JAKARTA (Arrahmah.com) – Divisi Fatwa dan Pengkajian Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI), DR. H. Abdul Chair Ramadhan, S.H., M.H., M.M. memaparkan ulasannya mengenai propaganda syiah Iran menjelang perang akhir zaman. Demikian dilaporkan Syiah Indonesia, Ahad (19/4/2015).
Menurut Chair, perkembangan lingkungan strategis global di Timur Tengah berlangsung demikian cepat. Konflik dan peperangan yang terjadi telah menarik perhatian dunia. Terjadinya peperangan di belahan Timur Tengah ini sering pula dikaitkan dengan dekatnya kehadiran Imam Mahdi.
Terlebih lagi bagi penganut ajaran syiah Itsna Asyariyah dan Iran – sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan – memandang fenomena yang tengah terjadi sebagai tanda dekatnya kemunculan Imam Mahdi dari masa ghaib. Terhitung sejak keghaibannya sampai saat ini telah berlangsung sekitaar 1074 tahun.
Kondisi konflik dan peperangan di berbagai Negara di Timur Tengah secara langsung sangat berpengaruh bagi Indonesia. Terlebih lagi dalam banyak kasus ditemui adanya pengikut ISIS yang berasal dari Indonesia. Kepopuleran ISIS menyebabkan kaum muslim lupa bahwa ancaman yang lebih nyata, kompleks dan berbahaya adalah Syiah Iran. Ekspansi ideologi syiah Iran dengan pendekatan hubungan internasional dapat dilihat sebagai gerakan non-state actor.
Iran melalui Syiahisasi dan Iranisasi telah mampu membuat jaringan yang sistematis. Ancaman ini memang bukan ancaman militer, tetapi nirmiliter. Ancaman nirmilter sangat efektif dalam upaya melemahkan tata laku sistem Ketahanan Nasional Indonesia. Cara pandang (Wawasan Nusantara) mengalami pergeseran yang cukup siqnifikan, mengingat ideologi Imamah Syiah Iran telah menjadikan penganut syiah lebih loyal kepada Pemimpin Besar Revolusi Iran yakni sang Rahbar, Ali Khamenei sebagai mandataris Imam Mahdi.
Provokasi Iran dalam Menyulut Perang Dunia IIII
Iran kemudian melakukan propaganda dengan membuat film dokumenter panjang yang baru-baru ini dipertunjukkan pada para komandan pasukan Pengawal Revolusi. Sebagaimana dikabarkan oleh Reza Kahlili, mantan anggota Pengawal Revolusi yang kemudian berkhianat dan menjadi agen rahasia CIA, film tersebut tidak lama lagi bakal diputar di masjid-masjid dan pusat-pusat kegiatan keagamaan di seluruh Iran dan dunia. Dalam film tersebut dipaparkan fenomena yang terjadi di dunia akhir-akhir ini dan kaitannya dengan kedatangan Imam Mahdi menjelang terjadinya hari kiamat, serta berbagai persiapan yang akan dilakukan Iran.
Dalam film tersebut Iran membentuk opini bahwa Ali Khamenei dan pemimpin Hizbullah Hasan Nasrallah akan memegang peranan penting dalam peperangan akhir zaman yang akan dipimpin Imam Mahdi. Klaim tanda-tanda kedatangan Imam Mahdi didasarkan pada fenomena konflik dan peperangan yang tengah terjadi di berbagai Negara, khususnya di Irak dan Yaman.
Isu tentang Imam Mahdi mulai menggema di Iran setelah pada bulan Juli 2010 yang lalu. Bahkan seorang ulama Iran mengatakan bahwa pemimpin spiritual Iran, Imam Khamenei telah bertemu secara pribadi dan rahasia dengan Imam Mahdi yang memberitahunya bahwa kedatangannya telah dekat, yaitu sebelum kepemimpinan Khamenei sebagai Rahbar berakhir. Dalam film tersebut disebutkan bahwa invasi sekutu ke Irak adalah salah satu tanda yang signifikan bagi kedatangan Imam Mahdi, sebagaimana telah diramalkan oleh Imam Ali bin Abi Thalib: “mereka (musuh-musuh Islam) akan menduduki Irak dan melalui pertumpahan darah akan menciptakan perpecahan antar suku, pada saat itu bersiap-siaplah untuk menyambut Imam Mahdi.” Begitupun wafatnya Raja Saudi Abdullah menjadi tanda kedatangan Imam Mahdi. Menurut film tersebut meninggalnya Raja Abdullah akan mendorong runtuhnya negara Israel dan datangnya Imam Mahdi.
