“Lebih baik saya mati daripada harus hidup di sini selamanya. Dan memang saya sudah pernah dan sering mencoba untuk mati. Mereka menginginkan saya hancur, dan mereka berhasil.” Tulis Jumah al-Dossari, seorang warga Bahrain berusia 33 tahun kepada pengacaranya dalam secarik kertas sebelum memutuskan bunuh diri.
“Para tahanan menderita keputusasaan, pelecehan, perbudakan dan penindasan … Sampai kapan tragedi ini akan terus terjadi?”
Lima tahun setelah Guantanamo didirikan untuk menahan mereka yang disebut Bush sebagai tersangka teroris, sekitar 380 dari 700 tahanan telah dikembalikan kepada keluarganya dan pada banyak kasus, tanpa tuduhan sama sekali. Masih terdapat 395 orang lagi yang berada disana menurut Departemen Pertahanan Amerika.
Berikut kutipan surat al-Dossari. Isinya telah dinyatakan tidak mengandung rahasia negara oleh Departemen Pertahanan Amerika.
Saya menulis surat ini di kegelapan kam Guantanamo dengan harapan suara kami dapat di dengar oleh dunia. Tangan saya gemetaran ketika memegang pena.
Pada bulan Januari 2002, saya diambil paksa di Pakistan. Mata saya ditutupi kain, dibelenggu, diseret dan diangkut dalam sebuah pesawat ke Kuba. Ketika turun dari pesawat, kami tidak mengetahui di mana kami berada. Mereka membawa kami ke kam X-Ray dan mengunci kami di kurungan dengan dua buah ember; satu berisi air dan satunya kosong. Kami membuang air di ember yang satu dan menyucikan diri dengan ember yang lainnya.
Di Guantanamo, para prajurit menghina saya, menempatkan saya di kurungan terpisah, mengancam akan membunuh saya, mengancam membunuh putri saya dan mengatakan saya akan berada di sini selamanya. Mereka merampas jam tidur saya, memaksa saya mendengarkan musik yang amat keras dan menyorotkan lampu yang sangat terang ke wajah saya. Mereka menempatkan saya di ruangan yang dingin tanpa makanan dan minuman, serta toilet apalagi tempat wudhu. Mereka membungkus bendera Israel ke tubuh saya dan berkata ini adalah Perang Suci antara Salib dan Bintang David di satu sisi dan Bulan Sabit di sisi yang lain. Mereka memukuli saya hingga tidak sadarkan diri.
Apa yang saya tulis di sini bukanlah imaginasi ataupun khayalan saya. Ini adalah fakta yang disaksikan oleh para tahanan yang lain, perwakilan Palang Merah, para interogator dan penerjemah.
Selama beberapa waktu tahun pertama saya di Guantanamo, saya diinterogasi berulang kali. Orang yang menginterogasi saya mengatakan bahwa mereka menginginkan saya untuk mengakui bahwa saya adalah anggota Al Qaeda dan terlibat dalam serangan teroris terhadap Amerika. Saya mengatakan kepada mereka bahwa saya tidak memiliki hubungan dengan apa yang mereka sebutkan. Saya bukanlah anggota Al Qaeda. Saya tidak mendorong orang lain untuk bergabung dengan Al Qaeda. Al Qaeda dan Osama bin Laden hanyalah para pembunuh dan pencemar nama baik agama. Saya tidak pernah ikut dalam pertempuran apapun apalagi memanggul senjata. Saya menyukai Amerika, dan saya bukanlah musuh. Saya pernah tinggal di Amerika dan ingin menjadi warga negaranya.
Saya tahu, siksaan yang para prajurit lakukan atas saya bukan diperintahkan oleh Amerika Serikat. Dan saya menyadari bahwa tidak semua prajurit Amerika yang berada di tempat ini menyiksa ataupun memperlakukan kami dengan buruk. Masih ada para prajurit yang berlaku baik kepada kami. Bahkan ada yang menangisi kondisi kami yang menyedihkan. Sekali waktu di Kam Delta, seorang prajurit meminta maaf kepada saya dan menawari saya coklat dan kue. Ketika saya mengucapkan terima kasih kepadanya, dia berkata,”Janganlah Anda berterima kasih kepada saya.” Saya tulis semua ini karena saya tidak ingin menyalahkan semua orang Amerika.
Tetapi mengapa setelah lima tahun masih tidak ada kejelasan nasib kami di sini? Untuk berapa lama lagi ayah, ibu, istri, saudara, dan anak-anak kami harus menangis untuk kami? Untuk berapa lama lagi putri saya harus bertanya kepada ibunya tentang saya? Tanyakan saja pada rakyat Amerika yang berpikiran adil itu.
“Lebih baik saya mati daripada harus hidup di sini selamanya. Dan memang saya sudah pernah dan sering mencoba untuk mati. Mereka menginginkan saya hancur, dan mereka telah berhasil. Saya benar-benar putus asa karena suara kami terlalu kecil untuk dapat terdengar dari tempat yang mengerikan ini.”
“Jika saya mati, tolong ingatlah bahwa ada seorang manusia bernama Jumah di Guantanamo yang harga diri dan kemanusiaannya telah dipijak-pijak. Tolong ingatlah bahwa ratusan tahanan yang lain merasakan kepedihan yang sama dengan apa yang saya rasakan. Mereka tidak dituntut melakukan kejahatan apapun. [Dan] mereka tidak dituduh melakukan tindakan apapun yang membahayakan Amerika Serikat.”
“Tunjukkan surat yang saya kepada dunia. Biarkan dunia membacanya. [Dan] Biarkan dunia tahu penderitaan kami.”
(fauzi/arm/suaraislam)