Oleh Henny Ummu Ghiyas Faris
(Arrahmah.com) – Indonesia negeri yang dikenal dengan kekayaan alam yang melimpah, bahkan dalam lirik lagu Koes Plus “Kolam Susu” digambarkan sebagai negeri yang subur. Begitu bangga rakyatnya dengan kekayaan alam yang dianugerahkan Allah Subhanahu Wa Ta’aala untuk negeri ini. Semua orang tentu berharap dan ingin berada dalam suatu negeri yang membuatnya bisa hidup nyaman dan aman.
Tapi yang terjadi di depan mata kita sungguh jauh dari harapan itu, setiap hari kita disuguhi berita-berita yang sungguh memilukan hati. Kasus-kasus yang menyeruak ke permukaan dengan para pelakunya. Ah betapa miris hati ini melihat kenyataan atas negeri ini. Apa sesungguhnya yang sedang terjadi dengan negeri ini ?
Darurat Narkoba
Jagat hukum Indonesia pernah digegerkan dengan skandal penuntutan jaksa dalam kasus mafia narkoba. ditemukan indikasi kuat adanya penyalahgunaan wewenang jaksa. Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dinilai melakukan kesalahan prosedur karena tidak menyerahkan rencana penuntutan kepada Kejaksaan Agung. Kasus semakin terang benderang saat ditemukan rencana penuntutan yang ditandatangani Kajati DKI Jakarta. (detiknews 04/01/2015)
Gara-gara barang haram ini para pelaku harus merasakan dinginnya hotel prodeo. Hukuman yang diberikan pengadilan sontak harus diikuti pelaku hingga bertahun-tahun lamanya. Tengok saja pelaku narkoba asal Nigeria, Obina Nwajagu kembali terlibat bisnis narkoba di dalam penjara. Beberapa pihak menyatakan ini karena jaksa tidak kunjung menembak mati. Obina kembali dibekuk tim BNN bersama 6 orang lainnya di LP Nusakambangan pada November 2012. (detiknews 02/01/2015)
Dua kasus di atas adalah bagian dari kasus-kasus narkoba, fakta sudah berbicara bahwa karena barang haram inilah dari mulai pejabat negara, artis, pegawai, bahkan pelajar, menjadi orang pesakitan di meja hijau dan merasakan dinginnya tembok jeruji besi akibat terjebak dalam kasus penyalahgunaan narkoba.
Badan Narkotika Nasional (BNN) menjelaskan di dunia ada 315 juta orang usia produktif atau berumur 15 sampai 65 tahun yang menjadi pengguna narkoba. Hal ini, berdasarkan data dari UNODC (organisasi dunia yang menangani masalah narkoba dan kriminal). Sementara, di Indonesia angka penyalahgunaan narkoba mencapai 2,2 persen atau 4,2 juta orang pada tahun 2011. Mereka terdiri dari pengguna coba pakai, teratur pakai, dan pecandu. Dalam kurun waktu empat tahun terakhir, telah terungkap 108.107 kasus kejahatan narkoba dengan jumlah tersangka 134.117 orang. Hasil pengungkapan tindak pidana pencucian uang sebanyak 40 kasus dengan nilai aset yang disita sebesar Rp163,1 miliar. (nasional.news.viva.co.id 26/06/2014)
Darurat pronografi dan pornoaksi
Terungkapnya bisnis situs video porno yang pemerannya melibatkan anak-anak Indonesia usia 10-12 tahun. Mabes Polri menemukan total 120.000 video porno yang di dalamnya melibatkan anak-anak. Dan kasus video mesum pelajar yang menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat beberapa waktu lalu. Hal ini telah benar-benar membukakan mata kita bahwa negeri ini sudah darurat pornografi dan Pornoaksi.
Lemahnya perhatian negara dalam melindungi anak-anak dari media yang membahayakan. Perkembangan internet dewasa ini membuka akses seluas-luasnya bagi semua pihak untuk dapat memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi tersebut dengan mudah, murah, dan cepat, tak terkecuali anak-anak. Canggihnya dunia digital sekarang, setiap alat teknologi yang dibuat akan memiliki dua akibat yaitu baik dan uruk.
