CINA (Arrahmah.com) – Sejumlah muslim Uighur yang melarikan diri dari Cina dan mencari perlindungan di negara-negara Timur Tengah telah ditangkap dan dideportasi, menurut laporan BBC.
Sebagaimana dirilis dalam tayangan Newsnight BBC pada Rabu (30/9/2020), mengatakan bahwa beberapa mahasiswa dan jamaah haji/umrah asal Uighur menjadi sasaran deportasi negara-negara Timur Tengah termasuk Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Mesir.
Seorang Muslimah Uighur mengatakan kepada BBC bahwa dia tidak pernah melihat suaminya lagi dalam lima tahun. Terakhir, suaminya ditangkap dan dideportasi ke Cina saat menunaikan ibadah haji di Arab Saudi.
“Anak-anak saya menjadi yatim. Kami ditinggalkan sendirian,” kata ibu lima anak yang kini tinggal di Turki itu.
Sejak 2014, pemerintah Cina telah memulai kampanye melawan kelompok minoritas Muslim Uighur di provinsi barat laut negara itu.
Wilayah muslim Uighur berbatasan dengan Kyrgyzstan, Kazakhstan, dan Mongolia, dan telah di bawah kendali Cina sejak 1949.
Sedikitnya satu juta warga Uighur dikatakan ditahan di kamp-kamp interniran yang ditujukan untuk “pendidikan ulang” politik dan budaya.
Abduweli Ayup, seorang aktivis Uighur dan pembela hak asasi manusia, mengatakan kepada BBC bahwa dia mengidentifikasi lima orang Uyghur dideportasi Arab Saudi ke Cina. “Di antara mereka, saya tahu tiga,” katanya.
Ayup juga menemukan bahwa otoritas Cina telah menekan warga Uighur di Xinjiang untuk meyakinkan keluarga mereka yang mengasingkan ke luar negeri untuk kembali ke rumah. Biasanya mereka yang kembali akan berakhir di penjara menurut Ayup.
Bahkan Turki – yang secara historis dipandang sebagai tempat berlindung yang aman bagi warga Uighur – telah dituduh mendeportasi warga Uighur ke tangan otoritas Cina. Namun Ankara membantah tuduhan tersebut.
Menurut laporan, atas permintaan Cina, Mesir pun mendeportasi setidaknya 12 mahasiswa Uighur yang belajar di Universitas Al-Azhar dan menahan puluhan lainnya.
Sementara itu, Kedutaan Besar Saudi untuk Inggris mengatakan kepada BBC bahwa kerajaan “sepenuhnya mematuhi norma internasional dan hukum Saudi ketika bekerja sama dengan negara lain dalam masalah seperti deportasi”.
Arab Saudi sebelumnya mendapat kecaman setelah Putra Mahkota Mohammad bin Salman membela tindakan keras Cina terhadap Muslim Uighur. (Hanoum/Arrahmah.com)