(Arrahmah.com) – Indonesia kembali dirundung duka. Bertubi-tubi bencana melanda. Seolah bumi sudah jengah. Menahan semua amarah. Luapannyapun membuat manusia terperangah, kalah. Menambah derita pada masa pandemi corona.
Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) pada 1 sampai 16 Januari 2021 saja telah terjadi 136 musibah alam di Indonesia. Bencana alam ini antara lain 95 kasus banjir, 25 kasus tanah longsor, 12 kasus puting beliung, 2 kasus gempa bumi, 2 kasus gelombang pasang. Akibatnya 80 orang meninggal, luka-luka 858 orang sedangkan yang terkena dampak dan mengungsi ada 405.584 orang. Data tersebut belum termasuk kejadian awan panas gunung Semeru dan erupsi gunung Sinabung. (Tirto.id,18/01/2021)
Kado pahit awal tahun ini merupakan resiko yang harus terjadi akibat dari salah kelola yang dilakukan oleh Negara, demikian kira-kira menurut para ahli. Seperti yang disampaikan LAPAN (Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional), secara keseluruhan total lahan yang berkurang di wilayah Kalimantan Selatan mencapai 322 ribu hektar. Disisi lain, perluasan wilayah perkebunan terjadi sangat spesifik yaitu seluas 219 ribu hektar. Sehingga DAS Brito tidak lagi mampu menampung air hujan setelah diguyur hujan selama 10 hari berturut-turut. Air kemudian meluap dan terjadilah banjir bandang (Asiatoday.id, 18/01/2021).
Senada dengan Kisworo Dwi Cahyono, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), menyatakan terjadinya terus menerus pembukan lahan secara masif turut andil menjadi penyebab utama bencana ekologi yang terjadi di Kalimantan selama ini. Menurutnya Kalsel darurat ruang dan bencana ekologis. Karena, dari luas wilayah 3,7 hektar di Kalsel 50 persen sudah dialihfungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit dan pertambangan.
Dalam penjelasannya Kisworo mengatakan, Sumber Daya Alam (SDA) dan pengelolaan lingkungan di Kalsel sudah sangat rusak. Daya dukung dan daya tampung lingkungan sudah tidak memadai. Hal tersebut didukung oleh data 2020 yang mencatat adanya 814 lubang tambang milik 157 perusahaan batubara yang masih aktif, malahan ditinggal tanpa perbaikan atau reklamasi (Lokadata.id, 19/01/2021).
Tentu sikap rida dan sabar dalam menghadapi setiap musibah adalah hal yang harus dilakukan oleh seorang muslim. Karena ia merupakan qada Allah Swt, yang tidak mungkin bisa ditolak atau dihindari. Sehingga harus dijalani dengan lapang dada, sabar, ikhlas, tawakal dan istirja (mengembalikan semuanya kepada Allah Swt).
Terlebih lagi musibah yang menimpa setiap muslim akan menjadi penghapus dosa-dosa. Sebagaimana Rasulullah saw. Bersabda : “Tidaklah seorang muslim tertimpa musibah (bencana) berupa kesulitan, rasa sakit, kesedihan, kegalauan, kesusahan, hingga tertusuk duri kecuali Allah Swt pasti menghapus sebagian dosa-dosanya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Tetapi kesabaran dalam menghadapi musibah yang terjadi, harus disertai perenungan untuk mengambil ibrah, menentukan sikap yang diambil demi masa depan yang lebih baik.
Dalam perenungan bencana ini ada dua hal yang harus dipikirkan. Pertama, penyebab bencana. Kedua, solusi darurat dan solusi jangka panjang untuk mengantisipasi bencana agar tidak terulang kembali.
Terkait penyebab meskipun segala sesuatu yang terjadi adalah kehendak Allah Swt, sebagai Zat Pengatur. Namun campur tangan manusia juga mempunyai peranan penting dalam bencana alam yang marak terjadi di bumi pertiwi ini.
Demikianlah, Allah Swt telah menjelaskan dalam firman-Nya: “Musibah apa saja yang menimpa kalian itu adalah perbuatan kalian sendiri. Allah Swt memaafkan sebagian besar (dosa-dosa kalian)” (QS. Asy-Syura : 30).
Firman Allah Swt tersebut telah terbukti saat ini. Bencana alam yang kita hadapi berduyun-duyun yang menyebabkan ribuan nyawa menjadi korban adalah akibat dari ulah tangan manusia. Sebagaimana yang dijelaskan oleh para ahli dari LAPAN dan WALHI di atas.
Ini harus menjadi perenungan nasional terutama para punggawa negeri yang mempunyai kewenangan dalam pengelolaan SDA (Sumber Daya Alam) negeri. Sehingga solusi yang harus dipikirkan tidak hanya penanggulangan bencana daruratnya saja. Namun mekanisme pengelolaan SDA (Sumber Daya Alam) juga harus kembali ditata, agar bumi tenang tidak bergejolak.
Sistem demokrasi-kapitalisme meniscayaan adanya kolusi antara penguasa dan korporasi. Sehingga mudah lepasnya Sumber Daya Alam (SDA) dari genggaman pengurus negara. Padahal Sumber Daya Alam (SDA) tersebut adalah milik rakyat yang tidak boleh diperjualbelikan oleh negara, dan tidak boleh menjadi hak milik individu atau golongan. Negara hanya berkewajiban untuk mengelola, hasil sepenuhnya harus dikembalikan kepada rakyat.
Sebagaimana Rasulullah saw, menjelaskan dalam sabdanya. “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api” (HR Abu Dawud dan Ahmad).
Jadi jelas bahwa sumber mata air, barang tambang, dan hutan. Serta segala jenis kekayaan alam yang termasuk dalam jenis Padang rumput, air dan api haram untuk diswastanisasi. Namun keharaman itu dilabrak oleh penguasa, akibat dari diterapkannya sistem kapitalisme yang berlandaskan sekularisme (pemisahan aturan agama dari kehidupan dunia).
Wajar akhirnya kerusakan (fasad) yang terjadi di muka bumi menganga. Segala macam musibah dan bencana yang kita dapati saat ini baru sebagian kecil yang Allah Swt timpakan atas kemaksiatan yang dilakukan manusia. Agar manusia kembali kepada aturan Allah Swt yang telah menciptakannya dan memberinya rizki.
Allah Swt berfirman : “Telah nyata kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan manusia, supaya Allah Swt menimpakan kepada mereka sebagian akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan Allah Swt)” (QS. Ar-Rum :41).
Untuk itu sudah saatnya seluruh komponen masyarakat, baik penguasa maupun rakyat Indonesia bertobat. Terutama dari kemaksiatan terbesarnya yakni menggunakan sistem selain sistem Islam. Dan kembali kepada sistem yang berasal dari Allah Swt, yakni sistem Islam dalam mengatur negara, Sumber Daya Alam (SDA), kesehatan, keamanan, pendidikan, ekonomi, sosial-budaya, pergaulan, pengadilan, ketahanan negara, hubungan dalam negeri dan luar negeri, dan seluruh aktivitas kehidupan lainnya.
Agar umat manusia baik muslim maupun non muslim dan seluruh makhluk hidup di muka bumi. Bisa kembali merasakan kebaikan, berkah dan rahmat Allah Swt.
Wallahu a’lam bishshawab.
Oleh : Rita Handayani, Muslimah Pemerhati Umat
(ameera/arrahmah.com)