PRISTINA (Arrahmah.id) – NATO mengerahkan 700 tentara tambahan ke Kosovo utara setelah 30 penjaga perdamaiannya terluka dalam bentrokan dengan pengunjuk rasa etnis Serbia di tengah perselisihan yang berkepanjangan.
“Kami telah memutuskan untuk mengerahkan 700 tentara lagi dari pasukan cadangan operasional untuk Balkan Barat,” kata Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg kepada wartawan di Oslo, setelah pembicaraan dengan Perdana Menteri Norwegia Jonas Gahr Store pada Selasa (30/5/2023).
Dia mengatakan bahwa NATO juga akan “menempatkan batalion tambahan pasukan cadangan dalam kesiapan tinggi sehingga mereka juga dapat dikerahkan jika diperlukan”.
Satu batalion biasanya terdiri dari 300 hingga sekitar 1.000 tentara. Misi penjaga perdamaian yang dipimpin NATO di Kosovo, KFOR, saat ini terdiri dari hampir 3.800 tentara.
Komandan Komando Pasukan Sekutu di Naples, Laksamana Stuart Munsch, mengatakan langkah itu adalah “langkah bijaksana” untuk memastikan bahwa KFOR memiliki “kemampuan yang diperlukan untuk menjaga keamanan”.
KFOR mengatakan 30 penjaga perdamaian dari Hongaria dan Italia mengalami beberapa luka, termasuk “patah tulang dan luka bakar dari alat pembakar bahan peledak improvisasi”.
Konflik di Kosovo meletus pada 1998 ketika etnis Albania memberontak melawan kekuasaan Serbia, dan Serbia menanggapinya dengan penumpasan brutal. Sekitar 13.000 orang, kebanyakan etnis Albania, meninggal.
Intervensi militer NATO pada 1999 akhirnya memaksa Serbia untuk menarik diri dari wilayah tersebut dan membuka jalan bagi pembentukan misi penjaga perdamaian KFOR.
Serbia telah menolak untuk mengakui deklarasi kemerdekaan Kosovo pada 2008. Etnis Albania membentuk sebagian besar populasi, tetapi Kosovo memiliki minoritas Serbia di utara negara yang berbatasan dengan Serbia.
Ketegangan putaran terakhir meningkat selama akhir pekan lalu, setelah pejabat etnis Albania yang terpilih dalam pemungutan suara yang sangat diboikot oleh orang Serbia memasuki gedung kota. Ketika pengunjuk rasa Serbia mencoba memblokir mereka, polisi Kosovo menembakkan gas air mata untuk membubarkan massa.
Sebagai tanggapan, Serbia menempatkan militer negara itu dalam keadaan siaga tertinggi dan mengirim lebih banyak pasukan ke perbatasan dengan Kosovo. Orang-orang Serbia memprotes lagi pada Senin (29/5), mendesak walikota etnis Albania dan polisi Kosovo harus meninggalkan Kosovo utara.
Pada Selasa (30/5), situasi di kota Zvecan di Kosovo utara tetap tegang dengan etnis Serbia berkumpul di luar balai kota yang coba diserbu oleh massa pada hari sebelunya. Polisi Kosovo telah memukul mundur mereka dengan gas air mata, sebelum penjaga perdamaian yang dipimpin NATO turun tangan.
Para tentara pada awalnya mencoba memisahkan pengunjuk rasa dari polisi, tetapi kemudian mencoba membubarkan massa dengan menggunakan tameng dan pentungan. Beberapa pengunjuk rasa membalas dengan melemparkan batu, botol, dan bom molotov.
Banyak orang Serbia menuntut penarikan pasukan polisi Kosovo, serta walikota etnis Albania yang mereka anggap tidak mewakili mereka.
Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell mendesak para pemimpin Kosovo dan Serbia untuk segera meredakan ketegangan, dengan mengatakan bentrokan itu “benar-benar tidak dapat diterima”.
Dia telah berbicara dengan Perdana Menteri Kosovo Albin Kurti dan Presiden Serbia Alexander Vucic, meminta mereka untuk menghindari “tindakan sepihak lebih lanjut.”
Borrell mengatakan pihak berwenang Kosovo perlu menangguhkan operasi polisi yang difokuskan pada gedung-gedung kota di Kosovo utara dan pengunjuk rasa etnis Serbia harus mundur. Dia juga memperingatkan bahwa Uni Eropa sedang “membahas kemungkinan langkah-langkah” yang akan diambil jika kedua belah pihak terus “menolak langkah-langkah yang diusulkan menuju de-eskalasi”.
Vucic mengatakan 52 demonstran terluka dalam bentrokan Senin (29/5), tiga di antaranya menderita luka “serius”. Lima orang Serbia ditangkap karena ikut serta dalam bentrokan itu, menurut polisi Kosovo. (zarahamala/arrahmah.id)