Oleh Edward Marthens, pekerja sosial, tinggal di Jakarta
(Arrahmah.com) – Ulah para pendukung Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok makin lama makin kreatif saja. Ups, kreatif? Teman-teman saya tentu bakal marah kalau saya pilih diksi kreatif untuk ulah Ahokers. Menurut mereka, pilihan kata yang paling tepat adalah kalap. Kata kalap dianggap lebih beradab dan santun ketimbang ngawur atau ngaco.
Tapi, baiklah. Saya tidak akan sibuk dengan diksi kreatif, kalap, ngaco atau ngawur. Lagian apa pula untungnya ngurusin perkara seperti ini. Tulisan ini hanya bermaksud menyoroti manuver mereka yang muncul di dunia maya beberapa hari terakhir. Yang saya maksud adalah, adanya usulan Ahok memproleh hadiah Nobel dan mendapat gelar CNN Heroes.
Sebelum bicara panjang lebar tentang ulah Ahokers tersebut, ada baiknya bila kita pahami dulu hadiah Nobel. Penghargaan Nobel diberikan setiap tahun kepada mereka yang telah melakukan penelitian yang luar biasa, menemukan teknik atau peralatan yang baru atau telah melakukan kontribusi luar biasa ke masyarakat. Saat ini, hadiah Nobel dianggap sebagai penghargaan tertinggi bagi mereka yang mempunyai jasa besar terhadap dunia.
Sedangkan CNN Heroes Indonesia adalah apresiasi atau penghargaan kepada orang-orang Indonesia yang mampu menggerakkan partisipasi masyarakat untuk peduli terhadap sesama atau lingkungan sekitar serta memberikan pengaruh dan perubahan untuk sesuatu yang lebih baik.
Versi aslinya, adalah CNN Heroes yang bersifat internasional. Itu sebabnya tokoh penerima CNN Heroes Indonesia tentu saja orang Indonesia. Nah, entah bagaimana ceritanya, para pendukung Ahok merasa juragannya itu layak menerima anugrah bergengsi tersebut.
Menilik kriteria penerima penghargaan Nobel dan CNN Heroes, rasanya tidak keliru juga kalau teman-teman saya jadi gondok, karena saya menyebut ulah para Ahokers tersebut kreatif. Seperti saya sebutkan di awal tulisan ini, mereka lebih merasa pas jika para Ahokers diganjar dengan sebutan ngaco, ngawur, atau minimal kalap tadi. Pasalnya, kelakuan Ahok yang mana yang dianggap pas dengan kriteria penerima hadiah Nobel dan atau CNN Heroes?
Untuk Nobel, adakah prilaku lelaki yang punya hobi menggusur rakyatnya dengan brutal dan ganas itu, yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan? Misalnya, pernahkan mantan Bupati Belitung Timurmelakukan penelitian yang luar biasa? Atau, dia telah menemukan teknik atau peralatan yang baru? Atau pria berkacamata yang sangat suka memaki rakyatnya sendiri itu sudah memberi kontribusi luar biasa kepada masyarakat?
Buat orang waras, beberapa pertanyaan biasa tersebut menjadi luar biasa karena dilekatkan kepada Ahok. Siapa pun yang hati dan akalnya sehat, tentu dengan gampang menyorongkan kata “tidak” untuk pertanyaan-pertanyaan tersebut. Bagaimana bisa memperoleh jawaban “ya” kalau semua perilaku Ahok malah kebalikan dari kriteria Nobel. Kontribusi luar biasa kepada masyarakat seperti apa yang telah dia berikan? Yang terjadi, justru pria yang jadi Gubernur DKI karena nebeng sukses Jokowi itu banyak menyusahkan rakyatnya.
Penggusuran brutal dan bertubi-tubi yang dilakukannya sepanjang 2015 telah menyebabkan puluhan ribu warganya menderita lahir-batin. Menurut Ketua Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) Azas Tigor Nainggolan, sejak 2013 hingga 2015 saja, dia telah menggusur paksa 62.036 orang miskin telah digusur.
Angka ini tidak termasuk penggusuran yang telah dilakukannya sepanjang 2016. Di tengah kecaman bertubi-tubi, Ahok dengan jumawa tetap akan melakukan penggusuran sepanjang 2016. Angkanya tidak tanggung-tanggung. Ada 315 titik permukiman yang akan kena gusur paksa. Kalau setahun ada 365 hari, artinya hampir tidak hari tanpa menggusur rakyat. Bukan main kejam dan ganasnya…!
Masih terkait penggusuran, penelitian Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta yang beberapa hari lalu dirilis menyebutkan, penggusuran menggunakan jasa TNI (71%) dan Polri (88%) dan telah melanggar HAM. LBH menyodorkan angka-angka menyeramkan terkait penggusuran. Antara lain menyebabkan mayoritas warga kehilangan pekerjaan, tidak menghargai 47,5% orang yang telah tinggal selama lebih dari 20 tahun, sebagian besar dilakukan tanpa musyawarah (63%), tidak adanya akses bantuan hukum (77.8%), adanya kekerasan fisik dan verbal saat penggusuran (33% dan 35%), dan ganti rugi rusun merupakan ganti rugi yang tidak layak (65,5%).
Penelitian juga membuktikan, bahwa penggusuran paksa dan memindahkan ke rumah susun (Rusun) justru telah menurunkan kualitas hidup warga. Dengan pindah ke Rusun, warga dikenai biaya sewa tempat tinggal, biaya tagihan listrik dan air membengkak, serta meningkatnya biaya transportasi.
Pada saat yang sama, dengan direlokasi ke Rusun, jumlah warga yang bekerja tetap menurun. Akibatnya, jumlah pendapatan warga pun anjlok. Relokasi ke Rusun juga menyebabkan banyaknya warga yang pernah atau mengalami penunggakan biaya sehingga terancam diusir dari rusun. Rusun tidak ramah dengan kelompok rentan dan disabilitas.
Pendek kata, terlampau besar kezaliman yang dilakukan Ahok terhadap rakyatnya. Rakyat yang sangat mungkin dulu, saat Pilkada DKI 2012, ramai-ramai dan penuh semangat memilih Jokowi-Ahok sebagai pasangaan Gubernur dan Wagub DKI. Kasihan rakyat, kembali jadi korban pencitraan dan kepalsuan…
Begitu juga bila si terdakwa penista agama ini disandingkan dengan kriteria penerima CNN Heroes, faktanya jauh panggang dari api. Boro-boro menggerakkan partisipasi masyarakat untuk peduli terhadap sesama atau lingkungan sekitar, yang ada justru menimbulkan antipati dan kebencian mendalam rakayat kepadanya.
Dia juga sama sekali tidak memberikan pengaruh dan perubahan untuk sesuatu yang lebih baik. lha wong kata-kata yang keluar dari mulutnya kebanyakan isi toilet, kok. Ahok juga tidak segan-segan memaki dan menyebut maling kepada seorang ibu di hadapan publik, hanya karena ibu tadi bertanya soal Kartu Jakarta Pintar (KJP) yang dimiliki anaknya.
Dengan kezaliman begitu besar yang Ahok lakukan kepada rakyatnya, bagaimana mungkin para Ahokers tadi punya gagasan mengganjar juragannya dengan hadiah Nobel dan penghargaan CNN Indonesia Heroes? Kita yang waras dan berakal budi, tentu sulit mencerna kegilaan yang mereka pertontonkan.
Paling banter, sebagai manusia yang berhati-nurani, kita cuma bisa bertanya; Ahok dapat Nobel dan CNN Heroes, kalian waras?
Jakarta, 26 Desember 2016
(*/arrahmah.com)