NEW YORK (Arrahmah.com) – Dalam lebih dari enam tahun memata-matai pemukiman Muslim, menguping percakapan di Masjid, sebuah unit rahasia, Unit Demografi dari Departemen Kepolisian new York (NYPD) tidak pernah menghasilkan atau memicu penyelidikan terorisme, petugas NYPD mengakui dalam sebuah kesaksian pengadilan pada Senin (20/8/2012) lalu, lansir Al Arabiya.
Unit Demografi adalah jantung dari program mata-mata polisi, dibangun dengan bantuan CIA yang merakit database di mana Muslim tinggal, berbelanja, bekerja dan beribadah (sholat-red). Polisi menyusup ke dalam kelompok-kelompok mahasiswa Muslim, menempatkan informan di Masjid, memantau khutbah dan setiap Muslim yang baru mengadopsi nama Amerika mereka.
Polisi berharap unit ini akan berfungsi sebagai sistem peringatan dini bagi “terorisme”. Dan jika polisi mendapat info mengenai seorang “teroris” Afghan yang ada di kota tersebut, mereka akan tahu di mana ia menyewa kamar, membeli bahan makanan dan menonton pertandingan olahraga.
Namun dalam deposisi 28 Juni sebagai bagian dari kasus hak sipil federal lama, Asisten Kepala Thomas Galati mengatakan tidak ada percakapan yang didengar petugas yang menyebabkan sebuah kasus.
“Terkait dengan Demografi, mereka belum pernah memulai penyelidikan,” ujar Galati bersaksi.
NYPD adalah departemen kepolisian terbesar yang telah mengangkat taktik “kontra-terorisme” sebagai model bagi seluruh negara.
“Saya tidak pernah membuat retorika yang datang dari laporan Demografi, dan saya di sini sejak tahun 2006,” ujarnya.
Galati, Komandan Divisi Intelijen NYPD, pertama kali memperlihatkan Unit Demografi walaupun NYPD membantahnya di hadapan AP pada tahun lalu. Dia menggambarkan bagaimana polisi mengumpulkan informasi mengenai orang-orang bahkan ketika tidak ada bukti kesalahan, hanya karena etnis mereka dan bahasa asli mereka.
Galati mengatakan, unit akan memberi label “lokasi yang menjadi perhatian” ketika polisi mendapatkan sekelompok Timur Tengah di sana.
Galati bersaksi sebagai bagian dari gugatan yang dimulai pada tahun 1971 atas NYPD yang memata-matai mahasiswa, kelompok HAM dan simpatisan komunis yang dicurigai selama 1950-1960-an. Gugatan yang dikenal sebagai kasus Handschu, menghadilkan pedoman yang melarang NYPD mengumpulkan informasi mengenai pidato politik kecuali hal itu berkaitan dengan potensi “terorisme”.
Pengacara Hak-hak sipil meyakini bahwa Unit Demografi melanggar aturan.
Dalam salah satu contoh yang dibahas dalam kesaksia, petugas NYPD berpakaian preman, mendengar dua orang Pakistan mengeluh mengenai kebijakan keamanan bandara yang diskriminatif terhadap Muslim. Mereka menilainya sebagai sentimen anti-Muslim sejak serangan 2001 silam.
Galati mengklaim bahwa polisi diizinkan untuk mengumpulkan informasi karena pria-pria tersebut berbicara dalam bahasa Urdu, sebuah “fakta” yang bisa membantu polisi menemukan “teroris” potensial di masa depan.
Jaksa Jethro Eisenstein yang mengajukan kasus Handschu lebih dari 40 tahun lalu dan mengajukan pertanyaan kepada Galati selama deposisi, mengatakan ia akan kembali ke pengadilan untuk meminta Unit Demografi ditutup.
Puluhan anggota Kongres telah meminta Departemen Kehakiman untuk menyelidiki NYPD. Jaksa Agung Eric Holder mengatakan ia terganggu dengan laporan-laporan, namun John Brennan, penasehat “kontra-terorisme” Obama mengatakan ia yakin kegiatan NYPD adalah sah dan demi keamanan kota. (haninmazaya/arrahmah.com)