WASHINGTON D.C, (Arrahmah.id) – Dilansir dari Al Jazeera, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu tiba di Washington dengan satu misi utama: memastikan Amerika Serikat berjanji untuk menghabisi Hamas. Namun, di sisi lain, keluarga tawanan “Israel” justru ketakutan bahwa Netanyahu sengaja menggagalkan kesepakatan gencatan senjata demi kelangsungan kekuasaannya.
Seorang sumber yang ikut serta dalam kunjungan Netanyahu mengungkapkan bahwa “pemerintah bisa runtuh jika tahap kedua kesepakatan dijalankan, dan Netanyahu mungkin akan menghalanginya dengan persyaratan yang membuat Hamas menolak mentah-mentah.”
Lebih parah lagi, Netanyahu menunjuk Menteri Urusan Strategis Ron Dermer untuk mengurus bagian politik dari kesepakatan ini—langkah yang diyakini hanya untuk memperlambat dan menggagalkan prosesnya.
Trump-Netanyahu Bertemu, Nasib Gaza Dipertaruhkan
Netanyahu dijadwalkan bertemu dengan Presiden Donald Trump hari Selasa di Gedung Putih. Sebelum berangkat dari Tel Aviv, ia dengan bangga mengumumkan bahwa pertemuan ini sangat penting, terutama dalam membahas “kemenangan atas Hamas”, pembebasan tawanan “Israel” di Gaza, serta upaya menghadapi “poros teror Iran”.
Namun, banyak yang menilai bahwa pertemuan ini bukan untuk mencari solusi, melainkan untuk mencari alasan agar perang tetap berlanjut.
Keluarga Tawanan Murka: “Jangan Biarkan Netanyahu Berkhianat Lagi!”
Kemarahan terhadap Netanyahu semakin membesar, terutama dari keluarga tawanan yang masih ditahan di Gaza. Dalam sebuah pernyataan keras, perwakilan keluarga tawanan mengatakan, “Sebelum Trump bertemu dengan Netanyahu si penghancur kesepakatan, kami harus bersuara melawan para pengkhianat!”
Mereka juga memperingatkan bahwa Netanyahu akan mencoba memanipulasi Trump, seperti yang ia lakukan terhadap mantan Presiden Joe Biden, hanya demi mempertahankan koalisi pemerintahannya.
Tak hanya itu, dilaporkan oleh Yedioth Ahronoth bahwa kantor Netanyahu secara terang-terangan menolak membawa perwakilan keluarga tawanan dalam lawatannya ke Washington. Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa ia memang tak punya niat untuk menyelesaikan kesepakatan tersebut.
Meski demikian, beberapa anggota keluarga tawanan telah lebih dulu terbang ke Washington untuk menekan AS agar mendorong Netanyahu menyelesaikan pertukaran tawanan sesuai kesepakatan. Bahkan, ibu salah satu tawanan, Metan Tsangauker, langsung meminta Trump agar tidak membiarkan Netanyahu mengorbankan nyawa anaknya demi kepentingan politik.
Netanyahu Menunda, Perang Bisa Meledak Lagi
Pada 19 Januari, gencatan senjata tiga tahap mulai berlaku dengan masing-masing tahap berlangsung selama 42 hari. Sesuai kesepakatan yang dimediasi Mesir dan Qatar serta didukung AS, negosiasi tahap kedua seharusnya dimulai pada hari ke-16 gencatan senjata, yaitu Senin ini.
Namun, Netanyahu malah menunda pengiriman delegasi ke Doha hingga ia kembali dari Washington, memperlihatkan niatnya untuk mempermainkan proses perdamaian.
Ben Gvir: “Netanyahu Pengkhianat, Pemerintah Gagal!”
Menteri Keamanan “Israel” yang baru saja mengundurkan diri, Itamar Ben Gvir, terang-terangan mengecam kebijakan Netanyahu.
“Pemerintah terus melanggar janji dan prinsip yang diumumkan sebagai bagian dari kesepakatan ilegal ini,” katanya.
Ia juga menuding Netanyahu telah menyerah pada Otoritas Palestina terkait pengelolaan perbatasan Rafah, meski sebelumnya ia bersumpah tidak akan membiarkan hal itu terjadi.
“Govermen Netanyahu mengizinkan Otoritas Palestina, yang membayar gaji para teroris, untuk mengendalikan gerbang Gaza,” katanya dengan penuh kemarahan.
Dengan segala drama ini, pertanyaannya sekarang: apakah Netanyahu benar-benar ingin menyelamatkan tawanan “Israel”, atau justru ingin terus mengorbankan mereka demi kepentingan politiknya sendiri?
(Samirmusa/arrahmah.id)