JAKARTA (Arrahmah.com) – Nurul Azmi Tibyani seorang wanita yang dituduh terlibat jaringan teroris mengaku telah dianiaya oleh densus 88. Meski ia seorang wanita, intimidasi dan penganiayaan tetap dilancarkan Densus 88 ketika melakukan penangkapan terhadap dirinya.
Hal ini terungkap saat persidangan Nurul Azmi Tibyani di PN Jakarta Selatan yang mengagendakan acara pemeriksaan, Jl.Ampera Raya, Rabu (2/1/2013).
Nurul mengaku mulutnya sempat dipukul dengan botol aqua karena tidak menjawab pertanyaan 6 orang yang serentak masuk kedalam kamar hotel tempat ia menginap.
Setelah dibawa ke Jakarta tepatnya di pondok wisata Jakarta Selatan Nurul di interogasi oleh beberapa orang secara bersamaan dan hal ini membuat dia bingung harus menjawab apa.
Lebih dari itu, pada saat sebelum di lakukan pemeriksaan resmi oleh penyidik, Nurul tidak didampingi pengacara, baik itu pada pemeriksaan pertama, kedua dan ketiga.
Penyidik pun tidak menjelaskan mengenai hak-hak tersangka untuk didampingi pengacara padahal menurut hukum acara pidana, tindak pidana yang diancam hukuman 5 tahun ke atas wajib di dampingi penasehat hukum sebagaimana ancaman pidana yang terdapat pada pasal-pasal yang dikenakan terhadap Nurul.
Absennya penasehat hukum dalam konteks ini menurut penasehat hukum Nurul, berakibat fatal yaitu tidak sahnya Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Dikemukakan juga oleh Nurul bahwa ia menolak seluruh isi BAP kecuali yang dinyatakan benar olehnya, misalnya identitas terdakwa, rekening koran dan dia adalah istri dari Cahya Fitrianta.
Nurul membenarkan tanda tangannya pada Berkas BAP tapi menolak isinya karena selain terpaksa dan tidak ada pilihan lain, juga karena sudah tidak murni seperti apa yang disampaikannya ke penyidik, keterangan tersebut sudah ditambah-tambah sehingga dapat menimbulkan penafsiran lain dari pada apa yang diterangkan.
Penasehat hukum Nurul Azmi Tibyani, Ratho Priyasa, SH menyatakan BAP atas kliennya tidak sah.
“Pendapat kami sebagai penasehat hukum terdakwa atas fakta hukum yang terungkap di persidangan, BAP tidak sah karena dibuat dengan tidak menaati perintah hukum acara pidana yaitu absennya penasehat hukum pada saat itu maka dakwaan yang disusun berdasarkan BAP tersebut secara mutatis mutandis adalah tidak sah pula. Karena persidangan sudah berjalan sejauh ini maka kami akan perpegang pada keterangan terdakwa yang diberikan dimuka persidangan,” ujarnya seperti dilansir voa-islam.com, Rabu (2/1/2013).
Selain itu kata Ratho, keterangan yang diberikan Nurul pada persidangan waktu itu mencerminkan ketidakprofesionalan penyidik dalam penanganan a quo.
Seperti diberitakan sebelumnya, Nurul Azmi Tibyani dan suaminya Cahya Fitrianta ditangkap Densus 88 di sebuah hotel di Bandung karena dituduh terlibat pendanaan pelatihan militer (i’dad) dan jihad ke sejumlah “kelompok mujahidin”. (bilal/arrahmah.com)