Banyak orang-orang yang mengaku Islam di negeri ini ikut-ikutan dalam budaya syirik tumbal dan sesajian serta meminta pada orang yang sudah mati. Di sisi lain, banyak orang di negeri ini ikut-ikutan dalam pesta syirik demokrasi, padahal mereka mengetahui bahwa yang demikian itu adalah pelimpahan wewenang pembuatan hukum dan perundang-undangan kepada rakyat atau wakilnya yang disederhanakan dengan ungkapan mereka: “Dari Rakyat, Oleh Rakyat dan Untuk Rakyat”.
Mereka mengatakan: “Kalau ikut pemilu itu syirik dan pelakunya musyrik tentulah doktor fulan dan Ustadz fulan tidak masuk partai, kami ikut mereka saja, dan masa mereka akan menyesatkan kami… !!?” Ada sebagian orang yang intisab kepada salaf mengatakan: “Kami ikut pemilu karena ada fatwa dari syaikh fulan yang melegalkannya… dan masa dia memfatwakan syirik…!?”.
Doktor fulan adalah ahli dalam tafsir, doktor fulan adalah ahli dalam syari’at, si fulan doktor hadits, dan si fulan doktor syari’ah, serta si fulan ahli bahkan doktor dalam bidang Aqidah… Semuanya ikut dalam pemilu dan bahkan mereka itu pejabat teras di Partai Islam Fulani… Saya ikut mereka, tidak mungkin mereka mengajak kepada syirik…!!!
Mereka taqlid kepada tokoh mereka dalam syirik seraya berbaik sangka kepada para tokoh itu, dan mengira bahwa sikap taqlid itu bisa menyelamatkan mereka dari azab, tapi ternyata mereka dan orang-oang yang diikutinya semuanya masuk neraka kalau tidak taubat. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “Dan (ingatlah) ketika mereka berbantah-bantahan dalam neraka, maka orang-orang yang lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri: ‘Sesungguhnya kami adalah pengikut-pengikutmu, maka dapatkah kamu menghindarkan dari kami sebahagian azab api neraka?’ Orang-orang yang menyombongkan diri menjawab: ‘Sesungguhnya kita semua sama-sama dalam neraka, karena sesungguhnya Allah telah menetapkan keputusan antara hamba-hambaNya’.” (QS Al Mu’min: 47-48)
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan: “Ini adalah pemberitahuan dari Allah dan peringatan bahwa orang-orang yang diikuti dan yang mengikuti sama-sama di dalam azab (api neraka), dan taqlid mereka ini sama sekali tidak bisa bermanfaat bagi mereka.” (Thariqul Hijratain)
Bahkan di akhirat kelak para tokoh itu akan berlepas diri dari para muqallidin. Orang yang melegalkan ikut pemilu demokrasi dengan dalih ‘Maslahat Dakwah’ atau berdalih dengan Hilful Fudlul, atau dengan posisi Yusuf a.s. dan segudang syubhat yang dilontarkan oleh ulama kaum musyrikin dalam rangka melegalkan sikap mereka masuk dalam parlemen (DPR/MPR), terus mereka diikuti oleh para pengikutnya dari kalangan muqallidin juhhal (para pengekor yang bodoh) bahwa itu syirik padahal mereka mengetahui apa itu demokrasi, maka para tokoh itu akan bara’ dari kaum muqallidin itu, dan kaum muqallidin berangan-angan andai mereka bisa kembali ke dunia supaya bisa bara’ dari mereka, tetapi itu tidak mungkin karena yang ada hanyalah penyesalan dan kekekalan dalam azab, sebagaimana firmanNya Subhanahu Wa Ta’ala: “Yaitu ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya dan mereka melihat siksa, dan ketika segala hubungan mereka terputus sama sekali. Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti : ‘Seandainya kami dapat kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka sebagaimana mereka berlepas diri dari kami’. Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka, dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka.” (QS Al Baqarah: 166-177)
Begitulah nestapa mereka kelak, walau hari ini mereka menuduh para muwahhidin yang bara’ dari demokrasi dan pemilunya sebagai kakitangan Yahudi dan Nashrani, karena menurut klaim syirik mereka bahwa orang-orang yang tidak memberikan suaranya kepada Partai (yang mengaku) Islam dan bahkan melarangnya, berarti mereka telah melapangkan jalan musuh Islam (yaitu Nashrani) untuk berkuasa… begitu kata mereka. Padahal musuh Islam (tauhid) itu sangatlah banyak, bukan hanya Nashrani saja, tetapi mereka yang melegalkan pemilu adalah musuh tauhid.
