(Arrahmah.com) – Jumlah kasus positif covid 19 di Indonesia semakin meningkat. Terjadi penambahan kasus hampir lebih dari 1000 kasus tiap harinya. Hingga tanggal 26 juni, tercacat sebanyak 51.427 kasus positif. Terjadi penambahan sebanyak 1240 kasus positif dari data sebelumnya. Hal ini seiring dengan pemberlakuan kebijakan new normal.
Menurut Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto menyebutkan masih tingginya kasus baru Covid-19 karena pelacakan yang dilakukan secara agresif. Jumlah 1.240 kasus baru itu didapatkan setelah pemerintah melakukan pemeriksaan 22.819 spesimen dalam sehari. (kompas.com, 26/06/2020)
Pendapat berbeda disampaikan oleh pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia dr. Iwan Ariawan. Beliau menyampaikan bahwa penerapan new normal beresiko tinggi terhadap makin masifnya penyebaran virus corona.
Jika mengacu pada persyaratan WHO, maka new normal baru bisa diterapkan ketika tidak ada kenaikan jumlah kasus selama dua minggu dan bahkan beberapa negara yang menetapkan pelonggaran dilakukan kalau sudah terjadi penurunan kasus selama satu bulan. Jadi kondisi Indonesia belum aman untuk keluar dan bergerak. (m.cnnindonesia.com, 22/06/2020)
Hal senada juga diungkapkan Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra menuturkan sikap gegabah pemerintah dalam membuka kembali sembilan sektor ekonomi dan penerapan AKB menimbulkan persepsi yang keliru di tengah masyarakat ihwal pencegahan penyebaran transmisi lokal virus corona.
Hermawan berpendapat sejumlah masyarakat pada akhirnya menganggap langkah itu menunjukkan kondisi yang sudah kembali normal seperti sebelum adanya pandemi Covid-19. (bisnis.com, 21/06/2020)
Kebijakan new normal dinilai sebagai kebijakan abnormal dalam kondisi Indonesia dengan penambahan kasus covid 19 yang meningkat setiap harinya. Bahkan kebijakan new normal mendorong terjadinya klaster-klaster baru penyebaran covid 19.
Kebijakan ini membuat banyak masyarakat yang beranggapan bahwa kasus covid 19 telah mereda, sehingga mereka kurang disiplin dalam mematuhi protokol kesehatan. Hal ini nampak pada pembukaan kembali pasar tradisional, para pedagang dan pembeli masih berkerumun dan tidak mengindahkan aturan pshycal distancing.
Bahkan banyak dari mereka yang tidak memakai masker. Hal ini memicu terjadinya penyebaran covid 19 klaster pasar.
New normal bukan Solusi
Penambahan jumlah kasus covid 19 yang meningkat tiap harinya adalah akibat dari kurang sigapnya pemerintah mengatasi masalah ini dari awal kemunculan kasus ini. Dengan dalih membangkitkan ekonomi, pemerintah memberikan solusi new normal atau adaptasi kebiasaan baru (AKB). Namun solusi ini malah menambah persoalan baru yaitu makin masifnya penyebaran virus covid 19. Masyarakat kelas bawah pun akhirnya pasrah ketika harus beresiko tertular covid 19 demi memberi makan anggota keluarganya.
Bagai makan buah simalakama. Antara kesehatan dan ekonomi, merupakan dua hal yang sangat dibutuhkan masyarakat. Namun ekonomi menjadi tak berarti jika masyarakatnya sakit, bahkan akan terjadi pengeluaran anggaran yang besar untuk penyembuhan masyarakat yang sakit.
Seperti yang disampaikan Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran dr. Panji Fortuna Hadisoemarto yang menilai bahwa pemerintah seharusnya fokus pada menekan angka kasus virus corona dahulu ketimbang berpikir melonggarkan aturan demi ekonomi. Perekonomian Indonesia pun akan sulit berjalan kalau wabah belum diatasi karena kesehatan masyarakat perlu diperkuat lebih dulu. (m.cnnindonesia.com, 22/06/2020).
Islam solusi pandemi
Dalam islam, kebutuhan ekonomi dan pelayanan kesehatan adalah hak dasar yang harus diberikan negara kepada rakyatnya. Negara harus memastikan setiap individu rakyat tercukupi kebutuhan hidupnya dan sehat. Jika pun kemudian rakyat sakit maka negara memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan gratis.
Upaya tes massif dan pelacakan kontak penderita secara agresif adalah tanggung jawab negara. Negara harus menjamin terpenuhinya rasa aman masyarakat dari tertularnya virus covid-19. Proses karantina wilayah sangat diperlukan dalam rangka memutus rantai penyebaran virus covid-19.
Masyarakat yang sakit mendapat pelayanan kesehatan dan tidak menularkan kepada yang sehat. Sedangkan masyarakat yang sehat bisa beraktivitas normal dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan.
Roda ekonomi juga harus tetap berjalan maka menjadi kewajiban negara untuk menemukan jalan keluar dalam memenuhi kebutuhan dasar bagi masyarakat yang terdampak selama masa karantina wilayah.
Negara adalah pelayan rakyat. Negara mengerahkan segala daya upaya untuk memastikan setiap individu rakyat sehat dan tercukupi kebutuhan dasarnya, tanpa hitungan untung dan rugi. Negara bukan kepanjangan tangan korporasi yang memaksakan new normal demi kelangsungan bisnis para pemilik modal.
Rasulullah Saw. bersabda:
“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al- Bukhari).
Negara memberikan pelayanan secara adil dan merata kepada semua rakyatnya. Hal ini sesuai sabda Rasulullah SAW :
“Barangsiapa diserahi urusan manusia lalu menghindar melayani kamu yang lemah dan mereka yang memerlukan bantuan, maka kelak di hari kiamat, Allah tidak akan mengindahkannya.” (HR. Abu Dawud).
Sudah saatnya kita mengambil islam untuk mengatasi pandemi ini dan menerapkannya dalam setiap sendi kehidupan, sehingga Allah menurunkan keberkahan bagi penduduk negeri. Wallahu’alam bishawab.
Oleh : Ummu Athiyyah – Komunitas pena cendekia Jombang
(ameera/arrahmah.com)