(Arrahmah.com) – Sejak PSBB diterapkan setengah hati, dihentikan dan akhirnya diganti “New Normal” alias berdamai dengan Corona, kehidupan kian rumit seperti benang ruwet.
Dilansir oleh cnnindonesia.com, Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Mohammad Choirul Anam mengatakan bahwa penerapan new normal, yang kini disebut adaptasi kebiasaan baru (AKB), menjadi titik awal keruwetan penanganan pandemi virus corona (Covid-19).
Anam menyebut new normal yang mulai dikampanyekan Presiden Joko Widodo (Jokowi) awal Juni 2020 lalu lebih berorientasi pada pemulihan ekonomi ketimbang kesehatan.
“New normal diterapkan tanggal 1 Juni. Di situ lah awal dari keruwetan yang selama ini kita rasakan,” kata Anam dalam konferensi daring (online), Selasa (28/7).
Anam menyatakan sejak awal pihaknya telah mengingatkan pemerintah agar memenuhi sejumlah syarat, seperti jumlah korban mulai turun dan masyarakat harus mematuhi protokol kesehatan Covid-19 sebelum menerapkan new normal di masa pandemi virus Corona.
Alih-alih dipertimbangkan terlebih lagi diterapkan, peringatan itu tak digubris oleh pemerintah. Sebaliknya, pemerintah justru menghentikan PSBB, dan menetapkan kebijakan “New Normal”.
“New Normal” justru memicu gelombang kedua penularan virus corona yang lebih sulit dikendalikan jika beberapa syarat tersebut di atas tidak diberlakukan.
Contoh terbaru, saat ini muncul klaster baru penularan virus corona, seperti klaster perkantoran setelah pemerintah menerapkan new normal. Padahal saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), penularan di klaster perkantoran minim.
Selain itu, Jumlah zona merah Corona di Jawa Timur kembali naik, setelah pada 15 Juli 2020 turun menjadi 6 kota/kabupaten, dilanjutkan dengan penurunan menjadi 3 kota/kabupaten pada 21 Juli 2020, per 30 Juli 2020 jumlah zona merahnya menjadi 9 kota/kabupaten.
Pada Kamis (30/7/2020), berdasarkan data infocovid19.jatimprov.go.id, Jawa Timur, tercatat 288 kasus baruCovid-19 dengan kasus terbanyak berada di Surabaya sebanyak 70 orang, Sidoarjo 52 orang, Kabupaten Gresik 31orang, dan Pasuruan 23 orang. (bisnis.com, 31/7/2020)
Inilah realita gambaran “New Normal” ala sistem kehidupan kapitalis sekuler liberal. Yang tak memanusiakan manusia, melainkan lebih mengedepankan kepentingan kaum kapitalis yang mata duitan.
Diperburuk sikap plin plan nya pemerintah (terkait konsistensi aturan) dan acuh tak acuh nya sebagian masyarakat terhadap bahaya Corona, minimnya ilmu mereka tentang Corona, ketidakdisiplinan diri mereka untuk mentaati protokol kesehatan yang sudah dihimbau oleh banyak ahli medis.
Alhasil, hidup pun semakin ruwet.
Dalam pandangan Islam, ada dua poin yang kita perhatikan.
Yang pertama, masalah apapun yang kita hadapi, termasuk pandemi ini, harus dikembalikan kepada bagaimana Allah mengaturnya.
Allah Swt. berfirman,
فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ
“Maka putuskanlah perkara di antara mereka dengan apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka (dengan) meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.” (Qs. Al-Ma’idah [5]: 48).
وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ
“Dan putuskanlah perkara di antara mereka dengan apa yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka supaya mereka tidak memalingkan kamu dari apa yang telah diturunkan Allah kepadamu” (Qs. Al-Ma’idah [5]: 49)
Yang kedua, disebabkan semua masalah hidup manusia sudah dibekali Allah dengan solusi tuntas dalam Islam, sangat wajar jika kaum muslimin wajib memenuhi seruan Allah untuk berislam secara kafah.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Wahai orang-orang yang beriman masuklah kamu kepada Islam secara menyeluruh. Dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagi kamu.” (QS. al-Baqarah [2]: 208).
Masalahnya, seruan Allah agar kaum muslimin berislam secara kafah mustahil mampu dilakukan kaum muslimin secara pribadi.
Di sini letak kebutuhan urgen kita terhadap figur pemimpin berkarakter Islam : muslim sekaligus mu’min yang jujur dan adil serta amanah. Islam juga mengharuskan pemimpin itu bersikap tegas, tak berkompromi dengan pihak manapun. Setegas Nabi Muhammad Saw. dan Khalifah Umar bin Khaththab.
Selain figur, kita pun sangat membutuhkan kepemimpinan yang mencerminkan penerapan syariat Islam secara kafah. Seperti yang diserukan Allah dalam Qs. Al-Baqarah [2] : 208. Kepemimpinan yang mampu mewujudkan keadilan yang hakiki di dunia.
Kepemimpinan tersebut berwujud institusi kekhilafahan Islam. Yang pernah diterapkan selama 13 abad. Sejak era kepemimpinan Nabi Muhammad Saw. sebagai kepala negara di Yatsrib (sekarang Madinah), berlanjut di era khulafa’ur rasyidin hingga khulafa’ tiga bani : Umayyah, Abbasiyah dan Utsmaniyah.
Dengan mengembalikan kehidupan Islam dalam naungan khilafah bermanhaj kenabian, Khalifah diwajibkan bertindak tegas dalam menerapkan aturan Allah. Termasuk saat aturan-Nya dibutuhkan sebagai solusi tuntas untuk mengakhiri wabah pandemi.
Negara akan memberikan edukasi dan sosialisasi non stop kepada masyarakat tentang bahaya wabah virus dan apa saja yang harus mereka lakukan agar terhindar darinya. Negara juga menerapkan lockdown syar’i. Sebagaimana yang pernah disabdakan Rasulullah Saw.,
“Apabila kalian mendengar ada wabah di suatu tempat, maka janganlah memasuki tempat itu; Dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu sedang berada di tempat itu, maka janganlah keluar darinya.” (HR Muslim).
Lockdown syar’i ini takkan dihentikan hingga dipastikan wabah benar-benar diangkat oleh Allah dari bumi-Nya.
Oleh sebab itu, negara dalam Islam takkan berkompromi dengan pihak-pihak kapitalis sekuler yang lebih mengedepankan masalah pemulihan ekonomi daripada kesehatan (baca: nyawa) rakyat.
Negara juga akan mencurahkan segenap tenaga dan upaya demi kelangsungan hidup rakyatnya selama pemberlakuan Lockdown.
*Oleh : Dian Puspita Sari, Ibu Rumah Tangga
(ameera/arrahmah.com)