Dan sama juga dengan kaum muqallidin di atas orang-orang yang bagian dari Salafiyyin Maz’uumin yang ikut pemilu demokrasi dengan hujjah fatwa syaikh Fulani, sedangkan status syaikhnya itu tidak terlepas dari dua keadaan: Bisa jadi dia jahil akan waqi’ (realita kekinian) apa itu demokrasi, lalu dia berfatwa tanpa dasar ilmu (akan waqi’) sehingga dia sesat lagi menyesatkan, dan bisa jadi dia tahu akan waqi’ demokrasi, berarti dia adalah tergolong ulama musyrikin lagi orang-orang yang memposisikan dirinya sebagai arbaab selain Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Dan begitu juga orang-orang yang melakukan kekafiran atau kemusyrikan dengan dalih siasat seraya taqlid kepada ustadznya yang menafsirkan surat Ali Imran ayat 28 tanpa dasar ilmu.
Orang-orang yang dahulu dipuji dan disanjung lagi dihormati semasa mereka di dunia, tapi kelak di akhirat akan dianggap sebagai biang kerok kesesatan mereka. Allah ta’ala berfirman: “Setiap suatu umat masuk (ke dalam neraka), dia mengutuk kawannya (yang menyesatkannya) sehingga apabila mereka masuk semuanya, berkatalah orang-orang yang masuk kemudian (yaitu para pengikut) di antara mereka kepada orang-orang yang masuk terdahulu (yaitu para pemimpin): ‘Ya Tuhan kami, mereka telah menyesatkan kami, sebab itu datangkanlah kepada mereka (siksaan) yang berlipat ganda dari neraka’, Allah berfirman: ‘Masing-masing mendapatkan siksaan yang berlipat ganda, akan tetapi kamu tidak mengetahui’. Dan berkata orang-orang yang masuk terdahulu di antara mereka kepada orang-orang yang masuk kemudian: ‘Kamu tidak mempunyai kelebihan sedikit pun atas kami, maka rasakanlah siksaan karena perbuatan yang telah kamu lakukan’.” (QS Al A’raaf: 38-39)
Orang-orang yang taqlid kepada para tokoh dalam hal syirik dan kekafiran, biasanya mengatakan, “Andai ini salah, tentulah yang menanggung dosanya adalah orang-orang yang kami ikuti…” Tetapi ternyata realita di akhirat lain dari dugaan mereka. Dan Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “Dan mereka semuanya (di padang mahsyar) akan berkumpul menghadap ke hadirat Allah, lalu berkatalah orang-orang yang lemah kepada orang-orang yang sombong: ‘Sesungguhnya kami dahulu adalah pengikut-pengikutmu, maka dapatkah kamu menghindarkan daripada kami azab Allah (walau) sedikit saja?’ Mereka menjawab: ‘Seandainya Allah memberi petunjuk kepada kami, niscaya kami dapat memberi petunjuk kepada kamu. Sama saja bagi kita apakah kita mengeluh atau bersabar, sekali-kali kita tidak mempunyai tempat untuk melarikan diri’.” (QS Ibrahim: 21)
Seorang bawahan biasanya mengatakan: “Kami hanya menjalankan tugas dan perintah dari atasan…” Akan tetapi nanti kenyataannya akan seperti dalam ayat di atas, dimana si atasan tidak bisa melindunginya dari azab Allah… dan bagaimana bisa sedangkan dia sendiri diazab.
