LONDON (Arrahmah.com) – Penguasa baru Libya berada dalam bahaya karena terlihat mengulang pelanggaran HAM yang biasa dilakukan selama pemerintahan Muammar Gaddafi, termasuk penangkapan sewenang-wenang dan penyiksaan, Amnesti Internasional mengatakan pada hari Rabu (12/10/2011).
Jalal al-Galal, juru bicara Dewan Transisi Nasional (NTC) yang baru berkuasa, mengatakan kepada Reuters ahwa pimpinan dewan pasti akan memeriksa laporan yang dibuat oleh kelompok hak asasi manusia tersebut.
“Mustafa Abdel Jalil (ketua NTC) mengatakan berulang kali bahwa ia tidak akan mentolerir penyalahgunaan wewenang terhadap para tahanan dan telah menegaskan bahwa ia akan menyelidiki tuduhan tersebut,” tutur al Galal.
Dalam laporan berjudul “Pelanggaran Penahanan Warnai Libya Baru,” Amnesti menyatakan kekuatan dewan transisi yang menguasai Tripoli pada 23 Agustus telah menahan sekitar 2.500 orang di ibukota dan sekitarnya, kebanyakan tanpa surat perintah penangkapan, dalam skenario yang mirip dengan penculikan.
Banyak peneliti menuturkan kepada Amnesti bahwa tahanan telah dipukuli dan dianiaya.
“Kami memahami bahwa pemerintah transisi menghadapi banyak tantangan, tetapi jika mereka tidak membuat batas yang jelas dengan masa lalu, mereka seolah membenarkan perlakuan tersebut di Libya baru,” kata Hassiba Hadj Sahraoui, wakil direktur Amnesti untuk bagian Timur Tengah dan Afrika Utara.
Banyak tahanan yang ditahan di penjara-penjara dan pusat penahanan darurat, seperti sekolah dan klub olahraga, yang tidak diawasi oleh Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.
Amnesti mengatakan bahwa NTC perlu memastikan orang-orang itu tidak ditahan tanpa perintah dari Jaksa Penuntut Umum, dan harus menempatkan semua fasilitas penahanan di bawah kendali Menteri Kehakiman.
Organisasi HAM ini mengatakan bahwa dalam salah satu pusat penahanan, mereka menemukan sebuah tongkat kayu dan tali, dan selang karet, yang dapat digunakan untuk menyiksa para tahanan. Selain itu, para peneliti mendengar suara cambukan dan jeritan dari sel penjara yang ada di dekatnya.
Amnesti melaporkan bahwa setidaknya dua penjaga dari fasilitas penahanan terpisah mengakui mereka memukuli tahanan dalam rangka mendapatkan pengakuan lebih cepat.
Di antara para tahanan yang terdapat seorang anak berusia 17 tahun dari Chad yang dituduh melakukan pemerkosaan dan menjadi tentara bayaran Gaddafi. Ia sebelumnya memperoleh pemukulan sangat parah hingga akhirnya dia “mengaku”.
“Saya akhirnya mengatakan kepada mereka apa yang ingin mereka dengar bahwa saya memperkosa sejumlah perempuan dan membunuh beberapa orang.”
Padahal dalam pertemuan dengan Amnesti Internasional bulan lalu, para pejabat NTC mengklaim mereka berkomitmen untuk mereformasi sistem peradilan dan juga mengatakan bahwa mereka berkomitmen dalam menegakkan hak asasi manusia. (althaf/arrahmah.com)