JAKARTA (Arrahmah.com) – Terpidana korupsi Wisma Atlet SEA Games Muhammad Nazaruddin membeberkan11 kasus korupsi kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang ia sebut menyeret sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
“Yang saya beritahukan ada 11 proyek, saya berjanji kepada rakyat Indonesia, saya buka semua yang saya tahu, saya tidak mau menambahi atau mengurangi,” kata Nazaruddin seusai diperiksa KPK selama sekitar sembilan jam di Jakarta, Rabu (31/7/2013).
Nazaruddin yang saat ini sedang menjalani penahanan di Lembaga Pemasayarakatan Sukamiskin Bandung tersebut datang untuk diperiksa sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana pencucian uang saham PT Garuda Indonesia.
Sejumlah proyek yang ia sebutkan antara lain adalah proyek pengadaan KTP elektronik, pesawat Merpati MA-60 serta proyek-proyek pembangunan gedung institusi pemerintah.
“Saya buka bagi-bagi uang di proyek e-KTP, proyek Merpati MA-60 yaitu proyek fiktif yang nilainya hampir Rp2 triliun, penunjukkan langsung proyek gedung MK (Mahkamah Konstitusi) senilai Rp300 miliar, gedung diklat (pendidkan dan latihan) MK senilai Rp200 miliar, saya buka juga proyek pembangunan gedung pajak yang dibagi-bagi ‘fee’nya, semua saya buka,” ungkap Nazar.
Ia juga mengungkapkan kepada siapa uang komisi atau fee tersebut dibagikan yaitu kepada sejumlah anggota DPR.
“Di DPR untuk proyek e-KTP ada Setya Novanto, beberapa mantan ketua Komisi II, beberapa teman termasuk mas Anas dan saya juga di situ, semua sudah saya serahkan laporannya,” tambah Nazar.
Setya Novanto saat ini menjabat sebagai bendahara Partai Golkar dan sekaligus Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR.
“Kalau proyek gedung pajak ada Olly Dondokambey dan teman anggota DPR lain sudah saya laporkan secara jelas, yang menang (dalam proyek itu) adalah PT Adhi Karya,” ungkap Nazaruddin.
Olly Dondokambey adalah anggota DPR dari fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang juga menjabat sebagai unsur pimpinan Badan Anggaran (Bangar) DPR.
“Tentang proyek Merpati itu juga bagi-bagi di anggota DPR, semua fraksi dapat, terutama fraksi Demokrat yang dibagikan untuk ketua fraksinya, kalau fraksi Golkar ke Setya Novanto, PDI-P ke Olly Dondokambey, semua sudah saya beritahukan,” jelas Nazar.
Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu juga mengakui risiko dari pengungkapan kasus tersebut ke publik.
“Kalau ada efek bagi saya dan keluarga saya setelah ini, masyarakat Indonesia tahu siapa yang harus bertanggung jawab,” tambah Nazar.
Nazaruddin sebelumnya pernah mengatakan bahwa ada empat anggota DPR yang mendapat antaran uang dari mantan Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri Irjen Pol Djoko Susilo untuk meluluskan anggaran kepolisian di DPR.
Keempat anggota DPR tersebut adalah anggota Komisi III dari Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo, anggota Komisi III dari Fraksi PDI-Perjuangan Herman Heri, Wakil Ketua Komisi III dari fraksi Golkar Azis Syamsudin, serta anggota DPR Komisi III dari fraksi Partai Gerindra Desmond Mahesa.
Dalam pengadilan dengan terdakwa Djoko, ketua pengadaan simulator AKBP Teddy Mulyawan mengakui bahwa ia mengantarkan uang Rp4 miliar dalam 4 kardus kepada keempat anggota DPR tersebut.
“Itu semua benar apa yang saya katakan tentang simulator, tentang keterlibatan Azis Syamsuddin, di mana ambil uangnya, terima uangnya, semua sudah saya terangkan ke penyidik, yaitu mengenai Bambang Susatyo, Benny K Harman, Herman Heri, termasuk Trimedya (Panjaitan),” tambah Nazaruddin.
Namun mengenai perkaranya sendiri yaitu TPPU saham Garuda Indonesia, Nazar mengaku hanya disuruh oleh orang lain.
“Saya hanya disuruh oleh Munadi Herlambang,” jawab Nazar saat ditanya mengenai kasusnya.
Munadi adalah direktur utama PT MSONS Capital sekaligus Sekretaris Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat dan anak salah satu Deputi di Kementerian BUMN.
(azmuttaqin/ant/arrahmah.com)