JAKARTA (Arrahmah.com) – Tewasnya sejumlah ‘tokoh penting’ dalam penggerebekan Densus 88, diklaim oleh pengamat terorisme Noor Huda Ismail bukan akhir dari ancaman ‘teroris’ di Indonesia (yang menaikkan rating beberapa media besar lewat pemberitaan berlebih).
Noor Huda Ismail mengemukakan hal tersebut saat berbincang dengan okezone, Sabtu (10/10).
“Setidaknya kita harus belajar dari pengalaman bom Marriott. Hampir semua orang, polisi termasuk saya terpaku pada nama yang sudah terkenal. Tapi nyatanya muncul tokoh baru seperti Syaifudin Zuhri atau Ibrohim,” ungkapnya.
Sebab itu, dengan tewasnya Dr. Azhari, Noordin M Top dan sekarang Syaifudin bukan bukan berarti, menurutnya, ‘terorisme’ di Indonesia mati.
“Memang efeknya sangat melemahkan, tapi kita belum tahu jaringan langsung atau tidak langsung di bawah Noordin. Yang punya kemampuan merekrut dan merakit bom masih berkeliaran,” terang Noor, santri jebolan Pondok Pesantren Ngruki.
Noor pun mengungkapkan bahwa kemungkinan adanya sel baru hasil rekrutmen sebelumnya ini memang cukup sulit untuk dipastikan, meski potensinya tetap besar pula. Pasalnya, dengan tewasnya aktor utama dalam setiap penggerebekan maka informasi penting untuk mengetahui adanya penerus dari kelompok Noordin ini terputus.
“Saya menyayangkan kenapa Densus tidak menangkap hidup-hidup mereka. Jadinya informasi yang selama ini dimunculkan versinya polisi,” kritik Noor yang kini menjabat sebagai Direktur The International Institute for Peacebuilding, sebuah lembaga internasional untuk penegakan perdamaian.
Saat ditanyakan bagaimana kemungkinan Dul Matin dan Umar Patek yang masih berkeliaran kembali turun gunung, kata pakar terorisme yang meraih gelar MA (Master) di St Andrews University, Skotlandia ini, kemungkinannya kecil. “Mereka lebih aman di Filipina, gabung dengan Abu Sayyaf sekaligus mendapat perlindungan. Kalau ke Indonesia bisa langsung terendus,” imbuhnya.
Kata Noor, operasi ‘teroris’ dengan sistem jemaah ini sangat memungkinkan untuk mempersiapkan kepemimpinan berkutnya. Hal itu juga diperkuat dari informasi di laptop yang diklaim kepolisian ditemukan saat menggrebek Noordin yang menunjukan adanya struktur organisasi terkait dengan Al Qaidah, di mana belakangan Syaifudin Zuhri diketahui menduduki posisi penting. (okz/arrahmah.com)