TEL AVIV (Arrahmah.id) – Perdana Menteri “Israel” Benjamin Netanyahu telah mengindikasikan bahwa ia terbuka terhadap kesepakatan “parsial” yang akan memfasilitasi kembalinya beberapa tawanan yang masih ditahan di Gaza, meskipun tidak semuanya.
Namun, ia menegaskan kembali bahwa ia tidak akan menyetujui kesepakatan apapun yang mengatur penghentian perang “Israel” di Gaza, meskipun Amerika Serikat sebelumnya mengklaim bahwa proposal “Israel” akan menjadi jalan untuk mengakhiri serangan tersebut, lansir Al Jazeera (23/6/2024).
“Tujuannya adalah untuk mengembalikan orang-orang yang diculik dan mencabut rezim Hamas di Gaza,” klaimnya dalam sebuah wawancara dengan media “Israel” Channel 14 pada Ahad (23/6).
Puluhan ribu warga “Israel” secara konsisten berunjuk rasa menentang Netanyahu dan pemerintahannya, menuntut pemilihan umum dini dan kesepakatan untuk mengembalikan para tawanan.
Bulan lalu, Presiden AS Joe Biden mengumumkan sebuah proposal gencatan senjata, yang akan memberikan jeda selama enam minggu dalam pertempuran serta pembebasan beberapa tawanan “Israel” di Gaza dan para tahanan Palestina yang ditahan di penjara-penjara “Israel”. Pertukaran ini kemudian akan memungkinkan negosiasi untuk gencatan senjata permanen.
Sementara para pejabat AS bersikeras bahwa “Israel” yang mengajukan proposal tersebut, berbagai pejabat “Israel”, termasuk Netanyahu, telah berjanji untuk terus bertempur hingga Hamas tersingkir, dan menolak untuk secara terbuka mendukung proposal tersebut.
Netanyahu juga mengatakan kepada Channel 14 bahwa serangan militer “Israel” yang intens di kota Rafah, Gaza selatan, hampir berakhir.
“Fase intens pertempuran melawan Hamas akan segera berakhir,” katanya. “Ini tidak berarti perang akan berakhir, tetapi perang dalam fase intensnya akan berakhir di Rafah.”
‘Pemerintahan sipil’
Netanyahu, dalam wawancara pertamanya dengan sebuah media “Israel” sejak perang di Gaza dimulai, sekali lagi menolak gagasan bahwa Otoritas Palestina yang berbasis di Tepi Barat yang diduduki, menjalankan Gaza menggantikan Hamas.
“Kami juga ingin membentuk pemerintahan sipil, jika memungkinkan dengan warga Palestina setempat dan mungkin dengan dukungan eksternal dari negara-negara di kawasan ini, untuk mengelola pasokan kemanusiaan dan kemudian, urusan sipil di Jalur Gaza,” katanya.
“Pada akhirnya, ada dua hal yang perlu dilakukan: kami membutuhkan demiliterisasi yang berkelanjutan oleh [militer ‘Israel’] dan pembentukan pemerintahan sipil.”
Jalur Gaza telah dilanda perang selama lebih dari delapan bulan, dan telah menewaskan sedikitnya 37.598 warga Palestina, menurut Kementerian Kesehatan Palestina.
Pasukan akan bergerak menuju Lebanon
Netanyahu mengatakan bahwa pasukan akan segera dikerahkan ke perbatasan utara dengan Lebanon, namun untuk “tujuan pertahanan”.
“Setelah fase intens selesai, kami akan memiliki kemungkinan untuk memindahkan sebagian pasukan ke utara. Dan kami akan melakukan ini. Pertama dan terutama untuk tujuan pertahanan. Dan kedua, untuk membawa pulang warga kami [yang dievakuasi],” klaim Netanyahu kepada Channel 14.
“Jika kami bisa, kami akan melakukannya secara diplomatis. Jika tidak, kami akan melakukannya dengan cara lain. Tapi kami akan membawa [warga] pulang,” katanya.
Puluhan ribu warga sipil telah mengungsi dari “Israel” utara dan Lebanon selatan, yang telah menyaksikan baku tembak hampir setiap hari antara pasukan “Israel” dan pejuang Hizbullah Lebanon sejak perang di Gaza dimulai. (haninmazaya/arrahmah.id)