Kaum muqallidun yang mengikuti para doktor dan ulamanya dalam syirik dan kekafiran, mereka mengikutinya dalam pemilu demokrasi syirik, bahkan meyakininya sebagai bentuk dakwah, syi’ar, ibadah, dan bahkan sebagai bentuk jihad politik. Mereka menganggap orang yang mereka ikuti sebagai pimpinan Harakah Islamiyah, namun kelak akan berbalik melaknatnya.
Begitu juga orang yang taqlid dalam menyanjung ajaran Pancasila dan UUD 1945, juga orang yang ikut-ikutan dalam tumbal sesajen dan meminta kekuburan, semuanya akan menyesal dan melaknat para tokohnya, Allah ta’ala berfirman: “Sesungguhnya Allah melaknat orang-orang kafir dan menyediakan bagi mereka api yang menyala-nyala (neraka), mereka kekal di dalamnya selama-lamanya, mereka tidak memperoleh seorang pelindung pun dan tidak (pula) seorang penolong. Pada hari ketika muka mereka dibolak balikkan dalam neraka, mereka berkata: “Alangkah baiknya andaikata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul”, dan mereka berkata: “Ya Tuhan Kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang lurus), Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar.” (QS Al Ahzab: 64-68)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala sama sekali tidak mengudzur kaum muqallidin saat mereka taqlid dalam syirik dan kekafiran.
Orang sekarang tidak mengetahui bahwa tumbal, sesajen itu syirik dengan sebab talbis para tokoh mereka, banyak orang tidak mengetahui bahwa meminta kepada Rasulullah saw atau para shalihin yang sudah meninggal itu syirik dengan sebab talbis para kiyai dan para ustadz, dan tidak sedikit yang tidak mengetahui bahwa ikut pemilu demokrasi itu syirik dengan sebab talbis para doktor dan alumnus timur tengah sehingga mereka terjerumus ke dalam syirik-syirik ini dengan dasar taqlid. Namun anggapan itu semuanya tidak berfaidah karena Allah telah mengkafirkan Yahudi dan Nashrani serta tidak mengudzur mereka dengan sebab penyesatan para rahib dan ulama mereka dalam hal pemalingan hukum/tasyri -yang mana ia adalah ibadah- kepada selain Allah Subhanahu Wa Ta’ala, padahal mereka tidak tahu bahwa taat dalam hal itu adalah ibadah sehingga mereka taqlid kepada para tokoh, jadi kekafiran mereka adalah kufur taqlid, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih Putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa, Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS At Taubah: 31)
Nanti kaum muqallidin akan berbantah-bantahan dengan orang-orang yang mereka ikuti, Allah ta’ala berfirman: “Dan (alangkah hebatnya) kalau kamu lihat ketika orang-orang yang zalim itu dihadapkan kepada tuhannya, sebahagian mereka menghadapkan perkataan kepada sebahagian yang lain. Orang-orang yang dianggap lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri: “Kalau tidaklah karena kamu, tentulah kami menjadi orang-orang yang beriman”. Orang-orang yang menyombongkan diri berkata kepada orang-orang yang dianggap lemah: “Kamikah yang telah menghalangi kamu dari petunjuk sesudah petunjuk itu datang kepadamu? (Tidak !), sebenarnya kamu sendirilah orang-orang yang berdosa”. Dan orang-orang yang dianggap lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri: “(Tidak !), sebenarnya tipu daya (mu) di waktu malam dan siang (yang menghalangi kami) ketika kamu menyeru kami supaya kami kafir kepada Allah dan menjadikan sekutu-sekutu bagiNya”. Kedua belah pihak menyatakan penyesalan tatkala mereka melihat azab, dan Kami pasang belenggu di leher orang-orang yang kafir. Mereka tidak dibalas melaikan dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS Saba: 31-33)
