Judul buku ini mengingatkan kita pada Ayat-ayat Setan alias The Satanic Verses karya Salman Rushdie yang pernah menggegerkan. Apalagi, pengarangnya adalah tokoh yang cukup kontroversial: Saddam Hussein, pemimpin Irak yang digulingkan Amerikan Serikat dan sekutunya.
Tapi karya Saddam ini berbeda 180 derajat dibandingkan dengan karya Salman. Dalam cerita berjudul asli Akhreej Minha Ya Mal’un ini, yang kurang lebih berarti Enyahlah Kalian, Terkutuk!, Saddam bertutur tentang perjuangan melawan si angkara murka. Cerita berlatar dunia Arab ini tampaknya sebuah metafora perlawanan terhadap Amerika.
Ada sosok Hasqil si tamak, licik, dan haus kekuasaan yang bersekongkol dengan kepala suku adikuasa Romawi. Ada penaklukan suku-suku dan pemerasan rakyat yang menghasilkan menara kembar, tempat menimbun harta hasil memeras rakyat. Ada tokoh Salim, simbol pemersatu suku-suku melawan persekongkolan adikuasa.
Membaca novel ini, kita tidak perlu berharap mendapatkan sebuah karya sastra bermutu. Alurnya datar, tak ada kisah. Penuh khotbah dan memprovokasi pembacanya. Kendati demikian, patut diacungi jempol, orang sesibuk Saddam, apalagi di saat-saat menjelang invasi Amerika ke Irak, masih punya waktu untuk menulis.
Novel ini diselesaikannya pada 18 Maret 2003, dua hari sebelum invasi Amerika. Pada 2004, sebenarnya Saddam pernah menulis cerita bersambung di Al-Sharq Al-Aswat, koran berbahasa Arab yang terbit di London. Al-Sharq memuat karya itu tanpa mencantumkan nama pengarangnya.
Ceritanya, naskah itu ditemukan di gedung Kementerian Kebudayaan beberapa waktu setelah Baghdad jatuh ke tangan Amerika dan sekutunya. Dokter pribadi Saddam-lah, Alla Bashir, yang menyerahkannya ke meja redaksi koran tersebut. Bukan cuma di London. Naskah cerita Saddam ini pun secara diam-diam terbit di Beirut, Lebanon, dan beberapa negara Arab lainnya.
Tapi bukan dalam bentuk cerita bersambung, melainkan berwujud buku. Novel dengan potret wajah Saddam di sampul depannya itu dijual dengan harga US$ 5. Laris manis. Ironisnya, upaya anak Saddam Hussein, Raghad, menerbitkan dan mengedarkan karya sang ayah di Amman, Yordania, pada 2005 terganjal.
Departemen Penerangan dan Publikasi Yordania melarang dan memberangus peredaran novel setebal 186 halaman itu. “Kami khawatir penerbitan buku ini dapat menghambat hubungan yang sedang kami jalin dengan Irak,” ujar Ahmad al-Qadah, yang mengepalai departemen itu, seperti dikutip The New York Times.
Meski dilarang, novel Saddam beredar di pasar gelap dan terjual habis. Saddam meraih popularitas cukup tinggi di Yordania. Ia tampil meyakinkan di pengadilan Irak. “Penggemarnya di sini masih banyak dan namanya tetap populer,” kata Sulaiman al-Hurani, pemilik Kios Buku Hurani di Amman.
Toko buku Sulaiman kebanjiran pembeli beberapa jam setelah Pemerintah Yordania melarangnya. Stok novel Saddam itu yang ada di kiosnya, sekitar 50 eksemplar, terjual habis dalam sekejap. “Popularitasnya meningkat karena upaya-upaya perlawanan masih berlangsung hingga hari ini,” kata Sulaiman.
Banyak yang tak percaya Saddam sendiri yang menulis novel ini. Namun hal itu dibantah banyak kritikus sastra Irak, termasuk Ali Abdul Amir yang telah membaca seluruh karya Saddam. “Novel ini sepenuhnya sama dengan gaya penulisan tiga karya sebelumnya yang dibikin Saddam,” ujar Ali kepada Associated Press.
Tarian Setan adalah novel terakhir dari empat karya Saddam. Tiga novel sebelumnya terbit di Irak. Pada 2001, terbit novel pertamanya berjudul Zabibah wa al-Mulk. Setelah itu, Saddam menerbitkan Al-Qal’ah al-Hashinah dan Rijal wa Madinah.
Sayang, judul novel terakhir Saddam ini berubah setelah diterbitkan dalam bahasa Indonesia. Padahal, judul aslinya lebih mencerminkan gaya Saddam: Enyahlah Kalian, Terkutuk!.
Erwin Y. Salim – gatra.com
TARIAN SETAN
Penulis: Saddam Hussein
Penerbit: Jalasutra, Yogyakarta, Desember 2006, xx + 266 halaman