RAMALLAH (Arrahmah.id) – Otoritas Palestina pada Selasa (11/3/2025) mengkritik komunikasi yang dilakukan oleh Gerakan Hamas dengan “pihak asing dan melakukan negosiasi tanpa mandat nasional”, beberapa hari setelah pertemuan para pemimpin Hamas dengan Adam Boehler, utusan Presiden AS Donald Trump untuk urusan tawanan.
Hal ini diungkapkan dalam pernyataan yang dikeluarkan oleh juru bicara kepresidenan, yang dipublikasikan oleh kantor berita resmi Palestina, WAFA.
Boehler pekan ini bertemu dengan pejabat tinggi Hamas di ibu kota Qatar, Doha, tanpa sepengetahuan ‘Israel’, untuk membahas pembebasan tawanan ‘Israel’ yang ditahan di Gaza, termasuk 5 warga AS.
Pada Senin (10/3), juru bicara Hamas, Abdul Latif al-Qanou, dalam sebuah pernyataan mengatakan bahwa negosiasi yang dilakukan dengan mediator Mesir, Qatar, dan Boehler berfokus pada mengakhiri perang genosida, penarikan pasukan ‘Israel’ dari Gaza, dan proses rekonstruksi.
Berkomunikasi dengan Pihak Asing
Namun, Otoritas Palestina mengecam apa yang disebutnya sebagai “insistensi Hamas untuk memecah belah posisi nasional Palestina dengan membuka saluran komunikasi dengan pihak asing (tanpa spesifikasi) dan melakukan negosiasi tanpa mandat nasional, yang bertentangan dengan ketentuan hukum Palestina yang melarang komunikasi dengan pihak asing.”
Pernyataan tersebut menyerukan Hamas untuk “mengakhiri perpecahan dan menyerahkan Gaza kepada Otoritas Nasional Palestina di bawah satu basis nasional, satu hukum, satu senjata, dan satu representasi politik yang sah.”
Pembagian Politik dan Geografis
Arena politik Palestina telah mengalami perpecahan politik dan geografis sejak 2007, di mana Hamas dan pemerintah yang dibentuknya menguasai Gaza, sementara Tepi Barat dikelola oleh pemerintah yang dibentuk oleh Fatah.
Awal Maret ini, fase pertama dari kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tawanan antara Hamas dan ‘Israel’ berakhir, yang dimulai pada 19 Januari lalu dengan mediasi Qatar dan Mesir serta dukungan AS.
Sejak 7 Oktober 2023, ‘Israel’ – dengan dukungan AS – telah melakukan genosida di Gaza yang menewaskan lebih dari 160.000 warga Palestina, sebagian besar anak-anak dan perempuan, serta lebih dari 14.000 orang hilang. (zarahamala/arrahmah.id)