Melakukan kekafiran atau kemusryikan dengan alasan taqlid dan ketertindasan adalah bukan udzur yang diterima, justru Allah Subhanahu Wa Ta’ala banyak mencela para pelaku syirik yang beralasan mengikuti jejak leluhur, Allah ta’ala berfirman: “Dan apabila dikatakan kepada mereka: ‘Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah…!’. Mereka menjawab, ‘(Tidak !), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami’ (apakah mereka akan mengikutinya juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui sesuatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?” (QS Al Baqarah: 170)
Dan firmanNya ta’ala: “Apabila dikatakan kepada mereka, ‘marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul’, mereka menjawab, ‘cukuplah untuk kami apa yang kami dapati dari bapak-bapak kami mengerjakannya’. Dan apakah mereka akan mengikuti jejak nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengikuti apa-apa dan tida (pula) mendapat petunjuk?” (QS Al Maidah: 104)
Allah ta’ala juga menjelaskan di antara tujuan Dia mengambil janji fithrah atas manusia saat mereka ada di dalam sulbi ayahnya adalah supaya tidak beralasan taqlid saat berbuat syirik, serta bahwa alasan taqlid itu tidak diterima di sisi Allah. Dan Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “Atau agar kamu tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu?'” (QS Al A’raaf: 173)
Dan itulah fenomena yang ada di setiap zaman dan tempat, taqlid dalam syirik dan kekafiran adalah sandaran orang-orang musyrik yang terhalang dari kebenaran. Allah ta’ala berfirman: “Bahkan mereka berkata, ‘Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu ajaran, dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak merka’. Dan demikianlah, kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi peringatan pun dalam suatu negeri melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: ‘Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu ajaran agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka’. Rasul itu berkata, ‘Apakah (kamu akan mengikutinya juga) sekalipun aku membawa untukmu (agama) yang lebih (nyata) memberi petunjuk pada apa yang kamu dapati bapak-bapak kamu menganutnya?’. Mereka menjawab: ‘Sesungguhnya kami mengingkari agama yang kamu diutus untuk menyampaikannya’. Maka Kami binasakan mereka, maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu.” (QS Az Zukhruf: 22-25)
Ketahuilah, sesungguhnya taqlid itu menutup hati dari menerima kebenaran. Abu Thalib mati dalam status musyrik karena berat meninggalkan ajaran leluhurnya, padahal ia mengetahui kebenaran. Al Walid Ibnu Al Mughirah mati dalam keadaan kafir padahal ia tahu benar akan kebenaran Al Quran. Bapak dan ibu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam mati dalam keadaan musyik, padahal belum ada rasul yang diutus, namun kedua-duanya taqlid pada ajaran leluhur, maka apa gerangan dengan orang-orang sekarang yang masih taqlid dalam syirik dan kekafiran padahal Al Quran dan As Sunnah ada di tengah mereka.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim tentang azab kubur: “Dan apabila orang kafir atau orang munafik maka dia berkata, ‘Saya tidak mengetahui, saya dahulu mengatakan apa yang dikatakan oleh manusia’, maka dikatakan, ‘Kamu tidak tahu dan kamu tidak mengikuti’, kemudian dipukul dengan pentungan dari besi di antara kedua telinganya.”
Orang saat berbuat syirik biasanya berdalih dengan apa yang dilakukan umumnya manusia, dan itulah nestapanya di alam kubur.
