TEL AVIV (Arrahmah.id) – Perdana Menteri “Israel” Benjamin Netanyahu telah menolak syarat yang diajukan oleh Hamas untuk mengakhiri perang dan membebaskan seluruh tawanan sebagai imbalan atas penarikan pasukan “Israel”, pembebasan para tawanan, dan menerima pemerintahan Hamas di Gaza.
Netanyahu, yang berada di bawah tekanan domestik yang semakin meningkat untuk membawa pulang para tawanan, mengatakan bahwa menerima persyaratan Hamas berarti membiarkan kelompok perlaawanan Palestina itu “utuh” dan bahwa tentara “Israel” telah “tewas dengan sia-sia”.
“Saya menolak mentah-mentah syarat-syarat penyerahan diri dari Hamas,” kata Netanyahu pada Ahad (21/1/2024).
“Jika kita menerima ini, kita tidak akan dapat menjamin keselamatan warga kita. Kami tidak akan dapat membawa pulang para pengungsi dengan aman dan tanggal 7 Oktober mendatang hanya soal menunggu waktu saja,” lanjutnya, seperti dilansir Al Jazeera.
Sebelumnya, Netanyahu secara tegas menentang pembentukan negara Palestina merdeka, dan bersikeras bahwa ia tidak akan berkompromi dengan “kontrol keamanan ‘Israel’ secara penuh atas seluruh wilayah di sebelah barat Yordania”.
Netanyahu berada di bawah tekanan di berbagai bidang, karena keluarga para tawanan menyerukan kesepakatan untuk memulangkan dengan aman orang-orang yang mereka cintai.
Anggota koalisi sayap kanan yang berkuasa mendorong eskalasi perang, dan perbedaan yang semakin besar memperkeruh hubungan dengan pemerintahan Amerika Serikat (AS) Joe Biden.
Pada Ahad (21/1) malam, Forum Sandera dan Keluarga yang Hilang memulai protes di luar rumah pribadi Netanyahu di Yerusalem, dan berjanji untuk tidak pergi sampai dia menyetujui kesepakatan tentang pembebasan para tawanan.
“Jika Perdana Menteri memutuskan untuk mengorbankan para tawanan, dia harus membuktikan kepemimpinan dan secara jujur berbagi posisinya dengan publik ‘Israel’,” kata kelompok itu dalam sebuah pernyataan.
Hamdah Salhut dari Al Jazeera, yang melaporkan dari Yerusalem Timur yang diduduki “Israel”, mengatakan bahwa para pengunjuk rasa merasa mereka tidak dilihat atau didengar oleh pemerintah mereka.
“Mereka merasa diabaikan dan dilupakan,” kata Salhut.
“Anda juga memiliki perbedaan pendapat dari dalam kabinet perang – dengan salah satu anggota mengatakan bahwa mungkin kekalahan total Hamas bukanlah tujuan yang realistis bagi pemerintah untuk dicapai dan bahwa harus ada pemilihan umum yang diadakan, sehingga masyarakat dapat menunjukkan kepercayaan mereka pada pemerintah,” paparnya.
Menurut para pejabat “Israel”, Hamas masih menahan 136 tawanan.
Sedikitnya 25.105 warga Palestina telah terbunuh di Gaza sejak “Israel” menyatakan niatnya untuk menghabisi Hamas sebagai tanggapan atas serangan 7 Oktober.
Hamas pada Ahad (21/1) merilis sebuah laporan yang menggambarkan serangan di “Israel” selatan sebagai “langkah yang diperlukan dan respon yang normal” sambil mengakui “kesalahan” dalam pelaksanaannya. (Rafa/arrahmah.id)