JAKARTA (Arrahmah.com) – Dalam pertanyaannya kepada Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Nurul Arifin, politisi dari Partai Golkar mempersoalkan rencana Pemerintah Kota Tasikmalaya menerapkan perda syariah. Perda yang rencananya akan mengatur tentang keberadaan polisi syariah serta mewajibkan perempuan memakai kerudung dituding olehnya bertentangan dengan perundang-undangan dan mendiskriminasi kaum wanita.
“Apakah Bapak akan diam meski hal itu bertentangan dengan konstitusi? Ini diskriminatif terhadap perempuan. Mengapa kami selalu jadi komoditas politik setiap menjelang pilkada?” tanya Nurul, Rabu (6/6), di ruang rapat Komisi II DPR.
Kata Nurul, negara tidak boleh membiarkan kelompok intoleran sesuka hatinya melakukan penerapan Perda yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
“Kami perempuan menjadi komoditi politik dalam penerapan Perda ini, atas diberlakukannya Polisi Syariah,” ucap mantan artis era 1980-an itu.
Nurul menduga rencana penerapan perda dan polisi syariah tersebut terkait dengan pilkada di Kota Tasikmalaya yang akan digelar pada Juli 2012.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menegaskan, polisi syariah tidak dikenal dalam perundangan-undangan di Indonesia. Dengan demikian menurutnya, rencana Pemerintah Kota Tasikmalaya Jawa Barat untuk melaksanakan peraturan daerah syariah, yang di dalamnya terdapat ketentuan tentang polisi syariah, akan sulit diberlakukan.
“Peraturan daerah (perda) di luar pajak dan retribusi dievaluasi oleh gubernur. Kami akan mendorong gubernur Jawa Barat mengevaluasi (perda dan polisi syariah di Kota Tasikmalaya),” kata Gamawan menjawab pertanyaan Nurul.
Tasikmalaya berencana membentuk satuan Polisi Syariah yang bertindak menegakkan Perda Nomor 12 tahun 2009, yang berisi tentang tata nilai kehidupan bermasyarakat dengan berlandaskan ajaran agama Islam. (bilal/arrahmah.com)