Para ulama juga sepakat bahwa orang yang taqlid di dalam kekafiran adalah kafir calon penghuni neraka. Al Imam Ibnu Qayyim rahimahullah berkata di dalam Kitab Thariqul Hijratain wa Babus Sa’adatain dalam Ath Thabaqah As Saabilah ‘Asyar, mereka adalah: “Jajaran kaum muqallidin juhhalul kafarah, para pengikut mereka dan keledai-keledai mereka yang bersama mereka sebagai pengikutnya, mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami mendapatkan bapak-bapak kami diatas suatu ajaran (tradisi), dan sesungguhnya kami bertauladan terhadap mereka”, lalu beliau berkata: “Dan ummat ini telah sepakat bahwa thabaqah (jajaran) ini adalah kuffar meskipun mereka itu bodoh lagi bertaqlid kepada pimpinan-pimpinan dan imam-imam mereka kecuali apa yang dihikayatkan dari sebahagian ahli bid’ah (yang berpendapat) bahwa mereka tidak divonis dengan neraka dan mereka dijadikan sama dengan orang yang belum sampai dakwah kepadanya. Sedang ini adalah pendapat yang tidak pernah dikatakan oleh seorangpun dari imam-imam kaum muslimin, baik shahabat, tabi’in dan orang-orang sesudah mereka. Dan pendapat ini hanya dikenal dari sebahagian ahlul kalam yang muhdats (bid’ah) dalam Islam, sedangkan telah sah dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau berkata, “Sesungguhnya syurga tidak masuk ke dalamnya kecuali jiwa muslim”. Sedangkan muqallid ini bukan muslim, dan dia itu berakal lagi mukallaf, sedangkan orang yang berakal lagi mukallaf itu tidak keluar dari (status) Islam atau kufur”.
Sedangkan Islam, sebagaimana yang beliau katakan adalah [Tauhidullah dan ibadah kepadaNya saja, tidak ada sekutu bagiNya, iman kepada Allah dan RasulNya serta mengikutinya dalam apa yang beliau bawa. Selama si hamba tidak mendatangkan hal ini, maka dia bukan muslim], sedangkan si muqallid tadi tidaklah mentauhidkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala maka bagaimana ia bisa disebut muslim.
Syaikh Abdullah Ibnu Abdirrahman Aba Buthain rahimahullah berkata di dalam Risalah Al Intishar Li Hizbillahil Muwahhidin: “Orang yang mengklaim bahwa pelaku kekafiran karena takwil, atau ijtihad, atau keliru (memahami), atau taqlid, atau kejahilan diudzur, sungguh dia itu menyelisihi Al Kitab, As Sunnah dan Ijma tanpa diragukan lagi.” (Aqidatul Muwahhidin: 18)
Al Qurthubi berkata dalam tafsir ayat mitsaq al fithrah: “…dan tidak ada udzur bagi orang yang bertaqlid dalam tauhid.”
Dalam tafsir ayat yang sama Al Bardawi berkata, “Karena taqlid saat tegak dalil dan adanya kesempatan untuk (mencari) tahu adalah tidak pantas menjadi alasan (udzur).”
Di samping itu, sesungguhnya taqlid adalah penyakit yang membutakan pikiran dan akal serta pemahaman. Karena taqlid, sesuatu yang tidak masuk akal bisa dijadikan keyakinan, dan juga dalil tidak berguna lagi saat penyakit ini merasuk ke dalam jiwa.
Kami ingatkan di sini….
Orang yang menyesatkan kalian sekarang tidak akan menolong kalian kelak di hadapan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, karena setiap jiwa tergadai dengan amalannya, dan syaitan pun melarang para pengikutnya dari mencela dia.
Wahai para pengikut partai dan orang-orang yang ikut pemilu demokrasi karena taqlid terhadap Doktor fulan, Syaikh fulan, dan Ustadz fulan, padahal para muqallidin itu tahu apa hakikat demokrasi… Sadarlah dan kembalilah ke pangkuan Islam…!!!
Wahai orang-orang yang berkutat pada tumbal, sesajen, dan meminta kepada orang sudah mati seraya taqlid kepada tokoh adat, para kiayi, ajengan… Bangkitlah dan carilah tauhid serta tanggalkan itu semua…!! Sesungguhnya kalian itu belum Islam dan kalian belum merealisasikan tauhid yang merupakan inti Al Islam ini.
Kami hanya mengingatkan kalian, sedangkan hidayah ada di tangan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, kepadaNya kita kembali dan di hadapanNya kita dikumpulkan.
Segala puji hanya milik Allah Rabbul ‘Alamiin…..
Hamba yang faqir
ABU SULAIMAN 22 Agustus 2004