Darurat korupsi
Korupsi selalu menorehkan cerita dan dampak yang kompleks. Sang pelaku korupsi tentu menyadari sebelumnya jika perbuatannya itu akan mengundang masalah. Para pelaku adalah orang-orang yang mengerti betul tentang itu semua, apalagi jika dilihat dari latar belakang profesi mereka. Lebih ironisnya latar belakang pendidikan tinggi justru membuatnya terjerumus dalam kubangan dosa. Sudah banyak di negeri ini faktanya; dari mulai hakim, elit politik, pejabat, dan lain sebagainya
Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis data tentang kerugian negara akibat kasus korupsi yang terjadi selama semester I tahun 2014. Ditemukan sebanyak Rp 3,7 triliun uang negara ‘hilang’ karena dikorup oleh pejabat mulai dari pusat hingga daerah. Dari banyak kasus yang terjadi terdapat tiga kasus dengan dugaan korupsi potensi kerugian negara terbesar. Kasus tersebut di antaranya korupsi biaya penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama, dengan potensi kerugian sebesar Rp 1 triliun. Yang paling besar adalah dugaan korupsi proyek pengadaan E-KTP di Kementerian Dalam Negeri sebesar Rp 1,12 triliun. (republika.co.id 17/08/2014)
Darurat pangan dan kedaulatan
Aliansi untuk Desa Sejahtera pangan Indonesia menjelaskan bahwa pangan Indonesia selama 10 tahun terakhir atau sepanjang pemerintahan SBY mengalami kondisi “darurat”. Indikatornya, menurunnya jumlah petani, lahan pertanian, serta tingginya impor pangan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang 2003-2013, jumlah petani dan nelayan terus menurun dari 31 juta jiwa menjadi 26 juta jiwa. Padahal petani dan nelayan jumlahnya yang banyak sehingga bisa menyumbang hingga 50 persen total pangan dunia. Lahan pertanian terus menyusut sekitar 100 ribu – 110 ribu hektare per tahun. Padahal kapasitas pencetakan sawah hanya 20 ribu hektare per tahun. Defisitnya masih sangat besar.
Buruknya realisasi hasil pertanian yang masuk dalam sasaran pencapaian produktivitas pangan utama seperti padi, jagung, kedelai, gula, dan daging juga membuat kondisi pangan dalam negeri terus terpuruk. Ditambah lagi impor pangan terus meningkat sejak 10 tahun terakhir dari sekitar tiga miliar dolar AS per tahun menjadi 14 miliar dolar AS per tahun.
Tidak hanya darurat pangan tetapi lemahnya martabat dan kedaulatan nasional pun terjadi. Bersamaan dengan tingkat apresiasi terhadap partai dan kepemimpinan nasional yang berada pada tingkat yang amat mengkhawatirkan, kedaulatan dan martabat negara bangsa menjadi objek empuk negara-negara asing yang memiliki tradisi dominasi dan hegemoni. Contohnya, ketidakmampuan pemerintah untuk berdiri tegak menghadapi kasus impor sampah beracun dari Belanda dan Inggris, merupakan indikasi yang sangat kuat bahwa pemerintah tidak bisa lagi menjadi pilar pengawal dan penjaga kedaulatan dan martabat bangsa. Logika publik yang sangat sederhana memahami bahwa, impor sampah beracun tersebut merupakan penghinaan terhadap Indonesia, dan sangat memperburuk citra bangsa Indonesia yang harus dijaga kedaulatan dan martabatnya. Harus diakui, bahwa kasus sampah beracun tersebut hanyalah salah satu di antara banyak tragedi rusaknya kedaulatan dan martabat bangsa.
Buah sistem
Kondisi darurat ini adalah fenomena yang harus segera dicari solusi tuntasnya. Fenomena ini jelas bukan merupakan fenomena tunggal, sehingga diselesaikan hanya dengan menindak pelaku kejahatannya, tanpa memperhatikan faktor lain yang menjadi akar masalahnya. Namun, fenomena ini merupakan dampak dari sistem kehidupan yang diterapkan saat ini. Sistem Kapitalisme, dengan azas manfaatnya (naf’iyyah), telah melahirkan kebebasan bertingkah laku (hurriyyah syakhshiyyah), kebebasan berekspresi (hurriyah ta’bîr), kebebasan beragama (hurriyah tadayyun), kebebasan memiliki (huriyyah tamalluk) di tengah-tengah masyarakat. Inilah sistem yang paling bertanggungjawab terhadap lahir dan berkembangnya fenomena saat ini yang telah mengakibatkan berbagai malapetaka global serta memerosotkan harkat dan martabat masyarakat di negara-negara penganut sekuler.
Jelaslah bahwa masyarakat harus sadar agar kembali kepada hukum Islam dan membuang jauh-jauh ide kebebasan yang kufur, yang telah terbukti tidak membawa kebaikan dan kesejahteraan bagi manusia, tapi justru membuat manusia jadi rusak, bejat, dan hidup dalam kehinaan dan kesengsaraan. Hanya Islam saja yang menjadi jalan keselamatan umat manusia, bukan yang lain.
Mari kita selalu optimis dan berjuang untuk kebaikan negeri ini, dan berdoa agar negeri ini selalu melahirkan pemimpin-pemimpin yang amanah layaknya para Khalifah dalam Daulah Khilafah ‘ala Minhajin Nubuwwah. Wallaahu a’lam bi ash-shawab. (*/arrahmah.com)