TEL AVIV (Arrahmah.id) – “Israel” membantah klaim bahwa sekutu Arabnya, UEA, berencana untuk mengakhiri beberapa kesepakatan pertahanan sebagai bentuk protes atas tindakan anggota sayap kanan pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Radio “Israel” Channel 12 melaporkan bahwa pemimpin UEA, Mohammed bin Zayed (MbZ) telah merencanakan untuk membekukan pembelian beberapa senjata “Israel” setelah provokasi terbaru Menteri Keuangan Bezalel Smotrich yang menyerukan penghapusan Hawara, dan penyerbuan kompleks Masjid Al-Aqsa oleh Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir.
“Sampai kita dapat memastikan bahwa Perdana Menteri Netanyahu memiliki pemerintahan yang dapat dia kendalikan, kami tidak akan bekerja sama,” kata MbZ.
Kantor Netanyahu mengeluarkan kata-kata penolakan yang keras terhadap laporan tersebut yang mengecamnya sebagai “tidak berdasar” dan mengatakan hubungan antara kedua negara tetap dalam kontak diplomatik yang bermanfaat sampai hari ini.
Kementerian luar negeri “Israel” juga membantah laporan tersebut, mengatakan hubungan antara kedua negara tetap kuat dan solid dengan rencana perluasan hubungan politik dan ekonomi, termasuk kesepakatan perdagangan bebas.
UEA telah merencanakan untuk membeli senjata dalam jumlah besar dari “Israel” menyusul perjanjian normalisasi 2020 yang kontroversial, yang memicu kemarahan di seluruh dunia Arab. Kedua negara selaras dalam sejumlah masalah regional, termasuk oposisi terhadap Iran.
Duta besar Emirat telah mencoba merangkul anggota sayap kanan pemerintah baru “Israel”, termasuk Smotrich dan Ben-Gvir, tetapi hubungan kedua negara akhirnya guncang oleh perilaku tidak menentu dari kedua menteri ini.
Kunjungan Netanyahu ke UEA dibatalkan untuk kelima kalinya pada Januari, tak lama setelah Ben-Gvir menyerbu kompleks Al-Aqsa.
Abu Dhabi juga mengeluarkan kecaman atas seruan Smotrich untuk penghancuran Hawara, di mana para pemukim sayap kanan telah membakar ratusan rumah dan kendaraan milik warga Palestina.
UEA juga telah mensponsori resolusi PBB yang mengecam permukiman “Israel”, namun hubungan militer dan intelijen antara kedua negara tetap kuat. (zarahamala/arrahmah.id)