukkan bagaimana NYPD melepaskan informan di lingkungan Muslim, sering tanpa target tertentu atau yang dicurigai melakukan kriminal. Apa yang dikatakan Rahman merupakan taktik NYPD yang sering dibantah oleh NYPD sendiri.
AP menguatkan pengakuan Rahman melalui catatan penangkapan dan pesan teks berminggu-minggu antara Rahman dengan handler polisinya. AP juga meninjau foto-foto Rahman yang dikirim ke polisi. Teman-temannya mengonfirmasi Rahman berada di acara-acara tertentu ketika mereka juga berada di sana, dan mantan pejabat NYPD mengatakan walaupun tidak mengenal Rahman secara pribadi, taktik yang ia gambarkan digunakan oleh informan.
Informan seperti Rahman merupakan komponen utama dari program NYPD untuk memonitor lingkungan Muslim sejak tahun 2001. Pejabat polisi telah memata-matai pebisnis Muslim, meletakkan kamera video di Masjid-masjid dan mengumpulkan plat nomer Jamaah Masjid.
Informan yang disebar di Masjid yang secara formal disebut “crawler Masjid”, memberitahu polisi apa yang dikatakan oleh imam Masjid dalam setiap khubah mereka dan memberikan polisi daftar peserta yang hadir, bahkan ketika tidak ada bukti bahwa mereka telah melakukan kejahatan. Program ini dibangun dengan bantuan dari CIA.
Polisi merekrut Rahman pada akhir Januari setelah penangkapan ketiga atas tuduhan pelanggaran narkoba, di mana diyakini Rahman memiliki konsekuensi hukum serius. Seorang petugas berpakaian preman mendekatinya di penjara Queens dan bertanya apakah dia ingin mengubah hidupnya.
Bulan berikutnya, Rahman mengatakan, ia berada dalam daftar gaji NYPD.
Juru bicara NYPD, Paul Browne tidak mau berkomentar mengenai hal ini. Dia membantah NYPD menyebar mata-mata.
Dalam sebuah wawancara pada 15 Oktober lalu dengan AP, Rahman mengatakan ia menerima sedikit pelatihan dan memata-matai apapun dan siapapun. Ia mengambil gambar di dalam Masjid yang ia kunjungi dan menguping apa yang dikatakan imam.
Rahman mengatakan, dia berpikir dirinya melakukan pekerjaan penting untuk melindungi New York dan menganggap dirinya pahlawan.
Salah satu tugas pertamanya adalah memata-matai kuliah di Asosiasi Mahasiswa Muslim di John Jay College di Manhattan. Pembicara adalah Ali Abdul Karim, pemimpin keamanan di Masjid At-Taqwa di Brooklyn. NYPD telah memperhatikan Karim selama bertahun-tahun dan siap menyusup ke dalam Masid.
Rahman juga diperintahkan untuk memantau kelompok mahasiswa itu sendiri, meskipun ia tidak diberitahu untuk menargetkan seseorang secara khusus. Steve mengatakan kepadanya untuk mengambil gambar orang-orang yang menghadiri acara itu, menentukan siapa pemilik asosiasi dan mengidentifikasi kepemimpinannya.
Pada 23 Februari, Rahman menghadiri acara dimana Karim yang mengisinya dan mendengarkan dengan baik, dia siap untuk menangkap apa yang disebut “kejanggalan dalam pembicaraan”. NYPD mengatakan setiap kata seperti “Jihad” atau “revolusi” perlu dilaporkan.
Talha Shahbaz, wakil presiden kelompok mahasiswa, bertemu dengan Rahman dalam acara tersebut. Saat Karim menyelesaikan pembicaraannya mengenai warisan Malcolm X, Rahman mengatakan kepada Shahbaz bahwa ia ingin tahu lebih banyak mengenai kelompok mahasiswa. Mereka ternyata menghadiri sekolah tinggi yang sama di Qeens.
Rahman mengatakan dia ingin mengubah hidupnya dan berhenti menggunakan narkoba, dan mengatakan ia percaya Islam bisa memberikan tujuan dalam hidup.
Pada hari-hari berikutnya, Rahman berteman dengannya di Facebook dan saling bertukar nomer telepon. Shahbaz, seorang warga Pakistan yang datang ke Amerika tiga tahun lalu, memperkenalkan Rahman dengan Muslim lainnya.
“Dia mengatakan kepada kami bagaimana ia mencintai Islam dan mengubah hidupnya,” ujar Asad Dandia yang juga menjadi teman Rahman.
