(Arrahmah.com) – Dalam upaya untuk memperlambat penyebaran corona virus baru, semakin banyak negara telah mewajibkan pemakaian masker wajah di ruang publik, di mana mereka akan menghadapi kemungkinan denda jika tertangkap tanpa masker.
Ada sejumlah pendapat yang saling bertentangan tentang apakah masker wajah dapat mencegah penularan virus corona dari satu orang ke orang lain. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah merekomendasikan bahwa orang sehat tidak perlu memakai masker, tetapi mereka yang merasa tidak sehat dan batuk dan bersin, serta merawat seseorang yang terinfeksi, harus memakainya.
“Masker hanya efektif bila digunakan bersama dengan pembersih tangan yang dilakukan berkala, dengan bahan alkohol atau sabun dan air,” ujar WHO seperti dilansir Al Jazeera (13/5/2020).
Robert Koch Institute (RKI) mengatakan meskipun tidak ada bukti untuk perlindungan diri, menutupi mulut dan hidung dapat menjebak tetesan infeksius yang dikeluarkan ketika pemakainya berbicara, batuk atau bersin. Artinya, masker wajah dirancang untuk melindungi orang dari pemakainya.
Pemerintah lain, seperti Inggris dan Singapura, telah mendesak warganya untuk tidak memakai masker untuk memastikan kecukupan pasokan dan alat pelindung diri (APD) bagi petugas kesehatan.
Sementara itu, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat tidak secara khusus menganjurkan penggunaan masker bedah tetapi menyarankan penggunaan “penutup wajah kain sederhana” yang terbuat dari bahan rumah tangga biasa untuk memperlambat penyebaran virus dan mencegah orang tanpa gejala yang bisa menularkan orang lain.
Di negara-negara Asia seperti Cina, Taiwan atau Hong Kong, masker relatif umum bahkan sebelum pandemi corona virus, karena polusi atau pengalaman sebelumnya dengan wabah SARS dan H1N1.
Venezuela adalah salah satu negara pertama yang memberlakukan wajib penggunaan masker wajah di wilayah publik pada bulan Maret.
Vietnam mewajibkan masker bagi warganya pada 16 Maret.
Pada 18 Maret, Republik Ceko menjadi negara Eropa pertama yang mewajibkan penggunaan masker di supermarket, apotek, dan transportasi umum.
Slowakia mengikutinya pada 25 Maret, dan dalam upaya untuk menghilangkan stigma yang terkait dengan masker wajah, Presiden Zuzana Caputova mengenakan masker merah yang cocok dengan pakaiannya selama upacara pelantikan pemerintah baru.
Pada 29 Maret, Bosnia dan Herzegovina mewajibkan warga negaranya untuk mengenakan masker wajah atau kain yang menutupi mulut dan hidung mereka saat berjalan di jalan-jalan umum atau di luar rumah mereka.
Pada tanggal 4 April, Kolombia mewajibkan masker untuk digunakan pada transportasi umum dan area publik seperti toko, pasar terbuka dan bank.
Uni Emirat Arab juga mengumumkan pada hari yang sama bahwa masker harus dipakai setiap saat ketika berada di luar rumah.
Kuba mengikutinya pada 6 April, dan sehari kemudian Ekuador memutuskan untuk menggunakan masker wajah wajib di ruang publik.
Pada 6 April, Austria juga mewajibkan masker di ruang publik, dengan Kanselir Sebastian Kurz mengakui bahwa mengenakannya akan membutuhkan “penyesuaian besar” karena “masker itu asing bagi negara kita”.
Di Afrika Utara, Maroko mengenakan masker wajah wajib pada 7 April, dengan pemerintah memperingatkan siapa pun yang gagal mematuhinya akan menghadapi hukuman penjara hingga tiga bulan dan denda 1.300 dirham (130 USD).
Pada hari yang sama, Turki memerintahkan semua warganya untuk mengenakan masker saat berbelanja atau mengunjungi tempat-tempat umum yang ramai. Negara ini telah melampaui Iran menjadi negara yang paling parah terkena dampak di Timur Tengah, dan pemerintah mengatakan akan memberikan masker kepada setiap keluarga secara gratis.
Pada 8 April, El Salvador mewajibkan masker di depan umum, dan kementerian kesehatan Chile mengumumkan bahwa masker wajah harus dikenakan saat menggunakan sistem transportasi umum. (haninmazaya/arrahmah.com)