(Arrahmah.com) – Presiden bereaksi terhadap jajaran dalam kabinetnya yang dinilai tak peka terhadap situasi yang ada. Hal tersebut disampaikan dalam Sidang Paripurna di Istana Negara, Kamis (18/6/2020).
Beberapa jajaran menteri yang disebutkan antara lain kementrian kesehatan yang dinilai belum optimal menangani wabah. Kucuran dana wabah sebesar 75 triliun misalnya, dianggap belum semua terserap dengan baik untuk pembayaran dokter dan tenaga kesehatan yang berjuang menangani wabah.
Presiden juga menyinggung penyaluran bansos yang belum menyeluruh bahkan di beberapa daerah terjadi penerimaan yang salah sasaran.
Kementrian perekonomian pun tak luput dari teguran. Dorongan untuk segera memberikan bantuan kepada masyarakat serta sektor usaha yang terdampak covid adalah hal yang menjadi perhatian.
Presiden khawatir dengan dampak luar biasa terhadap perekonomian bangsa yang kini semakin mengkhawatirkan.
Teguran terkait lambannya kinerja kabinet memunculkan beberapa wacana seperti reshuffle kabinet bahkan pembubaran beberapa badan pemerintah yang dinilai tidak optimal. (disarikan dari tribunnews.com)
Pidato yang diunggah melalui akun youtube tersebut menuai beragam reaksi. Beberapa tokoh seperti Amien Rais menilai bahwa tindakan “marah marah” yang disiarkan kepada publik bukanlah sikap yang elegan seorang penguasa. Seperti menepuk air dulang, terpercik muka sendiri. Begitulah peribahasa yang dilontarkan aktivis reformasi tersebut.
Pasalnya semua kinerja kementrian dan badan pemerintahan seharusnya menjadi tanggung jawab presiden, sehingga mengumbar kemarahan di depan masyarakat tak ubahnya membuka aib sendiri.
Klarifikasi pun dilakukan oleh kementrian kesehatan yang dinilai lambat dalam pencairan bantuan kesehatan. Melalui ketua Pengembangan Sumberdaya Manusia Abdul Kadir , sebagian besar dana yang dianggarkan untuk kemenkes sejatinya berada pada wewenang Kemenkeu, karena berasal dari transfer anggaran daerah. Dan keterlambatan pencairan dana pembayaran nakes dikarenakan usulan pembayaran dari daerah harus melalui jalan panjang hingga akhirnya bisa diverifikasi kemenkeu.
“Alurnya terlalu panjang, sehingga membutuhkan waktu untuk proses transfer ke daerah. Keterlambatan pembayaran juga disebabkan antara lain karena lambatnya persetujuan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran oleh Kementerian Keuangan,” katanya seperti dilansir situs bisnis.com.
Kemarahan Presiden terhadap jajaran di pemerintahan sejatinya patut mendapat apresiasi. Kekhawatiran penguasa terhadap kondisi bangsa yang semakin nelangsa merupakan tindakan yang sudah semestinya.
Namun, sulit dipungkiri bahwa birokrasi yang dikuasai oleh korporasi hanya akan menghasilkan kebijakan dengan pertimbangan laba semata. Kondisi masyarakat yang mengalamai resesi saat wabah melanda, tak sedikitpun memantik nurani penguasa. Pemberian bantuan dengan anggaran yang telah ditetapkan kembali menuai ragu saat masyarakat tak bisa menikmati tanpa pandang bulu.
Permasalahan pun mencuat saat melihat besaran anggaran wabah yang dihadapkan pada lemahnya serapan di masyarakat. Meminjam pernyataan dahlan Iskan dalam situs bestway.id, menyebutkan bahwa pemerintah selalu butuh swasta sebagai pelaksana.
Pun ketika wabah, kucuran dana pasti akan ditenderkan agar kemudian terserap dan program berjalan. “Jika belum terserap jangan-jangan memang masih disiapkan calon penerima tendernya? ” ungkap Mantan Menteri BUMN tersebut.
Kiranya kondisi tersebut membuat publik mengerti bahwa berharap empati di tengah krisis kepada penguasa dalam sistem kapitalis hanyalah isapan jempol belaka. Inilah watak asli kapitalisme yang abai terhadap rakyat.
Dalam sistem ini negara berfungsi sebagai regulator serta fasilitator yang tidak memiliki konsep periayahan yang benar terhadap rakyat. Jangankan menaruh empati, untuk meriayahpun mereka berlepas diri.
Hanya Islam yang mampu membebaskan umat dari penderitaan. Landasan aqidah mendorong penguasa dalam sistem Islam memiliki tamggung jawab terhadap kehidupan rakyatnya. Teringat dengan jelas bagaimana Khalifah Umar bin Khattab yang rela menunda istirahat malamnya demi memastikan tak ada rakyatnya yang lapar. Hingga ketika beliau mendapati satu orang janda papa dengan anaknya yang kelaparan, Sang Khalifah memanggul sendiri makanan untuk diberikan kepada janda tersebut.
Sikap Khalifah Umar merupakan gambaran betapa besar tanggung jawab penguasa dalam naungan Islam. Sudah saatnya kita memperjuangkan Alhaq (Islam) agar bisa diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan.
Oleh: Ummu Azka
(*/arrahmah.com)