TEL AVIV (Arrahmah.com) – Perdana Menteri ‘Israel’ Benjamin Netanyahu memperingatkan Presiden Suriah Bashar al-Assad pada hari Selasa (30/6/2020) agar tidak “mempertaruhkan masa depan” rezimnya dengan mengizinkan Iran untuk secara militer bercokol di negaranya.
“Kami tidak akan mengizinkan Iran untuk membangun kehadiran militer di Suriah,” katanya kepada wartawan di samping pejabat Amerika Serikat yang sedang berkunjung tentang kebijakan Iran, Brian Hook.
Keduanya menyerukan perpanjangan embargo senjata terhadap Iran, musuh bebuyutan kedua negara mereka, yang berakhir pada Oktober.
“Saya katakan kepada para ayatullah di Teheran:‘ ‘Israel’ akan terus mengambil tindakan yang diperlukan untuk mencegah terciptanya teror lain dan front militer melawan ‘Israel’ di negara tetangga Suriah,” kata sang perdana menteri.
“Dan saya katakan kepada Bashar al-Assad:” Anda mempertaruhkan masa depan negara dan rezim anda,” lanjut Netanyahu.
‘Israel’ telah meluncurkan ratusan serangan di Suriah sejak dimulainya perang saudara pada tahun 2011, yang menargetkan pasukan pemerintah, sekutu pasukan Iran, dan pejuang dari kelompok militan Syiah Libanon, Hizbullah.
Zionis jarang mengkonfirmasi rincian operasi di Suriah, tetapi mengatakan kehadiran Iran dalam mendukung Assad adalah ancaman bagi ‘Israel’ dan bahwa ia akan terus melakukan serangan seperti itu.
“Kami benar-benar bertekad untuk mencegah Iran mengakar sendiri secara militer di sekitar kami,” kata Netanyahu.
Hook berfokus pada embargo senjata, diberlakukan sebagai bagian dari perjanjian nuklir multilateral yang ditandatangani oleh Teheran, Washington, dan negara-negara besar lainnya pada tahun 2015.
Pencabutan embargo itu akan memungkinkan Iran “secara bebas mengimpor jet tempur, helikopter serang, kapal perang, kapal selam, sistem artileri kaliber besar, dan rudal dari jarak tertentu,” kata utusan AS tersebut.
“Iran kemudian akan berada dalam posisi untuk mengekspor senjata-senjata ini dan teknologi mereka ke proksi mereka seperti Hizbullah, Jihad Islam, Hamas, kelompok-kelompok milisi Syiah di Irak, dan jaringan-jaringan militan Syiah di Bahrain dan ke Houtsi di Yaman,” lanjut Hook. (Althaf/arrahmah.com)