Kita ketahui, bahwa syiah Iran tengah mengembangkan proyek nuklir sebagai deterent effect di kawasan Timur Tengah. Iran juga berambisi untuk menjadikan Yaman sebagai Negara bagiannya sebagaimana Lebanon dengan peranan Hizbullat sebagai non state actor. Yaman sangat strategis dalam lalu lintas minyak dunia, mengingat keberadaan laut Kaspia yang menghubungkan ke berbagai benua. Yaman diyakini juga memiliki kandungan minyak yang besar. Selain itu, ada suatu agenda besar mengapa Iran ingin menguasai Yaman, yakni karena Yaman berbatasan dengan Saudi Arabia.
Dengan demikian, Iran memang bermaksud akan menginvansi Saudi Arabia. Hal inilah yang menjadi alasan utama Arab Saudi melakukan penyerangan kepada pemberontak Hautsi. Iran menganggap pesaingnya di Timur Tengah hanya tinggal satu Negara yakni Saudi Arabia. Untuk itu, gerakan hate speech selalu dialamatkan kepada Saudi sebagai personifikasi Bani Umayyah, tegasnya kaum mustakhbirin yang mengusung paham Wahabi. Bicara Wahabi tidak lain dimaksudkan juga sebagai kaum Nawashib-Khawarij. Lanjut, dalam upaya memantapkan perjuangan syiah Iran ini, maka penguatan basis ideologi di berbagai Negara target dilakukan secara masif dan ofensif, termasuk Indonesia.
Basis ideologi yang dimaksudkan adalah Ritual Karbala. Melalui doktrin Revolusi Karbala, Khomeini dan Musa Sadr mampu mengembangkan ideologi syiah Iran. Tidak dapat dipungkiri basis ideologi Karabala akan terkait dan terhubung dengan doktrin penantian Sang Imam Ghaib. Berbagai non state actor yang ada di seluruh dunia, termasuk Indonesia, akan dimaksimalkan dalam rangka pencapaian pentahapan rencana syiah Iran menguasai dunia.
Bagaimana Posisi Indonesia?
Persoalan keberadaan syiah di Indonesia masih dipandang belum sebagai persoalan kepentingan Negara dalam mewaspadai masuk dan menguatnya ideologi transnasional syiah Iran. Hal ini disebabkan lemahnya sistem Kewaspadaan Nasional serta sistem politik hukum yang belum ada mengatur tentang ekspansi ideologi transnasional. Begitupun sistem penegakan hukum (law enforcement) masih terasa belum memadai. Kondisi yang demikian tentu akan menimbulkan ketidakjelasan posisi Indonesia kelak ketika terjadi perang terbuka antara blok Saudi versus blok Iran. Apabila terjadi perang tersebut, dapat kita reduksi sebagai perang Sunni vs syiah.
Jika demikian, maka akan berpengaruh terhadap manifest konflik di Indonesia antara Sunni dengan syiah. Dalam kajian tentang konflik, dimaknai konflik dapat menghasilkan disintegrasi, suatu yang tentunya tidak kita inginkan. Konflik yang terbuka tidak menutup kemungkinan akan menyulut masuknya pihak ketiga, dalam hal ini Iran. Iran tentu tidak akan tinggal diam, pasti akan membela penganut syiah, sebab syiah di Indonesia adalah bagian dari Iran.
Sepintas, apa yang diramalkan oleh penulis sama dengan yang terjadi di Yaman saat ini. Argumentasinya adalah pola konflik dan kondisi yang dialami ada kesamaan, walapun tingkat eskalasinya berbeda. Namun, eskalasi konflik di Indonesia akan lebih tinggi, jika persoalan syiah tidak terselesaikan.
Bagan di bawah ini mencoba untuk menggambarkan apa dan bagaimana kondisi akhir zaman yang akan terjadi dengan ditambah rekayasa serta propaganda syiah.
Sketsa rekayasa sosial dan politik syiah Iran jelang perang akhir zaman
Dengan demikian, Muslimin Indonesia harus bersatu, memperkuat akidah dari serangan dakwah syiah yang halus, serta mewaspadai manuver licik syiah lainnya yang merongrong dunia dari berbagai lini. Allahu akbar! (adibahasan/arrahmah.com)