TRIPOLI (Arrahmah.com) – Serangan udara terbaru NATO pada Sabtu (28/5/2011) menghantam sebuah distrik di Tripoli, tempat pemimpin Libya, Moammar Gaddafi, tinggal. Serangan ini terjadi setelah G8 meningkatkan eskalasi tekanannya terhadap Gaddafi agar segera turun dari kepemimpinannya di Libya.
Serangan terjadi pada malam keempat. Ledakan besar menghantam Bab Al-Aziziya, tepatnya di area selatan Al Qariet, AFP melaporkan.
Serangan itu pun muncul setelah presiden AS, Barack Obama menyatakan di hadapan negara-negara yang tergabung dalam G8 bahwa Amerika Serikat dan Perancis berkomitmen untuk menyelesaikan misinya di Libya. Pada saat yang sama, Rusia, yang abstain terhadap resolusi DK PBB untuk Libya, akhirnya ikut bergabung dalam menyerukan desakan agar Gaddafi segera hengkang.
Perubahan sikap Rusia yang cukup dramatis ini datang setelah perdana menteri Inggris, David Cameron, menyatakan bahwa misi NATO melawan Gaddafi sudah memasuki fase baru yang ditandai dengan ditingkatkannya jumlah helikopter tempur di wilayah konflik tersebut.
“Kami bergabung untuk menuntaskan misi ini,” kata Obama setelah berbicara dengan presiden Perancis, Nicholas Sarkozy dalam konferensi G8 di Deauville, Perancis.
Pemimpin G8 dari Inggris, Kanada, Perancis, Italia, Jerman, Rusia, dan Amerika Serikat menyuarakan pernyataan terakhir mereka untuk mengakhiri riwayat kepemimpinan Gaddafi yang sudah berlangsung selama 40 tahun.
“Gaddafi dan pemerintah Libya yang ada saat ini telah gagal melaksanakan tanggung jawab mereka untuk melindungi rakyat Libya. Ia (Gaddafi) tidak memiliki masa depan yang bebas dan bisa dipastikan tak mampu mewujudkan Libya yang demokratis. Ia harus pergi,” kata pernyataan itu.
Namun rezim Libya menolak seruan itu dan menyatakan bahwa semua inisiatif untuk mengakhiri krisis hanya akan berlaku melalui Uni Afrika.
“G8 merupakan organisasi ekonomi. Kami tidak punya kepentingan dengan keputusan mereka,” kata wakil menteri luar negeri Libya, Khaled Kaaim.
Tripoli pun menolak mediasi yang ditawarkan oleh Rusia dan mengklaim tidak akan pernah menerima mediasi apapun yang hanya akan memarjinalisasi rencana perdamaian Uni Afrika.
“Kami adalah negara Afrika. Segala inisiatif di luar Uni Afrika tertolak,” tambahnya.
Sementara itu, istri Gaddafi, Sofia, menyatakan kecamannya terhadap serangan yang diarahkan kepada suami dan keluarganya. Sofia menuduh NATO melakukan kejahatan perang dengan menyerang rezim Libya. (althaf/arrahmah.com)