JAKARTA (Arrahmah.com) – Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri, Brigjen Pol Boy Rafli Amar membeberkan keenam identitas korban pembunuhan secara sadis Densus 88 di Ciputat Tangerang Selatan.
“Antara lain Daeng alias Dayat Hidayat, Nurul Haq alias Dirman, Oji alias Tomo, Rizal alias Teguh alis Sabar, Hendi, Edo alias Amril,” kata Boy kepada wartawan di lokasi penggerebekan, lansir liputan 6 Rabu (1/1/2014).
Ternyata dua korban pembantaian Densus 88 yang disebut Boy yakni Nurul Haq dan Hendi jauh hari sudah diprediksi oleh The Community Of Islamic Ideology Analyst (CIIA) akan dihabisi di jalanan oleh aparat bengis boneka Amerika dan Australia itu. Saat keduanya, versi polisi, masih berstatus DPO dalam kasus penembakan polisi di Pondok Aren.
Kabidhumas Polda Metro Jaya Kombes Pol. Rikwanto saat jumpa pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (30/8/2013), menyebut Nurul Haq, adalah pria kelahiran Jakarta, 16 September 1985 dengan status menikah dan mempunyai seorang anak. Pendidikan terakhir Nurul adalah akademi (Diploma III). Dalam penembakan, Nurul berperan mengendarai sepeda motor Mio. Sementara Hendi Albar kelahiran Kendal, Jawa Tengah, 7 Juli 1983, dengan status menikah dan mempunyai tiga anak adalah eksekutor penembakan polisi.
Harits menengarai, kedua DPO Hendi dan Nurul Haq akan dihabisi oleh Densus 88 sebagaimana yang terjadi seperti penyergapan sebelumnya.
“Saya menduga bisa jadi dua orang DPO ini bakal diadili di “jalanan” seperti yang dilakukan oleh Densus 88 dan “Satgas Liar” BNPT di banyak tempat. Dan jika ini terjadi maka makin membuat buram upaya membongkar siapa dalang dibalik aksi-aksi teror selama ini,” ungkap Direktur CIIA Harist Abu Ulya, lansir Voaislam (1/9/2013).
Akhirnya itu benar terjadi, keduanya dibunuh dengan kejam di Jalan H Dewantoro Gang H Hasan, Ciputat, Tangerang Selatan di penghujung tahun 2013 Selasa (31/12/2013).
Seharusnya terduga yang menjadi DPO menurut Harits bisa ditangkap hidup-hidup, sehingga semua itu akan dibuktikan di pengadilan.
“Statemen yang tidak proporsional dari pihak Polda Metro Jaya menjadi faktor/pemicu hampir semua media, kemudian melakukan pengadilan yang tidak etis kepada kedua terduga. Dan lagi-lagi trial by press terjadi,” tambah Harits. (azm/arrahmah.com)