Diam-diam, Rahman mengumpulkan informasi mengenai rincian kehidupan mereka, mengambil gambar mereka ketika makan di restoran, mencatat plat nomer mereka atas perintah dari NYPD.
Sesuai instruksi NYPD, ia pergi ke acara-acara lain di John Jay, termasuk ketika siraj Wahhaj berbicara pada bulan Mei. Wahhaj (62), adalah tokoh menonjol, seorang imam New York yang telah menarik perhatian otoritas selama bertahun-tahun. Jaksa menyertakan namanya dalam tiga setengah halaman daftar nama yang dikatakan “diduga sebagai co-konspirator” dalam pemboman WTC di tahun 1993, meskipun ia tidak pernah dituntut. Pada tahun 2004, NYPD menempatkan Wahhaj dalam daftar pengawasan “terorisme” internal dan mencatat bahwa ideologinya cukup radikal dan anti-Amerika.
Malam itu di John Jay, seorang teman mengambil foto Wahhaj dengan Rahman yang tersenyum.Rahman mengatakan ia terus mengawasi kelompok mahasiswa dan menggunakan Shahbaz dan teman-temannya untuk memudahkan perjalanan ke cara yang diselenggarakan oleh Islamic Circle of North Amerika dan Muslim American Society. Konvensi tahunan masyarakat di Hartford, Conn, menarik sejumlah besar Muslim dan banyak menarik perhatian NYPD. Menurut dokumen yang diperoleh AP, NYPD mengirim tiga informan pada tahun 2008 dalam acara ini.Rahman diberitahu untuk memata-matai dan mengumpulkan setiap informasi. Shahbaz membiayai biaya perjalanan Rahman.
Rahman yang lahin di Queens, mengatakan ia tidak pernah menyaksikan kegiatan kriminal atau melihat orang melakukan sesuatu yang salah.
Dia kadang sengaja salah menafsirkan apa yang dikatakan orang. Misalnya, Rahman mengatakan ia meminta pendapat orang, apa yang mereka pikir mengenai serangan terhadap Konsulat AS di Libya. Itu mudah untuk mengambil pernyataan diluar konteks, ujarnya. Ia mengatakan hanya ingin menyenangkan hati handlernya di NYPD.
“Aku sedang berusaha untuk mendapatkan uang,” ujar Rahman. “Aku sedang bermain sebuah permainan.”
Rahman mengatakan polisi tidak pernah membahas kegiatan orang-orang yang ditugaskan untuk dimata-matai. Dia mengatakan, polisi pernah berkata kepadanya sekali, “kami tidak berpikir mereka sedang melakukan sesuatu yang saah, kami hanya perlu memastikan.”
Suatu hari, pada 16 September, ia bangun pagi-pagi untuk menghadiri acara di Masjid Al Farooq di Brooklyn, mengambil gambar imam dan daftar orang yang hadir. Dia juga memberikan nomer ponsel mereka kepada NYPD. Malam harinya ia memata-matai orang di Masjid Al Ansar, juga di Brooklyn.
Rahman akhirnya memata-matai teman-temannya, mencatat bahwa mereka kadang mengirimkan makanan kepada keluarga Muslim yang membutuhkan. Dia mengatakan ia pernah diidentifikasioleh informan NYPD lainnya.
Ia mengambil 200 USD dari NYPD lainnya dan mengatakan kepada mereka bahwa ia selesai sebagai informan. Ia mengatakan NYPD menawarkan uang lebih banyak, namun ia menolaknya.
Ia mengatakan kepada teman-temannya di Facebook pada awal Oktober bahwa ia merupakan mata-mata polisi namun ia telah berhenti.
Ia juga memperdagangkap pesannya dengan Shahbaz di Facebook, mengakui bahwa ia memata-matai mahasiswa di John Jay.
“Saya adalah seorang informan untuk NYPD, untuk sementara waktu, menyelidiki terorisme,” tulisnya pada 2 Oktober. Dia mengatakan bahwa dia tidak lagi berpikir apa yang dijalankannya adalah sesuatu yang benar. Mungkin ia telah memburu “teroris”, “tapi aku ragu”.
Shahbaz mengatakan telah memaafkan Rahman.
“Aku benci, telah menggunakan orang lain untuk menghasilkan uang,” ujar Rahman. “Aku membuat kesalahan”. (haninmazaya/arrahmah.com)