JAKARTA (Arrahmah.com) – Ketidaktegasan Jokowi atas pernyatannya terkait penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menuai berbagai kecaman dari beberapa pihak. Ingatan kita seperti dibawa kembali pada kasus Obor Rakyat yang sempat heboh pada masa Pilpres tahun lalu. Pasalnya, di sana pernah dituliskan apakah Jokowi alatnya Megawati.
Dengan rangkaian kejadian yang signifikan, mulai dari penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka, beredarnya foto rekayasa Abraham Samad, tudingan Samad yang melakukan ‘lobi politik’ dalam pertemuan dengan elite partai PDIP serta penangkapan Bambang ibarat benang merah yang saling berhubungan. Ditambah Jokowi dalam pernyataannya tidak memberikan suatu ketegasan apapun atas situasi yang terjadi. Ia seperti menyembunyikan keberaniannya di balik kekuasaan seseorang.
Dari sikapnya yang “lembek” banyak relawan Jokowi kecewa dan menagih janji-janji yang dikumandangkan pada masa Pilpres tahun lalu. Mereka juga mendatangi gedung KPK untuk memberikan dukungan dan mengharapkan Presiden yang bertanggung jawab.
“Yang kita pilih presiden yang bertanggung jawab. Kita tidak memilih Presiden untuk blusukan. Negara ini lebih dari sekadar blusukan,” kata Todung Mulya Lubis di Gedung KPK, Jl H Rasuna Said, Jakarta Jumat (23/1/2015).
Faktor Megawati
Pemerintahan Jokowi-JK belum genap 100 hari. Meski begitu, banyak kebijakan Presiden Jokowi yang dinilai publik tidak independen.
Terpilihnya Budi Gunawan (BG) sebagai Calon Tunggal Kapolri dinilai banyak pihak bukan pilihan Jokowi. Namun, Jokowi mengakomodir kepentingan Megawati, Ketua Umum PDIP. Bahkan ketika BG pada 13 Januari ditetapkan sebagai tersangka untuk kasus gratifikasi, Jokowi tidak berani untuk membatalkan pencalonan sehingga akhirnya DPR secara aklamasi menyetujui BG sebagai Kapolri terpilih.
Hingga kini, meski didesak publik untuk mencari pengganti pemilik rekening gendut itu. Presiden tidak bergeming. Ia bahkan mengatakan bahwa pelantikan BG bukan dibatalkan, tetapi hanya ditunda.
Hal ini membuat banyak pihak menilai bahwa Jokowi takut pada Megawati. Karena sejauh ini, hampir semua kebijakan Jokowi tidak lepas dari intervensi Mega. Mengenai hal ini dikritik oleh Rachmawati Soekarno Putri. Ia meminta agar Jokowi tak tunduk perintah Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri. Menurutnya, Jokowi harusnya berani menggunakan hak prerogatif secara mandiri. “Sebagai Panglima Tertinggi, Jokowi harus tegas, jangan terjebak kepentingan pragmatis gitu dong. Kenapa harus takut Megawati? Kenapa harus takut sama mitra koalisi? Jangan takut. Dia kan Panglima Tertinggi, ” ucap Rachmawati Soekarnoputri.
Pandangan serupa juga diutakan oleh peneliti politik dari Populi Center, Nico Harjanto. “Jokowi sebagai Kepala Negara, harus bisa keluar dari statusnya sebagai petugas partai. Karena bagaimanapun juga sekarang, Jokowi adalah pemimpin tertinggi negara kita ini, sehingga tidak lagi di bawah bayang-bayang kekuasaan parpol,” tegasnya. (azm/fn/arrahmah.com)